Mohon tunggu...
R. Dzikri Al Ghifari
R. Dzikri Al Ghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Tertarik kepada kepenulisan yang terkait dengan isu hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masa Depan Hubungan Filipina-Tiongkok

16 Juni 2023   20:14 Diperbarui: 16 Juni 2023   20:23 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hubungan antara Filipina dengan Tiongkok memiliki dinamika dan pasang surut yang menarik untuk dibahas. Hubungan yang telah terjalin lama antara Filipina dengan Tiongkok diwarnai dengan kerjasama ekonomi, budaya, terutama dengan situasi politik di kawasan Asia -Pasifik yang tidak stabil sekarang.


Sengketa Laut China Selatan

Sengketa Laut China Selatan ini didasari oleh claim China atas nine dash line yang di claim secara sepihak atas faktor historis. Meski China sudah meratifikasi UNCLOS 1982 namun China tidak mau mengakui adanya Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE dari negara-negara yang masuk kedalam nine dash line yang di klaim oleh China. Filipina dan China bersengketa akibat dari claim China atas laut China selatan mencapai kepulauan Spratly

Masa Pemerintahan Presiden Benigno Aquino III

Di masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino III, Filipina membawa sengketa Laut China Selatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag , Belanda. Langkah yang diambil oleh Presiden Filipina saat itu memicu kemarahan dari Pemerintahan Tiongkok yang berpendapat bahwa sengketa ini lebih baik diselesaikan dengan diplomasi bilateral antar kedua negara. Hasil dari langkah Presiden Benigno Aquino III pada saat itu adalah Mahkamah Arbitrase Internasional mengeluarkan pernyataan bahwa Tiongkok telah melanggar kedaulatan wilayah Filipina di Laut China Selatan , keputusan ini semakin membuat Pemerintah Tiongkok geram dan tidak mengakui pernyataan Mahkamah Internasional tersebut dan meminta Filipina untuk berunding secara langsung dengan Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa ini.

Masa Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte

Pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, kebijakan yang diambil mengenai masalah di Laut China Selatan memiliki perbedaan. Presiden Rodrigo Duterte lebih mengedepankan jalur damai dan diplomasi secara bilateral dengan Tiongkok. Presiden Duterte juga menghindari untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui jalur arbitrase Mahkamah Internasional. Pada masa pemerintahan Duterte ini juga terlihat ada perubahan dalam kebijakan politik luar negeri Filipina.

Kebijakan politik luar negeri Filipina pada masa pemerintahan Rodrigo Duterte cenderung mendekat dan berusaha membangun hubungan yang baik dengan Tiongkok, dan disaat yang bersamaan berupaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Amerika. Langkah-langkah yang diambil Presiden Duterte ini sangat berbanding terbalik dengan pendahulunya. Presiden Duterte lebih memilih untuk bersikap kooperatif dan tetap menjaga ketegasannya terkait sengketa di Laut China Selatan dengan Tiongkok.

Arah politik Duterte yang cenderung kooperatif ini juga terkait dengan banyaknya kerjasama ekonomi yang terjalin antara Tiongkok dengan Filipina. Tiongkok dalam hubungan bilateral dengan Filipina juga beberapa kali memberikan dana hibah sejak 2016 di masa pemerintahan Presiden Duterte. Jika dijumlahkan secara kumulatif, hibah yang diberikan dari Tiongkok sejak 2016 sampai 2021 mencapai lebih dari 3,25 miliat Yuan. Pada masa pandemi Covid-19 juga Tiongkok dan Filipina mengadakan kerjasama untuk pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

Masa Pemerintahan Presiden Bongbong Marcos

Terpilihnya Bongbong Marcos sebagai Presiden Filipina pada Pemilu 2022 menjadi akhir dari kepemimpinan Rodrigo Duterte setelah kalah dalam Pemilu tersebut. Sepanjang masa kampanye Bongbong Marcos menjanjikan untuk menjaga dan mempertahan kedaulatan Filipina dalam sengketa Laut China Selatan, akan tetapi disaat yang sama akan tetap menjaga hubungan baik dengan Tiongkok.

Di masa pemerintahan Presiden Bongbong Marcos, masih terlihat arah politik luar negeri Filipina yang mengedepankan kooperatif dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan seperti pada masa pemerintahan Rodrigo Duterte. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Bongbong Marcos juga terkesan berupaya untuk mendekat Tiongkok secara ekonomi, walaupun masih berusaha tegas dalam urusan Laut China Selatan. 


Kunjungan Kenegaraan Presiden Bongbong Marcos

Salah satu langkah yang diambil Presiden Bongbong Marcos adalah kunjungan kenegaraan pertamanya sebagai presiden ke Tiongkok pada tangga 3-5 Januari 2023. Kunjungan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk merekatkan kembali hubungan kedua negara dengan berbagai kerjasama, Presiden Bongbong Marcos dalam pertemuan kenegaraan tersebut juga menyampaikan harapannya akan hubungan yang kuat antar dua negara di masa mendatang.

