Kesadaran diri untuk meretas kejumudan berfikir dan saklek harus ada di setiap insan modern hari ini. Dewasa dan berani berdialog sangat diharapkan untuk menciptkan etika moral sesuai dengan kondisi hari ini. Saklek merupakan penyakit berbahaya bagi manusia.
Euforia untuk meramaikan hari ramadhan tidak bisa dibendung, karena itu semua datang dari pribadi masing-masing. Yang menjadi perhatian lebih ketika euforia itu, sebenarnya meimiliki beberapa takaran untuk bisa diterima masyarakat. Ketika euforia ini tidak atau kurang bisa diilhami dengan bijak maka jelas akan menimbulkan gesekan.
Di samping itu, ada pula faktor estetika dalam seni untuk mempengaruhi seseorang unjuk bicara karena merasa terusik keberadaan segerombolan kaum dengan bereuforia untuk apresiasi music pada malam sahur. Kurangnya kreatifitas dan penyampaian nada atau kata yang kadang tidak sopan, adalah faktor penyebabnya.
Menghilangkan kebiasaan lama karena dianggap usang dan kurang relevan dapat diatasi dengan akulturasi peningkatan kualitas agar mudah diterima masyarakat. Kemasan dengan akulturasi dapat meminimalisir rasa muak karena kurang profesionalnya pelaku dalam mengemas seni.
Semua itu dalam kajian ilmu etika memiliki garis teori sebagai teori korelasi antara hak dan kewajiban individu atau kelompok yang hidup dalam satu lingkup sosial. Bagaimana sebenarnya teori korelasi ini bisa berperan untuk kehidupan kelompok. Teori korelasi banyak digunakan oleh kaum utilitarian.
Kaum utilitarian secara pengertian memandang hidup itu mengenai pengaruh baik dan buruk. Bila seseorang melakukan sebuah kebaikan maka akan mendapatkan beberapa keuntungan berupa jaringan progresif, kehidupan dengan motivasi baik, dlsbh. Begitu sebaliknya dengan pengaruh negatif.
Berjalannya waktu, tolak ukur atas ilmu dan seni semakin masif. Ekspektasi masyarakat juga mengalami variasi terus berbeda dan mengalami peningkatan. Maka, hubungan korelasi ini, akan berpengaruh antara hak dan kewajiban yang saling berkaitan.
Hak seseorang akan menagih kewajiban atas kelompok atau individu. Ketika penabuh genderang sahur atau orator masjid ketika membangun sahur menjalankan aksinya, maka reaksi mereka akan berakibat pada masyarakat yang mendegarkan ngiangan intonasi atau bahkan secara non-verbal bila dilihat dengan empiris. Hubungan kedua itu akan timbul kritik dan apresiasi sesuai dengan ekspektiasi yang telah ditangkap pendengar.
Filsuf Inggris John Stuart Mill (1806-1873) memberikan klasifikasi mengenai kewajiban antara lain; duties of perfect obligation, dan duties of imperfect obligation. Mill memberikan gambaran bagaimana kewajiban itu bisa berperan dan berguna antara dua sisi; individu dan kelompok. "Kewajiban sempurna" dan "kewajiban tidak sempurna" seperti itu harusnya terjalin hubungan antar individu atau kelompok.
Kewajiaban sempurnya lebih memiliki keterkaitan dengan hak orang lain dari setiap tingkah yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Sedangkan untuk kewajiban tidak sempurna lebih menekankan kepada efek hanya kepada individu semata. Klasifikasi itu mampu memberikan timbulnya klausul antar individu atau kelompok untuk mengatur tingkah laku dan posisi seseorang pada lingkup sosial.
Kebiasaan untuk membangunkan sahur dengan keliling dan menggunakan mega speaker dengan niat untuk membangunkan sahur dikemas parodi jelas akan mengundang perdebatan serius. Kepentingan dan kebutuhan setiap individu tidak bisa digeneralisir sesuai apa yang ada di isi kepala komunikator. Harus ada kesadaran paling minimal.