Mohon tunggu...
Ghassani Zatil Iman
Ghassani Zatil Iman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just a girl who loves to write about everything

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pedofilia, Grooming dan "Lolita" sebagai Sang Korban

12 Oktober 2022   22:35 Diperbarui: 12 Oktober 2022   22:43 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lolita (1997), film yang seharusnya mengkritik pedofilia (https://bi.im-g.pl/)

"Ku kenal dikau lalu jatuh cinta bagai pertama
Dan ku cumbu dikau penuh kasih mesra bagai cerita
Kau berulangtahun, ku tuang minuman ke dalam gelas
Pada saat itu ku tahu usiamu baru sebelas"

Begitulah lirik dari lagu Karmila (1976) yang sukses dipopulerkan oleh Farid Hardja. Dimana mungkin dulu kita tidak begitu memperhatikan makna dari lagunya sendiri, namun jika ditelaah, lagu ini jelas bercerita mengenai kisah cinta seorang lelaki dewasa dengan Karmila, anak yang baru saja berusia sebelas tahun.

Mulai dari lirik lagu Karmila yang kontroversial, pernikahan Syekh Puji dengan anak berusia 14 tahun pada tahun 2008 silam, hingga pengakuan Kris Hatta yang memiliki kekasih artis berusia 14 tahun. Tampaknya Indonesia masih belum terlalu paham mengenai apa itu praktik pedofilia dan mengapa hal ini berbahaya bagi sang usia minor.

Pedofilia adalah suatu kelainan dimana seseorang tertarik secara seksual terhadap usia minor. Di DSM-IV sendiri sebagai pedoman diagnostik gangguan jiwa, pedofilia dikategorikan sebagai gangguan hanya jika fantasi atau dorongan seksual melibatkan pra-remaja atau remaja, bertahan setidaknya 6 bulan atau jika hal ini menyebabkan terjadinya masalah hukum.

Menurut DSM-IV seseorang dapat dikategorikan sebagai pedofilia jika berusia minimal 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua dari usia pra-remaja. 

Sementara pada versi draf DSM-V yang sedang ditinjau, memasukkan kategori hebefilia, yaitu ketertarikan pada anak-anak yang sedang mengalami pubertas dan pedohebephilia, yang merupakan gabungan dari tipe pedofilia dan hebefilia

Di Indonesia sendiri, age of consent tidak diatur secara terperinci. Namun Pasal 287 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya mengatakan bahwa anak di bawah 15 tahun dilarang melakukan hubungan seksual. 

Meskipun demikian, menurut Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, usia kedewasaan berdasarkan hukum Indonesia biasanya dilihat dari dua hal: a) apakah sudah berusia setidaknya 21 tahun; atau b) apakah sudah pernah menikah. Dan Undang-Undang nomor UU Nomor 16 Tahun 2019 perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyebutkan batasan usia nikah, baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.

Berdasarkan studi yang dilakukan di Jerman pada tahun 2020, Sekitar 1 hingga 5% dari populasi pria diperkirakan merupakan pedofilia. Meskipun begitu tidak semua pedofilia adalah laki-laki dan meskipun tidak semua pedofilia aktif melakukan kekerasan seksual pada anak, namun Statistik Biro Kehakiman Amerika Serikat menyatakan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak umumnya terjadi akibat sang pelaku memiliki ketertarikan romantis maupun seksual terhadap anak kecil. Dan lebih dari 90% pedofil yang pernah dihukum, ditangkap lagi akibat pelanggaran yang sama setelah mereka dibebaskan dari penjara. 

Menurut studi yang dilakukan di Inggris oleh Iaccino pada tahun 2014, statistik menunjukkan bahwa lima negara teratas dengan tingkat pelecehan seksual anak yang tertinggi adalah pada Afrika Selatan, India, Zimbabwe, Inggris, dan Amerika Serikat.

Sementara itu, Grooming adalah sebuah istilah yang melekat pada praktek pedofilia. Yaitu proses dimana sang pelaku pelecehan seksual membangun hubungan kepercayaan dan hubungan emosional secara perlahan dengan sang anak yang dapat berujung dengan melakukan kegiatan seksual. Sang pelaku biasanya mempertahankan hubungan ini secara rahasia. 

Menurut artikel yang ditulis oleh Michelle McManus, Head of Criminal Justice dari Liverpool John Moores University, biasanya seorang groomer menempatkan diri mereka sendiri pada posisi dimana dapat dengan mudah menjadi dekat dengan sang usia minor

Seperti contohnya pelatih klub, pengasuh, bahkan guru sekalipun. Mereka juga biasanya menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari ketertarikan dan minat korbannya dan memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan kepercayaan dan perlahan-lahan mulai mengontrol sang korban.

Lolita (1955), adalah sebuah novel yang ditulis oleh novelis asal Rusia, Vladimir Nabokov. Novel ini berkisah mengenai seorang professor literature paruh baya, Humbert Humbert, yang terobsesi dengan seorang anak pemilik tempatnya tinggal yang berusia 12 tahun, Dolores Haze. 

Kata Lolita sendiri diambil dari bahasa Spanyol yang digunakan Humbert sebagai nama panggilan untuk Dolores. Meskipun ternilai kontroversial, namun Lolita telah diadaptasikan dua kali pada layar lebar. Yang pertama adalah pada tahun 1962 oleh Stanley Kubrick dan yang kedua adalah pada tahun 1997 oleh Adrian Lyne.

