Mohon tunggu...
Muiz Ghifari
Muiz Ghifari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Konten favorite saya adalah filsafalat, pendidikan, teknologi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setiap Pejabat Dilantik Semua Sosial Media Pemerintahan Mengucapkan Selamat, Kok Beda Sama Negara Lain?

8 Januari 2025   08:03 Diperbarui: 8 Januari 2025   08:03 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontras dengan Negara Tanpa Eksposur Berlebihan
Mari kita bandingkan dengan Jepang, misalnya. Ketika seorang pejabat baru diangkat, sering kali tidak ada satu pun foto mereka yang tersebar luas di sosial media. Pelantikan dilakukan dengan sederhana, hanya dihadiri oleh segelintir orang yang memang berkepentingan. Dalam banyak kasus, pejabat bahkan langsung memulai pekerjaannya tanpa perayaan apa pun.

Fenomena ini menciptakan kesan bahwa jabatan tersebut adalah bagian dari rutinitas pemerintahan yang harus berjalan efisien. Pejabat yang dilantik dianggap tidak memerlukan validasi sosial dalam bentuk eksposur besar-besaran. Fokus mereka adalah bagaimana menciptakan kebijakan yang berdampak nyata, bukan bagaimana cara membangun citra di mata publik melalui sosial media.

Mengapa Tradisi Ini Bertahan?
Meskipun eksposur ini kerap dikritik sebagai tidak esensial, tradisi ini tetap bertahan. Salah satu alasannya adalah adanya kebutuhan untuk memperlihatkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan menunjukkan proses pelantikan di depan publik, diharapkan masyarakat bisa merasa lebih dekat dengan pemerintah.

Namun, di sisi lain, tradisi ini juga dipelihara oleh budaya birokrasi yang masih sarat dengan simbolisme. Dalam budaya ini, jabatan publik sering kali dianggap sebagai sebuah pencapaian pribadi yang layak dirayakan, bukan sebagai tanggung jawab yang penuh risiko dan tantangan.

Satire sebagai Kritik Konstruktif
Kajian ini bukan bertujuan untuk meremehkan makna dari sebuah pelantikan, melainkan untuk mengajak kita semua merefleksikan apa yang sebenarnya kita rayakan. Jika pelantikan pejabat lebih banyak dihabiskan untuk sesi foto, mungkin sudah saatnya kita bertanya apakah orientasi kita sudah berada di jalur yang benar.

Sebagai bentuk satire, fenomena ini dapat dianalogikan dengan perayaan ulang tahun tanpa kue, di mana lilin ditiup tanpa adanya substansi di balik perayaan tersebut. Seorang pejabat yang baru dilantik, idealnya, adalah individu yang memahami bahwa pelantikan hanyalah sebuah gerbang menuju tanggung jawab yang lebih besar, bukan panggung untuk berfoto.

Penutup: Mengembalikan Fokus pada Tugas dan Tanggung Jawab
Pada akhirnya, pejabat publik adalah representasi dari harapan masyarakat. Mereka diangkat bukan untuk menghiasi feed sosial media kita, melainkan untuk menghadirkan perubahan nyata. Di tengah eksposur yang kian masif, mungkin sudah saatnya kita mulai merayakan hal-hal yang lebih substansial---seperti keberhasilan sebuah proyek atau kebijakan yang berdampak positif---alih-alih berlama-lama dalam seremonial yang hanya berlangsung sesaat.

Sebagaimana halnya kursi kerja yang nyaman bukan indikator keberhasilan seorang pejabat, foto pelantikan yang estetik bukanlah cermin dari efektivitas kerja mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun