Kedua, Kaum populis lebih menekankan atas penghianatan elit terhadap rakyat, melalui modus korupsi, oligarki, dan kecacatan dalam kepemimpinan yang membuat rakya menderita. Ketiga, tuntutan dari kaum populis untuk mendatangkan pemimpin yang karismatik berdasarkan dengan selera mereka.Â
Populisme sering digunakan oleh beberapa pemimpin untuk menciptakan ciri khas untuk masyarakat sebagai tanda, gerakan yang akan mereka lakukan. Gerakan yang merakyat yang disesuaikan dengan kondisi kultural dan historis suatu bangsa akan berakibat kepada citra yang baik kepada para pemimpin dimata masyarakat.Â
Kondisi mayoritas sering diadopsi dari sikap, perilaku dan keberpihakan untuk menciptakan common enemy yang dapat berpengaruh bagi solidaritas kelompok yang berujung bagi meningkatnya reputasi golongan tertentu, hal inilah yang berakibat adanya populisme.
Berbagai pemimpin populis mulai bermunculan di berbagai pemerintahan yang ada di dunia. Negara yang terletak di Amerika latin beberapa banyak yang secara tidak langsung mengusung prinsip-prinsip populisme.Â
Hugo caves di Venezuela, Evo Morales di Bolivia dan Luiz inazio dal silva yang berada di brazil teridentifikasi melalui gerak perpolitikan mereka yang berbau populisme. Gerakan yang mereka lakukan dilandaskan oleh kondisi sosial yang terjadi dalam suatu kondisi sosial yang ada dalam suatu negara.Â
Luis Inazio da Silva (Lula), yang melakukan pencalonan diri sebanyak tiga kali, dengan hasil menang pada pencalonan yang ketiga, menggunakan strategi bervariatif untuk menyampaikan eksistensi dia dimata masyarakat. Lula sendiri sering bergonta-ganti prinsip untuk menyampaikan karakter ia kepada masyarkat.Â
Dari kanan hingga kiri telah ia lakukan untuk menciptakan sebuah racikan yang pas, untuk menarik perhatian rakat brazil. Mengambil istilah dari Paul Taggart, bahwa populisme seperti (hewan Bunglon) yang bisa merubah kulitnya untuk beberapa situasi dan kondisi, agar dapat diterima dilingkungan dan terhindar dari eliminasi. Â
Lula da silva menjadi presiden brasil 2 periode pada tahun 2002 dan 2006. Memiliki sisi historis yang menarik. Pergolakan perpolitikan di brazil yang dahulu masih kental dengan kedudukan militer menggugah lula untuk bisa masuk dalam kontestasi pemilihan presiden agar nampak sehat dari sisi demokrasi dengan majunya masyarakat sipil.Â
Dari tahun 1989-1998 Lula mengalami gagal dalam mencalonkan diri sebagai presiden brazil. Beberapa pesaing yang telah ia lakoni mempunyai paradigma sendiri yang kental untuk menarik perhatian rakyat. Mulai dari membawa isu ekonomi yang kuat oleh pesaingnya bernama Cardoso hingga dictator yang otoriter Jendral Humberto Castelo Branco.Â
Lula untuk menarik perhatian rakyat brazil sering menggonta-ganti koalisi dari haluan kanan, tengah, hingga kiri. Pasalnya dari beberapa periode pemilihan, Lula sering melakukakn Check and Recheck terhadap paradigm yang telah ia canangkan agar diterima oleh rakyatnya (Yuana, 2017).Â
Pemerintahan Cardoso mengalami blunder dalam kebijakan ekonomi dengan ditandai oleh kehilangan control pasar saham yang jatuh, dan dengan ditandai oleh resesi ekonomi, kesempatan itulah yang digunakan oleh Lula untuk membangung sejumlah pondasi untuk memperbaiki kebijakan Cardoso yang telah gagal, seperti menciptakan kestabilan perekonomian mikro dan makro, menurunkan kemiskinan dan penganggruan ekonomi yang telah terjadi pasca pemerintahan Cardoso, Dsb. Minat perhatian rakyat mengalami kenaikan hingga mencapai angka 61%.Â