Pada sisi lain, tidak melakukan salim adalah perbuatan tidak terpuji  dari kebudayaan yang seharusnya dilestarikan. Seperti pengertian folkways sendiri yang berarti norma yang dilakukan berulang kali yang menjadi sebuah kebiasaan. Jika tidak dilakukan akan dapat hukuman sosial . Selain itu, tidak melakukan salim bisa saja dianggap sebagai seseorang yang tidak memiliki moral baik.Â
Moral menunjukkan bila kita sedang berada di jalan yang benar atau tidak, sesuai dengan aturan sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak terima dengan perilaku seperti ini karena dianggap melenceng. Terutama jika berhadapan dengan orang yang lebih tua, yang bisa jadi merasa tidak dihormati oleh anak-anak muda. Perasaan kejut ini diakibatkan karena mereka dahulu selalu diajarkan untuk berbuat sopan kepada orang lain. Sehingga tidak terima jika diperlakukan seenaknya.Â
Menurut empat siswa SMA kelas X dengan range umur 15-16, bahwa terdapat beberapa alasan mengapa ada orang-orang – terutama di kalangan muda – yang tidak mengimplementasi tradisi cium tangan. Pertama karena seseorang tidak mengenal pihak lain yang mereka hadapi. Sehingga tidak ada interaksi di antara kedua pihak. Lalu, bisa jadi orang tersebut memiliki sikap yang buruk. Biasanya orang yang seperti ini tidak memiliki rasa hormat kepada orang lain di sekitarnya, apalagi terhadap orang yang lebih tua.Â
Kemudian, social anxiety juga bisa menjadi salah satu faktor dari tidak terjalinnya proses salim dan cium tangan. Social anxiety dapat mempengaruhi kepercayaan diri seorang remaja karena mereka kurang bisa bersosialisasi. Biasanya sering terjadi di lingkungan pertemanan, dimana seorang anak tidak berani untuk menghampiri orang tua dari kawannya dan merasa gelisah dengan outcome nya. Hal ini juga berlaku di sekolah, dimana seorang siswa juga merasa takut bersalaman dengan guru-guru.Â
Perilaku anak muda, terutama mengenai kebiasaan cium tangan ini juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Bila orang tua tidak memupuk kebiasaan cium tangan sedari kecil kepada anak, maka anak juga tidak akan menerapkannya di luar rumah dan menganggap tidak melakukan salim itu sebuah hal yang biasa dan acuh terhadap kebiasaan ini.
Jika tidak melakukan gestur cium tangan, sebagai kebiasaan yang sudah mendarah daging di masyarakat, warga yang tidak melakukan akan mendapatkan hukuman sosial. Hukuman sosial ini berupa teguran, diberi ceramah, cemoohan, dan sindiran. Walau begitu, ada juga yang memilih untuk tidak memberi hukuman dengan membiarkan orang yang tidak melakukan cium tangan.
Namun, ada yang berpendapat bahwa tradisi cium tangan ini juga bisa dikategorisasi sebagai people pleasing. Seseorang harus terlihat sopan dan ramah, terutama dengan orang yang lebih tua.Â
Cium tangan ini juga bisa jadi suatu paksaan kepada seseorang agar mereka tidak terlihat buruk di mata orang lain. Meski begitu, cium tangan bukan sebuah hal yang menjadi paksaan. Tentunya semua orang tua ingin anaknya memiliki sopan santun, contohnya adalah hormat kepada yang lebih tua. Sebagai penanda bahwa mereka respect ini direfleksikan dengan adanya gestur salim dan cium tangan.Â
Sebagai sebuah kebiasaan (folkways), cium tangan sudah menjadi budaya turun temurun dengan manfaat-manfaat terpuji. Maka dari itu, pentingnya anak muda sekarang untuk membiasakan diri agar tradisi cium tangan bisa lebih mengikat tali persaudaraan antar masyarakat Indonesia yang dapat mendukung satu sama lain dan memiliki etika yang baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H