Tahun 2021, hampir memasuki triwulan. Banyak timbul gejala dan fenomena sosial membawa kepada beberapa dampak bagi masyarakat. Kelamnya dan ganasnya virus Covid-19, belum juga hilang dan masih menghantui masyarakat dari yang tak percaya akan keberadaannya hingga beberapa bersikukuh percaya dengan mengaitkan virus tersebut sebagai bukti kekejaman dari beberapa tokoh yang berkonsipirasi untuk mendapatkan kepentingan mereka.
Belum juga selesai virus covid-19, hingga diprediksi akan mengalami peningkatan dan kemungkinan untuk berlamanya virus tersebut di Indonesia. Beberapa masyarakat terpaksa untuk mengasah kembali nalar kritis mereka guna berkaca dan kritik kepada negara yang menjanjikan mengenai apa itu kedamaian dan ketentraman.
2021 bisa diharapkan mampu memberikan stigma positif pasca 2020 yang telah memberi luka karena efek luar biasa virus Covid-19 yang berakibat pada segmen sosial, ekonomi dan politik di beberapa negara di dunia. Efek domino dari resesi menyebabkan ambruknya beberapa perusahaan dan pekerjaan lainnya sebagai pundi-pundi moneter sektor mikro.
Kita bisa belajar bahwasanya tesis Karl Marx tentang hubungan suprasutruktur dan substruktur, memang masih benar adanya diluar dari konteks bergeraknya ala Marx yang terkenal revolusioner dan kadang apabila diterapkan pada hari ini, cara itu dianggap utopis.
Ekonomi adalah subab vital yang mengakibatkan pengaruh pada aspek sosial, politik, kebudayaan, dlsbh. Begitulah tesis dari Karl Marx memberikan gambaran bagaimana peranan ekonomi memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi stabilitas berkehidupan.
Resesi menghantam beberapa perusaahaan dan beberapa kelompok memberikan gambaran sungguh relevan bahwasannya ekonomi itu sebagai energy dari masyarakat.Â
Kondisi resesi dalam ekonomi timbul karena seretnya PDB (Product Domestic Product), dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti salah satunya tingkat dolar yang lesu karena sistem lockdown dan berpengaruh bagi perusahaan untuk menjual produk mereka ke negara lain --Ekspor.
Kondisi yang sedemikan rupa rumitnya, menggerakan pemerintah untuk mengatasi semakin keras jeritan masyarakat atas dampak resesi. Berbagai cara telah dilakukan dengan merenggangkan regulasi dengan memperlonggar makna lockdown yang sangat berbeda dengan beberapa negara di dunia seperti; Tiongkok, Korea Selatan, dan beberapa negara yang berada di Eropa.
Industri dan beberapa penyedia lapangan pekerjaan diharapkan mampu memberikan lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Walaupun beberapa pakar menyarankan untuk jadi seorang bebas berekspresi agar bisa membangun dan mendapatkan pekerjaannya sendiri. Jenis pekerjaan bersifat kerah biru masih diburu karena kondisi sosial dan kebudayaan yang terus berubah.
Menarik untuk kita dedah terkait dengan good effect dan bad effect dari sebuah industrialisasi. Dua kemungkinan itu bisa kita lihat dari runtutan efek dari industri yang menyebabkan kerusakan alam yang bisa kita lihat dari peristiwa banjir yang terjadi di Kalimantan sekitar Januari 2021.
Tidak hanya itu, di beberapa titik daerah pesisir utara Jawa mengalami imbas serupa, seperti yang terjadi di daerah Pekalongan, dimana air bah banjir bercampur dengan limbah pewarna batik yang menyebabkan kesadaran bagi masyarkat luar Pekalongan, bahwasanya disamping mencoloknya dan harumnya nama kota batik disitu harus pula diperhatikan mengenai kesadaran tentang ekologi.
Dua sisi tentang industrialisasi menarik untuk kita pahami bersama. Masyarakat membutuhkan pekerja untuk kehidupan mereka, disamping itu juga harus ada kesadaran untuk mengelola kondisi ekologi agar terawat dan bisa dirasakan kelas anak cucu kita kedepan.
