Masih ingat dengan berita Tim Nasional Sepak Bola Indonesia yang sempat tenar pada pertandingan nya di Danone Nations Cup (2017) di Red Bull Arena, New York, Amerika Serikat?
Para tim sepak bola Indonesia telah menunjukkan sikap terpuji mereka dengan mencium tangan para wasit sebelum perlombaan dimulai. Walau tidak membawa kemenangan, tim sepak bola Indonesia telah membuat orang-orang luluh dan memberi rasa hormat kepada tim. Ternyata ini telah menjadi kebiasaan mulia Tim Nasional Sepak Bola Indonesia, khususnya dalam pertandingan Danone Nations Cup.
Warga Indonesia juga tak akan lupa dengan aksi salim yang juga dilakukan oleh warga luar negeri, yaitu members NCT Dream (boyband asal Korea Selatan) yang sedang konser di Indonesia. Ketika bertemu seorang Youtuber atau selebriti bernama Fadil Jaidi serta pak Muh (ayah Fadil) di backstage, members NCT Dream mencium tangan pak Muh.
Hal ini sontak membuat Fadil terkejut dan tertulis “KAGET PADA SALIM😭” pada Channel Youtube Fadil (@ Fadil Jaidi). Ini menunjukkan betapa hormat para member NCT Dream kepada orang lebih tua serta paham dengan budaya sopan santun di Indonesia, meskipun cara menyapa orang lain di negara mereka adalah dengan membungkukan tubuh condong ke depan. Kira-kira, apa anak muda sekarang masih mengaplikasikan salim dan cium tangan dalam keseharian mereka? Mari bahas lebih lanjut.
Cium tangan atau lebih akrab disebut dengan salim/salam adalah salah satu kebiasaan (folkways) yang secara luas diimplementasi oleh masyarakat di Indonesia. Salim ini menggambarkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua: orang tua, guru, tamu, sanak saudara, dan lain-lain. Salim tak hanya bisa dipraktekkan dengan orang yang lebih tua, tapi bisa dilakukan dengan yang lebih muda dan sebaya.
Tata cara salim yang umum adalah dengan menerapkan gesture berjabat tangan (dengan tangan kanan), menundukan kepala dan kemudian mencium tangan – tergantung perspektif dan umur. Bersalaman juga telah menjadi rutinitas di beberapa acara: pernikahan, wisuda, atau sekedar bersilaturahmi dengan sesama.
Menurut beberapa sumber, tradisi salim ini menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia karena akulturasi budaya lokal dengan kepercayaan agama Islam. Pada dasarnya, umat Islam itu mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa saling menghormati antar sesama manusia adalah akhlak yang terpuji, mengedepankan sopan santun, serta rasa menghargai. Menurut Islam, hukum dari cium tangan (salim) ini adalah sunnah – dilakukan mendapat pahala, tidak dilakukan tidak mendapat apa-apa.
Di Indonesia, dengan mayoritas masyarakat muslim, kebiasaan ini sudah menjadi tradisi yang berlaku bahkan tidak hanya bagi masyarakat muslim, bahkan dijalankan oleh masyarakat yang menganut agama lain.
Kebiasaan cium tangan ini telah menuai berbagai dampak di masyarakat Indonesia. Ada yang menganggap bahwa tradisi ini sebagai hal yang patut dilakukan. Tetapi ada juga yang memandang tradisi ini sebagai hal yang biasa saja dan tidak wajib dilakukan. Seperti apa pengaruh perbedaan sikap masyarakat ini serta dampak yang akan terjadi bila tidak dilakukan?
Selain melakukan cium tangan sebagai rasa hormat, menghargai, tata krama kepada yang lebih tua, cium tangan ini bisa mengikat tali persaudaraan. Salim itu merupakan salah satu simbol perdamaian, karena dapat menambah rasa kepercayaan antar satu sama lain. Saling memberi kepastian dan tidak ada yang ragu. Kemudian, kebiasaan yang beradab ini juga terlestarikan. Gestur salim yang dilakukan itu simpel, namun penuh dengan makna. Sampai-sampai sekarang telah menjadi suatu hal yang turun temurun dilakukan.
