Mohon tunggu...
M. Ghaniey Al Rasyid
M. Ghaniey Al Rasyid Mohon Tunggu... Freelancer - Pemuda yang mencoba untuk menggiati kepenulisan

Orang yang hebat yaitu orang yang mampu untuk mempertahankan prinsip mereka dari beberapa kontradiktif

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Quo Vadis Ekonomi Pancasila

7 Oktober 2020   02:13 Diperbarui: 7 Oktober 2020   02:18 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Borneonews.co.id

"segala bentuk kepemilikan ranah strategis harus dikuasai oleh negara"

Begitulah sedikit kutipan yang saya ambil dari pasal 33 UUD 1945, yang membahas tentang keberpihakan ekonomi Indonesia. Banyak sekali yang menakar kembali keberadaan ekonomi pancasila yang didambakan sebagai patronase membangun peradaban maju khas Indonesia.

Tak pelak, sering terjadi disrupsi sehingga memaksa Indonesia untuk menggunakan paradigma ekonomi baru yang lebih taktis dan bagaimana kabar ekonomi pancasila?

Ekonomi pancasila seakan telah tenggelam ditelan bumi oleh eksistensi yang lebih berhasil dan mencolok seperti ekonomi yang terkesan liberal. Beberapa negara yang telah menjalankan sistem ekonomi ini mampu bersaing dalam kancah internasional dan mampu membawa masyarakat lebih modern secara empiris.

Alasan yang klasik yang sering kita dengar seperti "lebih baik makan tempe dan gaplek akan tetapi berdikari dikaki sendiri" mengkonstruk masyarakat untuk tetap tersenyum dan riyang gembira walaupun makan tak enak ditenggorokan dan selalu nerimo ing pandum walupun sejatinya tidak sepakat dengan analogi itu.

Ekonomi pancasila telah menjadi romantisme semata, yang sering dipaparkan dikursi lusuh pendidikan di Indonesia. Terkadang pemikiran ekonomi pancasila hanya sebagai angan yang tak kunjung terealisasikan.

Tampak bebeberapa segelintir orang yang kritis menyikapi keberadaan ekonomi pancasila karena secara epistemologis pancasila mempunyai esensi yang kuat.

Sempat pada waktu itu Ir. Soekarno berpidato di kancah internasional menyampaikan esensi Pancasila, sontak negara manapun berdiri dengan tepuk tangan yang hebat untuk menghargai Aksiologi dari pancasila bagi masyarkatnya.

Berkaca dari Amerika, Eropa, Japan yang mengadopsi liberalisasi pasar dengan membuka kran investasi sebesar-besarnya, menciptakan sebuah dobrakan tersendiri bagi ekonomi mereka yang sering menjadi topic pembahasan di wedangan ala mahasiswa untuk mengisi waktu nganggur mereka dengan mengadu nalar.

Memang keberhasilan ekonomi liberal sering menjadi topic perbincangan dari kalangan grassroot hingga akademisi. Sekaliber Francis Fukuyama yang menyatakan final sistem liberali-kapitalistik sebagai paradigma yang menang di abad 21.

Beliau juga menyinggung belahan dunia bekas komunis yang sedang mengalami kemunduran hingga berujung kepada pemerintahan yang anarkis dan otoriter.

Bandingkan dengan negara yang liberal. Menurut Beliau, mereka akan lebih maju karena tujuan final yaitu kemapanan materialistic dan pencapaian sekrup liberal dari berbagai sektor seperti; tekonologi, ekonomi dan sosial.

Bila kita kontemplasikan dengan ekonomi pancasila sejatinya terdapat irisan yang menjadi pemerkuat ekonomi pancasila untuk eksis dikancah internasional.

"cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat"

Menyimpang sedikit dari pembahasan sebelumnya, terkait dengan sistem koperasi yang digaungkan oleh Dr. Moh. Hatta sebagai sebuah fiksi penyatu umat dalam membangun sebuah wacana gotong royong dalam kehidupan di Indonesia.

Koperasi ditujukan sebagai alat untuk menggulingkan eksploitas besar-besaran yang merugikan rakyat. Asas kekeluragaan yang menjadi ruh penggerak, diimpikan oleh bangsa sebagai penyatu semangat gotong royong dalam aspek sosial dan ekonomi.

Tenggelamnya koperasi dalam masyarakat patut kita telusuri dengan baik, pasalnya superioritas semangat kekeluargaan yang dimiliki koperasi sebagai sebuah epsitemologi untuk menjadikan bangsa yang guyub rukun.

Sistem koperasi berbeda dengan sistem yang ada didunia seperti sistem sosialis-komunis, hingga libaralis-kapitalistik. Sistem komunis yang tidak menekankan kepemilikan oleh beberapa individu melainkan menekankan kepada objek kognitif bagi sistem kerja secara kolektif.

Pemahan tersebut berbanding terbalik dengan pemikiran liberalis-kapitalistik yang menekankan kepada kebebasan untuk mengolah segala bentuk sumber daya dengan menekankan individu sebagai kunci.

Melalui beberapa sistem yang diciptakan muncul beberapa istilah yang memiliki sifat kausalitas seperti negara dan koorporasi. Negara membangun sistem untuk kemaslahatan bersama yang seharusnya membela rakyat dan yang berada dibawahnya sedangkan untuk korporasi mempunyai porobabilitas negatif yang menekankan subjek untuk menggali lebih dalam demi kepentingan eksploitasi.