Dalam pertemuan kenegaraan tersebut Presiden Bongbong Marcos dan juga Presiden Xi Jinping saling menegaskan kembali nilai serta prinsip yang disepakati bersama dalam Joint Communique di tahun 1975, antara lain penyelesaian sebuah konflik secara  damai, penghormatan atas kedaulatan wilayah masing-masing, prinsip non-intervensi atas masalah internal, dan juga setujunya Filipina akan One China Policy.

Kedua presiden dalam pertemuan tersebut menyepakati gagasan untuk meningkatkan sektor perdagangan kedua negara, agar bisa mencapai bahkan melampaui tingkat volume perdagangan bilateral kedua negara pada masa sebelum Pandemi Covid19. Ditandatangani juga pembaharuan MoU yang ada antara Bursa Saham Shenzhen dan Bursa Shama Filipina. Diharapkan berbagai kerjasama yang disepakati antara kedua negara akan meningkatkan pembangunan ekonomi kedua negara yang berkelanjutan.

Di sektor pariwisata serta pendidikan juga terdapat berbagai kerjasama yang disepakati oleh kedua negara seperti Joint Cooperation to Carry out Chinese Language Education Program in the Basic Education Program of the Philippines, dan juga MoU  tentang Strengthening Agricultural Technical Education Cooperation, and the Mutual Cooperation Memorandum(MCM) on Higher Education, serta Implementation Program of the MOU on Tourism Cooperation dalam bidang pariwisata.

Akan tetapi mengenai situasi di Laut China Selatan, Filipina dan Tiongkok menekankan secara bersama bahwa isu tersebut tidak akan mendefinisikan keseluruhan hubungan bilateral kedua negara, dan setuju untuk menyelesaikan permasalahan dengan jalan damai tanpa melibatkan pihak ketiga. Dalam kunjungan kenegaraan tersebut juga ditandatangani 13 Nota Kesepahaman antara kedua negara untuk kerjasama dalam berbagai bidang , banyaknya Nota Kesepahaman ini menunjukkan usaha kedua negara terutama dengan inisiatif Presiden Bongbong Marcos untuk memperbaiki dan memperkuat hubungan bilateral antara Filipina dengan Tiongkok

Masa Depan Hubungan Filipina-Tiongkok

Berdasarkan apa yang telah disampaikan diatas, terlihat bahwa Filipina memiliki hubungan yang sangat dinamis dengan Tiongkok, dalam beberapa waktu hubungan kedua negara ini memanas, namun dilain hari hubungan antara Tiongkok dan Filipina membaik. Pergantian kepemimpinan pada Filipina menjadi salah satu faktor yang membuat hubungan kedua negara tersebut dinamis. Dapat dilihat ketika hubungan Tiongkok-Filipina di bawah Benigno Aquino III, memanas bahkan memburuk. Namun pada pelantikan Duterte memberi China kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Filipina. Kecenderungan ini terkait dengan faktor struktural hubungan internasional.

Seakan dilema oleh keadaan, karena bagaimanapun China harus memupuk hubungan persaudaraan dengan Filipina, mengingat Filipina menjadi negara dengan lingkungan strategis yang mengelilinginya dan peran khusus Manila di Asia Tenggara. Sebaliknya, Filipina harus tetap memupuk hubungan baik dengan China karena banyaknya kerjasama ekonomi, budaya, dan politik yang telah terjalin sejak lama. Namun, hubungan bilateral antara China dan Filipina tidak dapat dipisahkan dari dua isu: aliansi AS-Filipina dan sengketa Laut China Selatan. 

Sehingga berteman dengan China penting bagi Filipina, namun pengelolaan hubungan bilateral bukanlah tugas yang mudah. Manila harus berhati-hati terhadap tindakan China terkait Laut China Selatan dengan mencoba berupaya memanfaatkan lembaga-lembaga regional seperti ASEAN atau ARF untuk menahan aktivitas China di sana. Walaupun ASEAN belum secara efektif memberikan ketegasan terhadap isu di LCS. Oleh karena itu, Filipina harus tetap menjalin hubungan dengan AS untuk mengimbangi China. Aliansi AS-Filipina berfungsi sebagai penjaga Manila dari tekanan berlebih atas Beijing. Secara bersamaan, Amerika juga memandang aliansi itu penting untuk memberikan keamanan bagi Filipina dan menjaga agar China tetap terkendali. Namun di lain sisi, Filipina harus dapat mempertahankan posisinya agar tidak terlalu jauh dengan China. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun