Kisah seorang  Dewa Kali yang dikutuk oleh kayangan, membuat kita selalu merefleksikan diri atas entitas manusia yang bergelut menghantam hawa nafsu. Kali memilih menjadi seorang pelacur. Ia rela tidur dengan manusia biasa, hingga tidur dalam bilik-bilik berbau kecut. Kali memilih jalan itu, karena dunia kayangan begitu mengekang diri agar suci dari makhluk-makhluk lainnya.
Cerita-cerita dari timur, gubahan Marguerite Yourcenar, menguliti kisah Kali yang begitu memilukan dengan judul, Kali dengan Kepala Terpenggal. Kepala kali di penggal oleh Dewa yang turun ke tempat rendahan untuk menghukum Kali yang memilih jalan kelamnya itu.
Kali mati dengan senyum manis diwajahanya, rambut yang terurai mengakar dan alis yang begitu mengisi kecantikan di setiap sisi wajahnya, walapuan telah menjadi bangkai. Dewa membuangnya di sungai suci, agar segera diampuni kelakukan buruknya. Namun, ia bisa hidup kembali ketika manusia menyatukan kerongkongan denga tubuh seorang pelacur yang juga di hukum mati.
Kisah seorang Kali, teringat oleh reportasi Yuyu a.n Krishna dengan judul "Menelusuri Remang-Remang Jakarta." Reportasi itu begitu menarik untuk kita renungkan kembali. Beribu-ribu roh Kali, masuk dalam relung jiwa seorang perempuan desa, yang terjerembab pada bilik-bilik manis semi anyir, untuk memuaskan paria.
Seperti halnya, lagu Kupu-kupu malam buatan Titiek Puspa, dalam lantunan lagu tersebu kita selalu bertanya, "Dosakah yang mereka kerjakan?" Seorang kali, mengingatkan kita agar tak sembrono menilai ini itu seorang pelayan seks yang menerjang ambiguitas hidup ini.
Sampul gambar perempuan yang merokok dan seekor kupu-kupu menclok di bagian kanan wajahnya itu, membuat kita tertarik untuk menelusuri dari bait ke bait atas kehidupan seorang pelayan seks. Hingar bingar Jakarta bergerak silih berganti. Siang dan malam mengubah kondisi kota. Di gang-gang kecil tinggal sebuah kamar-kamar kecil untuk tinggal seorang pelayan seks, menunggu pelanggan yang akan datang.
Kata-kata umpatan terkadang tak bisa dihindarkan ketika munculnya seorang pelayan seks yang kebingungan. Dalam nuraninya ia bingung, mengapa semua ini ada dalam diri mereka. Bak seorang kotor penuh lumpur, orang-orang diluar dari kalangan mereka, berlagak seperti seorang suci yang siap mendikte.
Yuyu A.N Krishna menuliskan begitu detail. Mulai dari aroma, hingga bagaimana kerasnya hidup dalam bilik pelacuran. Krishna memasuki bilik-bilik yang sengaja dibuat untuk memuaskan para hidung belang. Ada sejenis mucikari, yang bisa dikatakan bertanggung jawab dengan para pelacur hidup ditengah gelap-gulita kehidupan.
Pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan krishna tanpa tedeng aling-aling. Sedikit kecut digambarkan oleh buku tersebut, para pelayan menyampaikan lumayan terbata-bata sembari mengatur nafas ketika harus berbicara sejujur mungkin.
Hal yang begitu menusuk batin ialah, para pelayan seks itu, sejatinya mengetahui bahwasannya hati nuraniya bergeliat agar lekas sembuh dan mencari penghidupan yang lebih baik. Kondisi ekonomi, membuat mereka terhananyut. Bagaimana tidak, bila ia rela keluar dari lingkaran itu, ia tidak bisa membiayai adik-adiknya di desa.
Memang begitu memilukan. Ditengah gemerlap malam yang selalu diapksakan agar tersenyum, hati nuraninya sejatinya memukul sekeras mungkin atas rasa derita. Peran seorang agamawan, akan tetap mengatakan profesi tersebut harap dihindari untuk menggapi ridho semesta. Akan tetapi, kelabunya hidup mereka lebih tepatnya agar dilakukan pendekatan-pendekan halus, agar tak meronta menolak secercah cahaya yang disuguhkan.
Buku itu dibuat pada masa kepemimpinan Ali Sadikan sebagai gubernur DKI Jakarta. Ali begitu memperhatikan para pelayan seks yang tengah hidup atas kerasnya ibu kota. Melalui aturan No. Ca 7/1/13/70 tentang pelaksanaan lokalisasi/ resosialisasi WTS (Warga Tunas Sosial).
Tabiat kelam disembunyikan dalam-dalam oleh para pelayan seks itu. Pengakuan diri ia bergelut di ibukota sebagai pegawai rumah tangga, tak selaras dengan penyampaiannya. Ia hanya termangu t
termenung kaku tak tahu apa yang mereka bayangkan. Mungkin saja, meratapi nasib bagaimana nantinya warga desa menilainya.Betrand Russel dalam buku Moral and Marriage, mencoba mengurai benang kusut yang begitu ruwat perihal pelacur. Bagi Russel, dunia kelam pelacuran memang tidak bisa dibumi hanguskan, namun bisa dikurangi. Hal tersebut dikarenakan oleh kondisi biologis umat manusia. Dari pada timbul sebuah permasalahan yang begitu pelik apabila penyedia layanan tersebut ditutup, malah akan beresiko pada keruwatan selanjutnya seperti halnya pemerkosaan dlsb.
Tak hanya seorang pelayan seksual saja yang yuyun wawancarai. Yuyun juga mewawancarai seorang pakar psikolog bernama Dr. Sarlito wiryawan. Gairah seksual itu, dimiliki oleh seluruh umat manusia. Ibarat makan, setiap manusia memiliki kebutuhan untuk memuaskan hal tersebut.
Mengenai hubungan seksual, Sartono Mukadis dari Fakultas Psikologi UI waktu itu, menyodorkan sebuah penelitian begitu menggelitik. Pasalnya hampir 72% masyarakat pernah melakukan hubungan seksual diluar nikah, ujar Mukadis. Bisa berabe, bila saja kaula muda itu tak memiliki pegangan kuat pada asepak teologis.
Kendati demikian, adanya internalisasi pengetahuan mengenai religiositas perlu di bekali sejar dari kecil. Masifnya perlengkapan teknologi, yang kian hari kian berkembang, membuat fasilitas berbau pelayanan seksual berkembang begitu masif.
Kali dan secercah harapan. Di akhir cerita gubahan Marguerite Yourcenar, seorang bijaksanak yang digambarkan begitu kurus seperti batang pohon pisang, menyampaikan sebuah narasi kebijaksanaan; "Keinginan telah mengajarkan kepadamu, betapa sia-sianya keinginan," katanya, penyesalan mengajarkan betapa sia-sianya penyesalan. Bersabarlah wahai ketidaksempurnaan, berkat engkaulah kesempurnaan menyadari dirinya. Bersabarlah kemarahan, karena engkat tidak kekal abadi."
Tersirat begitu dalam, perlu untuk diresapi. Nafsu sebagai panglima, akan membuat kocar-kacir manusia. Kendati demikian teruslah memohon perlindungan, sejatinya manusia itu lumbung sebuah kesalahan. Maka dari itu, tak bijaksana bila saja, kita selalu menghakimi tanpa melihat diri kita terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H