Pemahaman Keynesian yang membutuhkan negara dalam menciptakan stabilitas dalam bernegara nampaknya juga mempunyai kemungkinan buruk dengan munculnya pertarungan kartel dan dinamika ekonomi mengarah kepada monopolisitik-oligopoli.

Paradigma ekonomi pancasila diharapkan oleh Dr. Moh Hatta untuk menanggulangi dan menyelesaikan permasalahan klasik seperti kemiskinan, pengangguran dsb.

Akan tetapi masyarakat sering terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang sistem pancasila. Mereka terjebak dalam bayang-bayang yang membius kepada kesetaraan, hidup tentram hingga terjebak dalam zona nyaman.

Peranan ekonomi pancasila sebenarnya bukanlah sebuah sistem yang pragmatis untuk membangun bangsa yang madani. Pasalnya peranan subsektor mikro dalam ranah perekonomian harus benar-benar dijalankan dengan baik dan disipilin sebagai ciri khas pancasila.

Peranan mikro dalam ekonomi pancasila harus berdarah-darah untuk memastikan diri, untuk menguasai perekonomian dengan baik. Mengenai swaastanisasi yang dalam prespektif liberal-kapitalistik, mampu mencetak sebuah perekonomian yang hidup dan berkembang, begitu pula dengan ekonomi pancasila.

Mengambil istilah masyarakt sipil yang disampaikan oleh Francis Fukuyama. Bahwasannya masyaratat sipil adalah jiwa dari sebuah perubahan perekonomian. Masyarakat sipil yang sadar akan membangun pondasi kuat bagi bangunan ekonomi sosial yang tangguh.

Peranan swastanisasi tidak bisa kita pungkiri untuk laju perekonomian yang lebih bagus. Fleksibilitas aliran modal dibutuhkan untuk mengembangkan dan mengelola sumber daya yang ada. Tanpa itu ekonomi akan mati dan tidak bisa berkembang dengan baik.

Swastanisasi ekonomi pancasila membutuhkan pernana mikro sebagai masyarakat sipil internal negara untuk bisa menguasai subsektor strategis dan bekerja sama dengan pemerintah bagi kemakmuran bangsa.

Perihal skeptisis untuk menguasai sektor strategis adalah penghambat bagi kader bangsa Indonesia untuk unjuk gigi ditataran ekonomi global.

 Ekonomi pancasila membuka swastanisasi untuk membuka kran perkembangan perekonomian akan tetapi dalam jalannya sistem tersebut harus diawasi dengan ketat, melalui penempatan swastanisasi yang terorganisir dengan baik bagi kesejahteraan sosial (Mubyarto; 1994).

Beberapa ranah strategis seperti sumber daya strategis (minyak, oli, dan batubara), seharusnya pemerintah mampu mengakusisi dan mengelola dengan presentase lebih besar dibandingkan para pemodal asing yang lebih individualistis.

Berbeda dengan penganut sistem liberal-kapitalistik, perihal kepemilikan berlaku secara bebas, siapa kuat maka mereka berhak berkuasa penuh sesuai prepektif korporatif.

Ekonomi pancasila seyogyanya mendidik individu untuk bisa bekerja dengan tujuan kolektif dan tujuan final bagi perekonomian bangsa. Penetrasi berupa pencerdasan patut untuk disampaiakan dengan pencerdasan melalui pendidikan dan stimulus kebijakan melalui institusi pemerintahan.

Dalam ranah pendidikan pelajar sering dibenturkan dengan prespektif perekonomian yang mengarah kepada sifat liberalis-kapitalistik dengan diajarkannya aliran ekonomi arus utama --Neoklasik.

Gilang gemilang bangsa yang menggunakan perkonomian ini mencuci otak para penerus bangsa dengan menganggap bahwa jalur liberalism-kapitalistik merupakan jalur ridho dalam menciptakan rute perekonomian yang madani.

Masyarakat kecil yang menangis akibat tabiat kapitalis untuk menguasai tanah dengan alasan filantropik, melukai sebuah esensi ekonomi pancasila yang digadang-gadang memberika kesejehteraan dan keadilan sosial.

Nahas, yang terjadi sebuah analogi berupa keterjajahan dinegara sendiri. Konservatif sering dituduhkan bagi mereka yang tidak sepekat dengan dogma populis kaum bermodal.

Dalam prespektik ekonomi pancasila, digencarkan untuk menciptakan dinamika sosial yang koperatif. Kerja sama antar individu atau kelompok demi kemaslahatan kolektif.

Keterjebakan mindset masyarakat Indonesia dengan pemahaman yang bersifat liberalistis berdampak kepada kerakusan yang dapat mencederai golongan satu dengan yang lain.

Thomas Hobbes mendeskripsikan virus ini sebagai Homo Homini Lupus. Prespektif ekonomi liberal membawa individu kepada arah yang lebih kompetitif.

Ada dua sisi pandang esensi kompetitif yang dimimpikan oleh Adam Smith ketika hasil dari persaingan akan membantu golongan yang lemah menjadi lebih baik akan tetapi orang surga seperti itu hanya secuil ditengah kehidupan yang kompleks ini.

Ekonomi pansila seharusnya datang untuk menyadarkan dan menetralisir asas-asas liberal yang kadang melupakan makna kolektif yang terdapat dalam pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun