"Bah!" Aku tak akan mendengarkannya. Si pembual itu memang pengarang cerita. Ceritanya memang seru. Tapi palsu. Aku mau yang seru tapi tak palsu. Aku akan mencari pendongeng kisah nyata, bukan pembual cerita belaka.Â
Aku mencari-cari data, siapakah tokoh pendongeng legendaris yang masih tersisa kini. Aku jadi bertanya pada pak Badri tetanggaku, dia bilang hanya tahu salah satu, diantaranya Mbah Sukri dan Mbah Tima, mereka adalah Pasangan pasutri tua, yang selalu memadukan kisah yang mereka dengar.Â
Riwayat cerita-ceritanya banyak nyata. Kata pak Badri, mereka berdua adalah pendongeng kisah unik orang-orang terdahulu. Kisah terbarunya yang terkenal dan selalu mereka dongengkan, adalah kisah perjalanan Mbah Mampa si penghulu hewan.Â
Pak Badri sedikit bercerita tentang dongeng terkenal itu. Konon Mbah Mampa adalah sosok penyayang hewan. Hewan apa saja pasti ia sayangi, meski tak jarang hewan yang ia sayangi menggigitnya, menyengatnya, mencakarnya. Tapi gigitan hewan itu, sengatan hewan itu, cakaran hewan itu Tak ada efeknya, sebab Mbah Mampa punya darah istimewa, darah pahit namanya. ceritanya sedikit seru, namun Pak Badri tidak bisa melanjutkan kisah unik itu lantara lupa sudah menginap di ingatan.
Aku penasaran dengan kelanjutan kisah itu. Aku ingin bertemu dengan Mbah Sukri dan Mbah Tima. Penuturan pak Badri, mereka berdua tinggal di rumah kecil yang terletak di desa Penang. Aku berangkat kesana dengan motor Supra X kesayangan bapakku.Â
Aku bertanya-tanya kepada penduduk sekitar, ternyata tidak sulit mencari rumah Mbah sukri dan Mbah Tima. Tinggal mengikuti jalan kecil desa penang, lalu mengikuti alur kanan satu-satunya jalan itu.Â
Aku sudah sampai di rumah mereka. Rumah mereka memang tak pantas dibilang besar, hanya terbuat dari bambu dan kayu, luasnya seperti dapur rumahku, di sekitarnya hanya ada sawah, depan ruamahnya berdiri pohon sawu. Aku berjumpa mereka berdua. Mereka sedang duduk-duduk di atas lencak, bernaung dibawah pohon sawu yang ada di depan rumah. Ku hampiri mereka berdua, ku salami, lalu ku beritahu maksud kedatanganku.
"Jau-jauh kesini hanya sebatas mendengarkan sebuah dongeng? Alasannya?" tanya Mbah sukri.Â
Mbah Tima hanya diam saja. Aku agak sedikit bingung menjawab pertanyaan itu. Karena alasan yang ada padaku tidak begitu penting bagi mereka. Namun bagaimana lagi. Harus aku katakan, bahwa aku wajib membawa sebuah cerita ketika aku kembali ke Pesantren, Sebab tuntutan janji. Namun aku tak bilang pada Mbah sukri sarat cerita yang harus aku bawa ke pesantren. Mendengar alasanku, Mbah Sukri tertawa disertai batuk yang keluar dari tenggorakannya.
"Kenapa Mbah?"
"Oleh-oleh kok dongeng".