Selama cerita berjalan, sang pembaca disuguhkan oleh berbagai aksi usaha grooming yang dilakukan oleh Humbert kepada Dolores. Mulai dari usahanya untuk memiliki kontak fisik hingga rela menikahi ibu Dolores hanya untuk bisa masuk secara permanen kedalam hidup Dolores. 

Setelah ibu Dolores meninggal dan secara tidak langsung menjadi satu satunya orang tua yang dimiliki Dolores pun, Humbert masih tetap menjalankan agenda pedofilia-nya.

Sama seperti pemikiran para pedofil diluar sana, Humbert berusaha menjustifikasi tindakannya dengan berkata “Antara batas usia sembilan dan empat belas tahun, terdapat gadis yang dapat membuat para travelers yang dua kali atau beberapa kali lebih tua dari mereka menjadi tersihir, mengungkapkan sifat asli mereka yang bukan manusia, tetapi nymphic (yaitu, iblis); dan makhluk-makhluk terpilih ini diusulkan untuk ditetapkan sebagai 'nymphets’

Namun Nabokov sendiri sebagai sang penulis, sangat menentang segala alasan Humbert, ia bahkan menggambarkan Humbert sebagai seorang yang kejam dan penuh kebencian, dan Lolita sendiri dibuat olehnya bukan untuk mendukung praktek pedofilia, namun justru untuk mengkritiknya. 

Pada bukunya sendiri, seperti yang dikutip oleh Perry R. Hinton, Dolores digambarkan tomboy (cenderung jarang mencuci rambutnya), tertarik pada film, selebriti, majalah, dan pop soda. Ia tidak melakukan apapun untuk menarik Humbert. Dolores tidak berpakaian atau berdandan dengan pikiran apa pun untuk menarik perhatian Humbert.

Hal ini kontras dengan versi film tahun 1962, dimana sang aktris Sue Lyon yang berusia 15 tahun berperan sebagai Dolores, dan usianya ditingkatkan menjadi 14 tahun. Seorang remaja yang dewasa secara fisik, sangat berbeda dari penggambaran Dolores dalam buku. 

Hal ini diperparah juga dengan film versi 1997, dimana Dominique Swain sebagai Dolores, yang gika di buku Nabokov membuat Dolores yang tomboy dan tidak tertarik pada seksualitas, di film ini  Dolores justru bertindak sebaliknya. 

Poster ikonik Lolita untuk mempromosikan film versi 1962, dimana karakter Dolores mengenakan kacamata berbentuk hati dan mengisap permen lollipop juga membuat citra Dolores berbeda dengan apa yang ingin disampaikan oleh Nabokov

Kedua film ini justru menyebabkan pemikiran berbeda dari para penonton dan menganggap Lolita adalah kisah cinta manis antara Humbert dan Dolores.

Poster film Lolita versi 1962 (https://www.metacritic.com/)
Poster film Lolita versi 1962 (https://www.metacritic.com/)
Lantas mengapa praktek pedofilia dan grooming berbahaya untuk sang ‘Lolita’? Seperti yang ditunjukkan pada novel Lolita sendiri, dimana sudut pandang dari novel ini berfokus pada Humbert, dan justru cenderung tidak menganggap pemikiran Dolores, Nomi Tamir-Ghez terhadap studinya mengenai Lolita sendiri mengutip "Tidak hanya suara Lolita yang dibungkam, sudut pandangnya, cara ia melihat situasi dan merasakannya, semua itu jarang disebutkan dan hanya dapat diduga oleh pembaca”.

Lolita sebagai sang usia minor belum memiliki kuasa untuk menyuarakan pemikiran aslinya kepada sang orang dewasa. Seorang anak yang masih dalam usia minor, belum memiliki konsen yang legal. 

Mereka masih dengan mudahnya dapat dimanipulasi dan di iming-imingi oleh kata-kata manis sang groomer. Mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang dimanfaatkan. Humbert dan para pedofilia di luar sana memandang Lolita atau korban mereka bukanlah sebagai seorang manusia, bukanlah sebagai seorang anak. Namun hanyalah sebagai objek dari obsesinya terhadap gadis muda.

Pedofilia sama sekali bukanlah persoalan perbedaan usia yang terlalu jauh. Perbedaan usia yang jauh asalkan keduanya telah masuk kedalam age of consent, sama sekali bukanlah masalah. 

Pedofilia adalah masalah ketika salah satu dari pasangan masih dibawah umur dan yang satunya adalah orang dewasa yang seharusnya bisa berpikir bahwa memiliki ketertarikan dengan anak-anak adalah salah besar.  Apapun alasannya, praktek pedofilia adalah salah dan sangat tidak baik untuk dilakukan. 

Tidak peduli apakah hubungannya adalah seksual atau hanya secara romantis, sang minor masih bersifat labil dan terlalu gampang untuk dimanipulasi. 

Indonesia harus lebih membuka wawasan terhadap pedofilia dan harus memahami bahwa jangan sampai ada Lolita-Lolita lainnya diluar sana. Segera hubungi layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di 129 jika kalian mengalami atau menemukan tindak kekerasan pada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun