Contoh saja dalam film Close (2022) karya Lukas Dhont, yang menceritakan dua sahabat anak laki-laki asal Belgia yang persahabatannya semakin merenggang akibat toxic masculinity yang dilakukan oleh para teman-teman mereka.  Persahabatan yang sulit dipisahkan membuat teman sekelas mereka melabeli kedekatan mereka sebagai tanda bahwa mereka adalah sepasang kekasih dan mulai mengejek mereka.
Lo, salah satu diantara kedua sahabat tersebut, merasa tidak nyaman, menjauhkan diri dari Rmi dan mulai mengikuti kegiatan olahraga agar tidak dicap seperti pandangan orang-orang. Tak disangka, hal ini pun membuat Rmi berpikir bahwa Lo sudah tidak mau lagi berteman dengannya dan hubungan keduanya pun makin merenggang, hingga berakibat fatal pada salah satu diantara mereka.
Penggambaran bahwa seorang laki-laki harus dapat menjadi sosok yang lebih kuat, lebih tabah, tidak boleh terlalu dekat satu sama lain dan tidak lebih lemah dari perempuan serta ungkapan "boys will be boys" tentu saja tidak boleh dibiarkan. Tidak hanya pemikiran dari sesama lelaki, namun juga pemikiran dari seluruh anggota masyarakat.
Laki-laki tentu juga boleh menjadi sosok yang lemah lembut. Laki-laki boleh mengungkapkan rasa sayang ke sesama teman tanpa harus diejek oleh sesama, mereka boleh mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mereka harus sama bertanggung jawabnya seperti perempuan, mereka harus menghargai perempuan sebagaimana mereka menghargai sesama. Dan yang terpenting, mereka boleh menjadi sosok yang membuat mereka nyaman tanpa harus dipandang sebelah mata oleh sesama laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H