Anak bangsa sejatinya adalah penerus bagi kemajuan sebuah bangsa. Anak bangsa harus menempatkan diri mereka sebagai penggeraka dikala jiwa-jiwa lama menuntu kita untuk bisa kembali membantu dan menyejahterakan mereka. Pemikiran lama yang kurang lagi relevan, harus diupgrade kembali dengan pemikiran baru yang lebih baik dan mumpuni. Penyesuaian zaman harus ditentukan oleh anak zaman itu sendiri. Memilih menjadi seperti apa dan bagaimana tergantung dari mereka seorang anak zaman.
Iri dengki adalah sebuah  penyakit yang harus ditinggalkan oleh anak zaman. Minder dengan kemampuan pribadi adalah sebuah hal yang tidak pantas untuk dilakukan yang menambah pekik permasalahan dan melupakan eksistensi mereka sebagai roda penggerak. Kecacatan kepercayaan diri sering membelenggu individu sehingga ia tidak leluasa dalam menjalani kehidupan yang dinamis dan kompleks ini.
Berkutat pada masalah yang monoton terkesan individu sering terjerembab dalam jurang yang tidak bisa membawa mereka kedalam perkembangan yang luar biasa. Iri, dengki dan percaya diri membawa mereka kepada jurang kemunduran yang disibukan dengan pengamatan terhadap objek dan lupa kepada diri kita sendiri.
Alam diciptakan dengan segala bentuk sebab akibatnya membawa kepada runtutan perubahan yang saling keterkaitan. Hal ini akan membawa sebuah perubahan yang dramatis dalam berkehidupan. Seseorang kadang dipaksa untuk bisa menyesuaikan diri mereka agar tidak tergilas oleh zaman. Hal yang sering digeluti dan sangat dicintai --pasion, sering ditinggalkan demi sesuai dengan kepentingan zaman. Individu inilah yang sejatinya tidak percaya diri dengan apa yang ia miliki demi memilih kepentingan praktis agar apik terlihat oleh dogma zaman temporer.
Iri dengan termotivasi sangatlah berbeda. Iri salah satu bentuk reflek individu yang dimanifestasikan kedalam bentuk negatif, sedangkan untuk termotivasi lebih kepada kompulsif yang mengakibatkan individu untuk bisa bergerakan kepada tahapan yang lebih positif. Iri akan mengantarkan kepada jurang keburukan dan ketertinggalan, dikarenakan iri sendiri menghambat gerakan individu untuk eksis dan menjalankan segala bentuk kebaikan.
Penyakit iri tidak bisa kita pandang sebelah mata. Penyakit ini sering menjangkit manusia pada umumnnya. Kehidupan yang saling bersinggungan antara individu lain akan memberikan sebuah interaksi dan komunikasi satu sama lain. Hal yang dilakukan oleh individu akan dibaca oleh individu lain, segala bentuk pencapaian pribadi akan terpaks dilihat oleh kelompok atau individu lain.Â
Suka dan tak suka secara pragmatis akan terjadi dalam linkgup sosial tersebut. Seperti yang disampaikan oleh hegel dalam realitas sosial terdapat tesis dan antithesis, begitulah kehidupan akan berjalan dan bergerak dimana akan terjadi sebuah pertentangan antara satu sama lain. Cerminan tersebut bisa terjadi ketika kita belum tentu disenangi oleh individu lain. Beruntunglah bagi mereka yang mampu memposisikan diri dengan bijaksana untuk kehidupan yang lebih baik.
Belajar dari kaum stois
Salah satu kaum stois yang terkenal bernama Zeno di Athena pada kurun waktu sekitar 300 SM. Stoisisme merupakan filsafat yang dikembangkan oleh Diogenes dalam menjalani hidup yang sebenar-benarnya hidup. Kaum stois dikenal sebagai pribadi yang sangat bijaksana dalam menangkap segala bentuk gejolak dalam berkehidupan. Mereka melakukan sebisa mungkin dan sebaik mungkin dalam berkehidupan tanpa ada rasa bimbang maupun berfikiran buruk terhadap individu lain.
Kehidupan yang kompleks ini semakin hari semakin membentuk diri kita agar lebih fleksibel dalam memandang dan menjalani sebuah realitas. Penat, tertekan dan frustasi sering menghampiri beberapa individu karena tidak kuatnya mereka dalam memandang dan menjalani realitas yang terkesan sangat mengekang. Munculnya stoisisme walaupun bisa dikatakan kuno, akan tetapi mempunyai nilai dan relevansi untuk memberikan rekomendasi dalam menjawab tantangan zaman.
Stoisisme merupakan sebuah strategi taktis dalam menjalani sebuah kehidupan. Mengapa bisa dikatakan taktis? Dikarenakan dalam ajaran stoisis ini menyampaikan beberapa rekomendasi untuk bisa hidup dengan damai dengan cara menyatukan subjek kita dengan alam. Kita tidak bisa hidup sendiri dan menentang realitas dengan sendirinya menurut teori stoisis bahwa pergulatan kita dalam berkehidupan yaitu dengan menakar kembali keterkaitan kita antara alam dan individu.
Menyatu dengan alam adalah aspek dasar orang-orang stoisis untuk menjalani dunia. Orang stoisis lebih berada pada jiwa yang tenang dikarenakan mereka sangat tenang terhadap segala bentuk kehidupan yang kadang membuat gusar. Mereka tidak membuat pusing segala bentuk tekanan ataupun hasil final yang kurang sesuai dengan ekspektasi yang mereka buat.
 Mereka lebih menitikberatkan kepada sebuah perjuangan individu untuk hidup dan menciptakan sebuah target tertentu dalam berkehidupan. Apabila ekspektasi mereka tidak tercapai disinilah peranan kebijaksanaan orang-orang stoisis, mereka akan tetap tenang dan merasakan apa yang alam berikan tanpa ada rasa membenci sekalipun.
Hukum alam menurut kaum stois sendiri sebagai ruang dan waktu yang mempengaruhi manusia dalam menjalani kehidupan. Hukum alam memberikan sebuah penetrasi dalam kehidupan manusia yang kadang memberikan tujuan tertentu berbeda jauh dengan ekpestasi yang kita sengaja buat. Kondisi ini sebagai bentuk implementasi dari filsafat yang disampaikan oleh demokritus bahwa alam semesta merupakan sebuah satu kesatuan yang saling memiliki keterkaitan.Â
Alam akan mempengaruhi beberapa individu terkait dengan apa yang telah mereka kontruksikan. Alam akan mempunyai dampak yang berupa dukungan maupun pertentangan. Subyek selaku indivud seharusya sudah katam dalam mengamati realitas ini, apabila tidak rentan terjadi sebuah penyakit hati yang dapat menrunkan kualitas diri Individu ataupun kelompok tertentu.
Kehidupan yang sangat kompleks ini dan kental sekali dengan kebudayaan yang masuk menghujam kebudayaan pribumi, sering membuat bimbang individu selaku cerminana dalam kebudayaan. Penempatan stoisis sebagai bius untuk tetap berfikir positif dalam mengamati realitas sosial yang ada, menenangkan diri dan tetap melakukan yang terbaik, bisa kita adopsi dari para kaum stois yang mempunyai idelisme tinggi dalam menjalani kehidupan yang fana ini.
Iri dengan prestasi salah satu individu merupak sesuatu yang sia-sia, lebih baiknya bergerak dan memfokuskan diri kepada apa yang kita miliki untuk membangun karir dan masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H