Mohon tunggu...
Ghassani Zatil Iman
Ghassani Zatil Iman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just a girl who loves to write about everything

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pedofilia, Grooming dan "Lolita" sebagai Sang Korban

12 Oktober 2022   22:35 Diperbarui: 12 Oktober 2022   22:43 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lolita (1997), film yang seharusnya mengkritik pedofilia (https://bi.im-g.pl/)

Hal ini diperparah juga dengan film versi 1997, dimana Dominique Swain sebagai Dolores, yang gika di buku Nabokov membuat Dolores yang tomboy dan tidak tertarik pada seksualitas, di film ini  Dolores justru bertindak sebaliknya. 

Poster ikonik Lolita untuk mempromosikan film versi 1962, dimana karakter Dolores mengenakan kacamata berbentuk hati dan mengisap permen lollipop juga membuat citra Dolores berbeda dengan apa yang ingin disampaikan oleh Nabokov

Kedua film ini justru menyebabkan pemikiran berbeda dari para penonton dan menganggap Lolita adalah kisah cinta manis antara Humbert dan Dolores.

Poster film Lolita versi 1962 (https://www.metacritic.com/)
Poster film Lolita versi 1962 (https://www.metacritic.com/)
Lantas mengapa praktek pedofilia dan grooming berbahaya untuk sang ‘Lolita’? Seperti yang ditunjukkan pada novel Lolita sendiri, dimana sudut pandang dari novel ini berfokus pada Humbert, dan justru cenderung tidak menganggap pemikiran Dolores, Nomi Tamir-Ghez terhadap studinya mengenai Lolita sendiri mengutip "Tidak hanya suara Lolita yang dibungkam, sudut pandangnya, cara ia melihat situasi dan merasakannya, semua itu jarang disebutkan dan hanya dapat diduga oleh pembaca”.

Lolita sebagai sang usia minor belum memiliki kuasa untuk menyuarakan pemikiran aslinya kepada sang orang dewasa. Seorang anak yang masih dalam usia minor, belum memiliki konsen yang legal. 

Mereka masih dengan mudahnya dapat dimanipulasi dan di iming-imingi oleh kata-kata manis sang groomer. Mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang dimanfaatkan. Humbert dan para pedofilia di luar sana memandang Lolita atau korban mereka bukanlah sebagai seorang manusia, bukanlah sebagai seorang anak. Namun hanyalah sebagai objek dari obsesinya terhadap gadis muda.

Pedofilia sama sekali bukanlah persoalan perbedaan usia yang terlalu jauh. Perbedaan usia yang jauh asalkan keduanya telah masuk kedalam age of consent, sama sekali bukanlah masalah. 

Pedofilia adalah masalah ketika salah satu dari pasangan masih dibawah umur dan yang satunya adalah orang dewasa yang seharusnya bisa berpikir bahwa memiliki ketertarikan dengan anak-anak adalah salah besar.  Apapun alasannya, praktek pedofilia adalah salah dan sangat tidak baik untuk dilakukan. 

Tidak peduli apakah hubungannya adalah seksual atau hanya secara romantis, sang minor masih bersifat labil dan terlalu gampang untuk dimanipulasi. 

Indonesia harus lebih membuka wawasan terhadap pedofilia dan harus memahami bahwa jangan sampai ada Lolita-Lolita lainnya diluar sana. Segera hubungi layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di 129 jika kalian mengalami atau menemukan tindak kekerasan pada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun