Gadis Kretek karya Ratih Kumala.Â
Pada beberapa waktu yang lalu seorang teman merekomendasikan buku bacaanya kepada saya, dan salah satunya adalah bukuMeskipun dalam proses memperoleh buku fisiknya cukup susah karena terdapat drama penutupan beberapa toko buku di daerah tempat saya tinggal.Â
Beruntungnya saya berhasil mendapatkannya melalui event bazar buku yang saya peroleh dari gramedia kediri yang kebetulan menyelenggarakan event tersebut di kota tempat saya tinggal.
Ditambah dengan saya baru saja menyelesaikan bacaan tentang Kretek Jawa yang saya pinjam dari aplikasi perpusdikbud. Tentu saja novel Gadis Kretek ini sangatlah menarik di mata saya. Sampul dan ilustrasinya benar-benar menggunggah pembaca yang akan membelinya.Â
Oleh karena itu, desain sampul sudah tidak diragukan lagi sangatlah bagus dan baik. Kesan dari seorang yang memiliki keterkaitan erat dengan kretek tergambar jelas di halaman depan itu.
Saya tidak akan membuat ulasan seperti template resensi yang sudah kita kenal sejak duduk di bangku sekolah. Saya memiliki ketertarikan untuk mengulas buku ini dari kacamata seorang editor (meskipun sejak saat artikel ini dibuat saya belum menjadi editor).Â
Mungkin saya terdengar melebih-lebihkan dengan menyebutkannya dari kacamata editor, meskipun itu bukanlah profesi saya sejak artikel ini dibuat.Â
Tetapi, analisis mengenai struktur cerita dan aspek-aspek tersebut lebih sering dikenali dalam dunia editing naskah novel. Bila saya salah, pembaca yang memang sudah berpengalaman sebagai editor novel juga dapat berkomentar di bagian bawah artikel.Berdasarkan pengalaman saya dalam membaca novel tersebut. Sejujurnya novel ini membawakan tema yang sangat menarik bagi saya. Hal ini lantaran masyarakat Indonesia tentunya tidak akan terlepas dari yang namanya rokok atau disebut kretek sebelumnya.Â
Bayangkan saja, banyak para kuli-kuli yang mampu membangun gedung-gedung tinggi dengan bermodalkan pemicu semangat dari sebuah rokok. Banyak kegiatan masyarakat Indonesia yang juga lekat dengan kretek itu sendiri.Â
Selain itu, novel ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, serta diinformasikan pada bagian belakang sampul novel bahwa novel tersebut akan segera mendapatkan adaptasi di netflix. Jadi, sudah tidak diragukan lagi betapa menariknya novel ini untuk dibahas. Namun, perlu dipahami bahwa saya hanya berfokus pada pembahasan mengenai novelnya saja.
Di dalam blurb yang dapat kamu temui di halaman belakang novel, disitu jelas tertuliskan bahwa terdapat tiga tokoh bersaudara bernama Lebas, Karim, dan Tegar berperan sebagai anak dari Pak Raja yang sedang sekarat. Ketiganya dijelaskan dalam blurb tersebut pergi untuk mencari seseorang bernama Jeng Yah.Â
Pada titik ini, novel terasa sangat menarik lantaran Jeng Yah bukanlah istri dari Pak Raja. Dengan kata lain, seseorang yang ingin dicari oleh anak-anaknya itu bukanlah ibu mereka. Jadi siapa Jeng Yah itu? Kamu bisa membacanya sendiri di novel Gadis Kretek ini sendiri karena saya tidak mau membocorkan kesenangannya. Novel ini memiliki rating dewasa sehingga kalau kamu masih remaja sebaiknya bacalah novel dengan rating usia yang sama dengan usiamu.
Hal yang menjadi fokus saya salah satunya adalah penggunaan sudut pandang orang pertama pada bab awal. Saya sempat mengira bahwa novel ini akan terus menggunakan sudut pandang orang pertama hingga akhir cerita, seperti novel lainnya yang pernah saya baca sebelumnya. Namun, pada bab kedua hingga bab ke belakang telah digantikan dengan sudut pandang orang ketiga.Â
Oleh sebab itu, saya berpikir bahwa karakter Lebas ini mungkin tokoh utamanya. Meski terdapat beberapa pembaca yang berpendapat bahwa tokoh utama dalam novel ini ada 3, namun pendapat ini kita simpan dulu.
