Buku itu dibuat pada masa kepemimpinan Ali Sadikan sebagai gubernur DKI Jakarta. Ali begitu memperhatikan para pelayan seks yang tengah hidup atas kerasnya ibu kota. Melalui aturan No. Ca 7/1/13/70 tentang pelaksanaan lokalisasi/ resosialisasi WTS (Warga Tunas Sosial).
Tabiat kelam disembunyikan dalam-dalam oleh para pelayan seks itu. Pengakuan diri ia bergelut di ibukota sebagai pegawai rumah tangga, tak selaras dengan penyampaiannya. Ia hanya termangu t
termenung kaku tak tahu apa yang mereka bayangkan. Mungkin saja, meratapi nasib bagaimana nantinya warga desa menilainya.Betrand Russel dalam buku Moral and Marriage, mencoba mengurai benang kusut yang begitu ruwat perihal pelacur. Bagi Russel, dunia kelam pelacuran memang tidak bisa dibumi hanguskan, namun bisa dikurangi. Hal tersebut dikarenakan oleh kondisi biologis umat manusia. Dari pada timbul sebuah permasalahan yang begitu pelik apabila penyedia layanan tersebut ditutup, malah akan beresiko pada keruwatan selanjutnya seperti halnya pemerkosaan dlsb.
Tak hanya seorang pelayan seksual saja yang yuyun wawancarai. Yuyun juga mewawancarai seorang pakar psikolog bernama Dr. Sarlito wiryawan. Gairah seksual itu, dimiliki oleh seluruh umat manusia. Ibarat makan, setiap manusia memiliki kebutuhan untuk memuaskan hal tersebut.
Mengenai hubungan seksual, Sartono Mukadis dari Fakultas Psikologi UI waktu itu, menyodorkan sebuah penelitian begitu menggelitik. Pasalnya hampir 72% masyarakat pernah melakukan hubungan seksual diluar nikah, ujar Mukadis. Bisa berabe, bila saja kaula muda itu tak memiliki pegangan kuat pada asepak teologis.
Kendati demikian, adanya internalisasi pengetahuan mengenai religiositas perlu di bekali sejar dari kecil. Masifnya perlengkapan teknologi, yang kian hari kian berkembang, membuat fasilitas berbau pelayanan seksual berkembang begitu masif.
Kali dan secercah harapan. Di akhir cerita gubahan Marguerite Yourcenar, seorang bijaksanak yang digambarkan begitu kurus seperti batang pohon pisang, menyampaikan sebuah narasi kebijaksanaan; "Keinginan telah mengajarkan kepadamu, betapa sia-sianya keinginan," katanya, penyesalan mengajarkan betapa sia-sianya penyesalan. Bersabarlah wahai ketidaksempurnaan, berkat engkaulah kesempurnaan menyadari dirinya. Bersabarlah kemarahan, karena engkat tidak kekal abadi."
Tersirat begitu dalam, perlu untuk diresapi. Nafsu sebagai panglima, akan membuat kocar-kacir manusia. Kendati demikian teruslah memohon perlindungan, sejatinya manusia itu lumbung sebuah kesalahan. Maka dari itu, tak bijaksana bila saja, kita selalu menghakimi tanpa melihat diri kita terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H