Bagaiamana seharusnya kita menyikapi kondisi tersebut? Ada beberapa aspek yang harus berkontribusi dan menyuarakan atas kondisi yang terjadi hari ini. Khususnya para akademisi dan intelektual agar diharapkan mampu memberikan kritik dan solusi atas sistem regulasi yang kadang memberikan penyimpangan karena hanya memfokuskan kepada satu titik misalnya --keuntungan.
Keuntungan dan kelestarian ekologi kadang memiliki sebuah kontradiksi. Apabila beberapa pemodal yang hanya memfokuskan diri kepada keuntungan dan menomorduakan aspek ekologi, rentan akan terjadi rasa acuh. Gambaran ini bisa kita amati ketika hutan dibabat untuk dijadikan tempat reproduksi modal akan tetapi minim untuk menanyakan dan berfikir terkait dengan efek negatif yang berpeluang mengakibatkan malapetaka.
Sebelum kita mengkritisi dan menganggap sinis atas industrialisasi, ada kalanya kita untuk memahami kembali apa itu industri dan bagaimana industri bisa berpengaruh pada umat manusia.Â
J. Panglaykim dalam narasinya pada majalah Prisma Maret 1983, membagi sektor industri menjadi lima bagian; sektor industri tradisional, pertanian, pertambangan, berteknologi tinggi dan jasa.
Kelima sektor industry itu memiliki kompatibel dalam membangun perekonomian, salah satunya dengan mengindikasikan hasil dari produksi untuk meningkatkan tingkat penawaran pada sektor dalam maupun luar negeri. Peranan pemerintah juga berpengaruh untuk memberikan regulasi agar menciptakan sistem perdagangan dalam negeri bisa berjalan dengan baik.
Anti Kapitlalisme. Masih Relevankah?
Kapitalisme masih menjadi perbincangan menarik. Dimulai dari ditemukannya kapitalisme memberikan sisi baik dan buruk atas perekonomian. Antitesa dari kapitalisme, diadopsi dari sebuah penderitaan karena sistem produksi yang rakus dan menghantam sistem sosial hingga diklaim sebagai penghisapan.
"Hantam dan hancurkan kapitalisme" sering dijadikan jargon dengan mengkorelasikan dengan kondisi sosial yang berada disekitar mereka. Munculnya liberalisasi dan ditentang dengan pemikiran klasik Marxian membenturkan dua pola pemikiran tersebut, hingga sekarang masih sering didiskusikan dengan saling mengadu dan memperkuat argumen satu sama lain.
Dilema memang, bila kita kontemplasikan pada hari ini terkait dengan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang yang harus kita perhitungkan kembali. Mengapa bisa demikian? Konteks pertentangan kapitalisme tidak semudah seperti apa yang terjadi pada abad ke-18. Konteks hari ini lebih kompleks, sehingga sering menimbulkan perubahan luar biasa dari makna kapitalisme yang sering kita pahami hari ini.
Kebutuhan akan sumber modal yang akan memantik aktifitas perekonomian, tidak bisa kita anggap sebelah mata, dan bisa dikatakan penting. Perkembangan teknologi hingga berakibat pada peningkatan kualitas produksi pada pasar membawa banyak sekali perubahan khususunya beberapa terobosan baru dalam peningkatan aktifitas perkonomian.
Liberalisasi ekonomi menjadi salah satu aspek mengapa banyak menjamurnya perusahaan dan industrialisasi mencokol di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Kebebasan dalam pasar inilah yang menimbulkan bibit baru untuk menopang dan bersaing untuk mendapakan target pasar masing-masing.
Amartya Sen peraih nobel ekonomi asal India, memberikan gambaran bahwasannya kebebasan dan pembangunan ekonomi memiliki korelasi kuat untuk saling mendukung. Gagasan Sen sendiri sangat dijunjung tinggi oleh beberapa negara yang mengadopsi sistem perekonomian liberal. Walaupun tak sedikit untuk mengkritisi liberalisasi yang lagi-lagi kapitalisme dijadikan sebagai kambing hitamnya.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Menguasai alat produksi hingga kaum buruh menang? Orang-orang kapitalis belajar dari apa yang dilontarkan kaum Marxian misal dengan memberikan CSR kepada buruh dan lingkungan sekitar pabrik. Akan tetapi kadang tak banyak orang-orang pro Marxian untuk belajar apa yang dibutuhkan oleh kapitalis selain akumulasi primitif.