Hingga karakter Lebas mendapatkan pembahasan tentang latar belakangnya saya merasa bahwa Lebas memang karakter yang baik untuk dijadikan tokoh utama. Namun, pemikiran tersebut seketika hilang saat kakaknya Tegar meneleponnya dan menjemputnya untuk mencari keberadaan Jeng yah. Disini saya merasa sedikit kecewa.Â
Sedikit catatan, sebenarnya pada awal cerita baik Lebas, Karim, dan Tegar sama sekali tidak ada petunjuk untuk mencari keberadaan Jeng Yah. Disini saya berpikir masih baik-baik saja. Mungkin salah satu dari mereka mencari tahu atau berusaha untuk mendapatkan informasi tersebut entah bagaimana caranya.Â
Tetapi, semua fakta itu dibantahkan saat Tegar entah bagaimana mendapatkan informasi dari ibunya (yang sebelumnya tidak mau memberi informasi apapun tentang Jeng Yah karena rasa cemburu). Mungkin kejadian ini wajar-wajar saja di dunia nyata karena seiring berjalannya waktu informasi akan diberikan saat emosi tidak lagi bergejolak. Tetapi, kesan mudah ini terlihat seperti penggunaan Deus Ex Machina yang tentunya menghilangkan aspek "usaha" dan terkesan kebetulan atau keberuntungan yang tiba-tiba. Saya akan bahas tentang deus ex machina dan pengaruhnya pada cerita di artikel lain.
Saya berpikir bahwa Lebas akan berusaha mencari informasi tentang keberadaan Jeng Yah entah bagaimana caranya melalui usahanya sendiri. Namun, karakter Tegar sekarang mengambil peran yang sangat krusial bagi Lebas untuk mendapatkan pengembangan karakter sebagai tokoh utama.Â
Jadi, apakah Lebas bukanlah tokoh utama?Â
Menurut salah satu video K.M. Weiland, dia menuturkan bahwa tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran banyak di dalam cerita, dan jika tokoh utamamu tidak melakukan banyak peran penting, serta peran krusial itu dilakukan oleh tokoh lainnya. Mungkin kamu perlu memikirkan ulang siapa tokoh utama yang lebih tepat.Â
Berdasarkan asumsi itu, saya mulai berpikir bahwa Tegar mungkin tokoh utamanya karena dia berperan banyak dalam cerita itu. Hal itu bisa saya katakan, karena alih-alih mencari informasi tentang siapa Jeng Yah dan dimana dia berada, Lebas malah menghisap ganja (menurut kakaknya, Tegar saat menjemputnya) dan melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak begitu bermanfaat untuk pengembangan cerita jika Lebas bukanlah tokoh utamanya.
Dengan kata lain, adegan ini sebenarnya tidak begitu diperlukan, dan juga bagian bab ke 1 tidak perlu menggunakan sudut pandang orang pertama. Karena hal ini akan membingungkan pembaca. Pastikan untuk menggunakan sudut pandang orang pertama atau ketiga secara konsisten atau jika memang benar-benar diperlukan, maka gunakan keduanya dengan mempertimbangkan kebutuhannya dalam cerita. Misalnya, seperti untuk misdirecting pembaca tentang sebuah kejadian. Penggunaan sudut pandang orang pertama atau ketiga dan mana sebaiknya digunakan akan saya bahas di artikel lainnya.
Kembali ke topik, karakter Tegar menjadi lebih cocok sebagai tokoh utama alih-alih Lebas dan beberapa bagian cerita menjadi terkesan menjadi filler. Tetapi ada cara lain atau solusi agar bagian-bagian dalam cerita tidak perlu dirubah terlalu banyak.
Pertama, adalah menggunakan sudut pandang orang ketiga secara keseluruhan guna memperkuat kekonsistensian dan guna memberikan kenyamanan ketika membaca. Kedua, menghapus bagian ceita dimana Lebas mengunjungi Rumah Rasta, tempat Erik berada dan mengubahnya menjadi Tell Don't Show karena adegan ini tidak perlu ditunjukkan secara rinci dan cukup dijelaskan oleh karakter Lebas kepada Tegar. Jadi adegan pertama novel akan menunjukkan Tegar yang menjemput Lebas. Sementara adegan Bab I: Jeng yah diundur sesudahnya. Pengubahan bab ini akan memperlembut penggunaan Deus Ex Machina dan tidak terkesan "tiba-tiba" atau "beruntung" saat Lebas yang tidak berusaha mencari informasi dan malah Tegar yang mendapatkan informasi dari ibunya entah bagaimana.
Jadi, cerita akan dimulai dengan Tegar yang menjemput Lebas. Tegar menyampaikan bahwa dia mendapatkan informasi tentang Jeng Yah dari ibunya. Namun, pemberitahuan informasi spesifik tentang informasi Jeng Yah harus ditunda hingga "Bab 1: Jeng Yah"muncul terlebih dahulu. Lalu, disusul dengan penjelasan Tegar tentang siapa itu Jeng Yah kepada Lebas. Hal ini akan menyebabkan daya tarik masih ada tanpa merusak tatanan yang sudah ada, serta memperlembut adanya deus ex machina.
Begitulah pendapat saya sebagai orang yang tertarik dengan dunia editing naskah novel. Penulisan artikel tentang analisis novel ini hanya ditujukan sebagai alat belajar dan tidak untuk menjelek-jelekkan novel tersebut, dan bukan untuk merugikan pihak lain. Terimakasih atas waktunya saat kalian membaca artikel ini. Sampai jumpa. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H