Pada sisi lain, tidak melakukan salim adalah perbuatan tidak terpuji dari kebudayaan yang seharusnya dilestarikan. Seperti pengertian folkways sendiri yang berarti norma yang dilakukan berulang kali yang menjadi sebuah kebiasaan. Jika tidak dilakukan akan dapat hukuman sosial . Selain itu, tidak melakukan salim bisa saja dianggap sebagai seseorang yang tidak memiliki moral baik.
Moral menunjukkan bila kita sedang berada di jalan yang benar atau tidak, sesuai dengan aturan sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak terima dengan perilaku seperti ini karena dianggap melenceng. Terutama jika berhadapan dengan orang yang lebih tua, yang bisa jadi merasa tidak dihormati oleh anak-anak muda. Perasaan kejut ini diakibatkan karena mereka dahulu selalu diajarkan untuk berbuat sopan kepada orang lain. Sehingga tidak terima jika diperlakukan seenaknya.
Menurut empat siswa SMA kelas X dengan range umur 15-16, bahwa terdapat beberapa alasan mengapa ada orang-orang – terutama di kalangan muda – yang tidak mengimplementasi tradisi cium tangan. Pertama karena seseorang tidak mengenal pihak lain yang mereka hadapi. Sehingga tidak ada interaksi di antara kedua pihak. Lalu, bisa jadi orang tersebut memiliki sikap yang buruk. Biasanya orang yang seperti ini tidak memiliki rasa hormat kepada orang lain di sekitarnya, apalagi terhadap orang yang lebih tua.
Kemudian, social anxiety juga bisa menjadi salah satu faktor dari tidak terjalinnya proses salim dan cium tangan. Social anxiety dapat mempengaruhi kepercayaan diri seorang remaja karena mereka kurang bisa bersosialisasi. Biasanya sering terjadi di lingkungan pertemanan, dimana seorang anak tidak berani untuk menghampiri orang tua dari kawannya dan merasa gelisah dengan outcome nya. Hal ini juga berlaku di sekolah, dimana seorang siswa juga merasa takut bersalaman dengan guru-guru.
Perilaku anak muda, terutama mengenai kebiasaan cium tangan ini juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Bila orang tua tidak memupuk kebiasaan cium tangan sedari kecil kepada anak, maka anak juga tidak akan menerapkannya di luar rumah dan menganggap tidak melakukan salim itu sebuah hal yang biasa dan acuh terhadap kebiasaan ini.
Jika tidak melakukan gestur cium tangan, sebagai kebiasaan yang sudah mendarah daging di masyarakat, warga yang tidak melakukan akan mendapatkan hukuman sosial. Hukuman sosial ini berupa teguran, diberi ceramah, cemoohan, dan sindiran. Walau begitu, ada juga yang memilih untuk tidak memberi hukuman dengan membiarkan orang yang tidak melakukan cium tangan.
Namun, ada yang berpendapat bahwa tradisi cium tangan ini juga bisa dikategorisasi sebagai people pleasing. Seseorang harus terlihat sopan dan ramah, terutama dengan orang yang lebih tua.
Cium tangan ini juga bisa jadi suatu paksaan kepada seseorang agar mereka tidak terlihat buruk di mata orang lain. Meski begitu, cium tangan bukan sebuah hal yang menjadi paksaan. Tentunya semua orang tua ingin anaknya memiliki sopan santun, contohnya adalah hormat kepada yang lebih tua. Sebagai penanda bahwa mereka respect ini direfleksikan dengan adanya gestur salim dan cium tangan.
Sebagai sebuah kebiasaan (folkways), cium tangan sudah menjadi budaya turun temurun dengan manfaat-manfaat terpuji. Maka dari itu, pentingnya anak muda sekarang untuk membiasakan diri agar tradisi cium tangan bisa lebih mengikat tali persaudaraan antar masyarakat Indonesia yang dapat mendukung satu sama lain dan memiliki etika yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H