Pembengkakan jumlah penduduk yang semakin hari semakin naik, membutuhkan banyak sekali siklus pasar yang mampu menyediakan lahan basah untuk dijadikan tempat bekerja. Apabila tidak, negara akan terusik stabilitasnya karena problema klasik seperti kemiskinan dan pengangguran yang kemungkinan akan semakin membludak.
Tak lain dan tak bukan target kebutuhan berupa kesejahteraan ekonomi harus segera dibentuk alias jaring pengaman sosial harus segera dibuat. Belum lagi, harapan pendidikan dibutuhkan untuk mencapai ekspektasi pekerjaan yang lebih baik. Ekspektasi kadang tidak sesuai dengan realitas ketika keunggulan pribadi individu tidak bisa dikembangkan dengan baik.
Pencemaran lingkungan, eksploitas sumber daya alam sering memenuhi framing didalam pemberitaan. Kesadaran pada kelestarian sumber daya alam yang menciptakan pola pemikiran sadar ekologi secara radikal mengapa bumi ini semakin hari semakin hilang kelestariannya.
Klasifikasi industrialisasi harus bisa dipahami dengan bijaksana. Pasalnya, tidak semua memiliki sifat destruktif. Harus ada pemahaman dengan kepala dingin dan mempertimbangkan segala kemungkinan baik dan buruk hari ini dan esok dari hasil pengelolaan kapital.
Tentang kapitalisme, konsep pemikirannya telah mengalami perubahan hingga Jurgen Habermas salah satu tokoh mazhab Frankfurt memberikan beberapa solusi konstruktif dengan menguliti dan mengkritis kapitalisme bukan lagi tentang merebut alat produksi, tetapi dengan memperkuat kembali peranan pendidikan dan strategi komunikasi.
Hasil dari penguatan pendidikan dan komunikasi memberikan dorongan nalar kritis individu untuk mempengaruhi kelompok, sehingga terjadi sebuah kesadaran yang realistis.Â
Samir Amin dengan teorinya yang mengklasifikasi daerah berdasarkan kemampuan dan keterkaitan secara ekonomi memberi aba-aba untuk membangkitkan ghirah berfikir kritis untuk mengamati kembali keterkaitan negara untuk menanamkan kapitalisme.
Isitilah negara dunia ketiga menurut Andre Guder Frank sebagai The Bondage Of Debt. Negara dunia ketiga sering dijadikan lahan eksploitasi yang kadang harus mengorbankan harkat dan martabat dari sektor sosial, ekonomi dan politik. Kerusakan lingkungan dan peristiwa jual pual riskan terjadi karena ini.
Sedangkan untuk negara pionir sumber daya sebagai Debt Economy, yang lagi-lagi menjadi biang kecanduan negara dunia ketiga untuk tergiur atas tesis WW. Rostow untuk bisa menjadi prototipe negara seperti yang Rostow impikan.
Kemajuan beberapa negara untuk meningkatkan perekonomian banyak yang menggunakan konsep pasar terbuka. Dukungan industrialisasi memacu peningkatan produk yang berefek pada peningkatan perekonomian melalui sistem impor maupun ekspor.
Hari ini kebutuhan untuk memperbanyak produksi barang sangat dibutuhkan untuk membangkitkan kesejahteraan pada masyarakat. Beribu-ribu manusia bekerja pada sistem industri untuk mengharapkan timbal balik berupa uang guna menghidupi kepala keluarga mereka.
Bayangkan saja, bagaimana reaksi mereka mendengar teori untuk merebut alat produksi dengan alasan kesejahteraan bersama? Mungkin saja, gelak tawa dan cengir akan timbul diraut muka mereka. Mereka membutuhkan kejelasan untuk --benar menghidupi mereka sepenuhnya.
Francis Fukuyama dalam bukunya berjudul Trust, memberikan gambaran menarik untuk memperkuat social capital dalam mengatasi keresahan seperti kemiskinan dan penganggrua.
Kesadaran dan kepercayan untuk bergerak bersama mampu mengatasi perekonomian dengan baik. Bukan lagi tentang penghancuran dan mematikan satu sama lain yang jauh dari prinsip kebersamaan. Yang dibutuhkan adalah karya bagi masyarkat untuk memperkuat rasio jangka pendek dan jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H