Kuhentikan kayuhan ku. Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri ku. 4:53.
"Cukup untuk hari ini. Saatnya pulang", batin ku.
Ku teguk air mineral sembari menikmati nuansa pagi hari.
Tatapanku tertuju pada sosok wanita di tepi bukit. Rambutnya tergerai tertiup angin pagi. Kedua tanganya terentang menikmati pagi ini.
"Ah... Sepertinya dia seperti ku. Penikmat nuansa pagi", batin ku.
Bersiap lagi aku mengayuh ketika tiba-tiba ku lihat wanita itu menghilang dari tepi bukit.
"Hah?! Dia terjatuh", panik ku lirih.
Bergegas aku berlari menuju tepian tadi. Ku longok kebawah, tapi tak nampak. Ku turuni perlahan lerengnya, tetap tak nampak.
Putus asa. Beranjak naik berharap ada yang dapat membantu.
"Mas, ngapain disitu?," teriak seorang bapak.
"Itu pak, ada yang jatuh disana", kata ku masih terengah-engah.
"Oooo.... udah sering itu mas. Ada yg liat orang jatuh tapi pas dideketin nggak ada siapa", ujar bapak itu sambil menyapu.
"Maksudnya pak?," tanyaku sambil menoleh ke arahnya.
"Iya, kayak gitu udah sering yang ngalamin mas disini. Ada yang liat perempuan, sering juga laki-laki. Tapi itu semua gak ada mas. Cuma isengnya mereka aja", jelas bapak itu.
"Mereka itu maksudnya makhluk halus pak? Tapi kan ini masih pagi pak", kata ku keheranan.
"Iya mas. Ya kalau makhkuk gitu mah gak peduli pagi siang sore mas. Kalau mau iseng ya muncul deh", paparnya.
"Ooh... gitu pak. Ya sudah pak saya pamit dulu", kata ku seraya menoleh ke arah bapak itu.
Sosok bapak itu tak nampak. Hilang. Hanya sepotong sapu lidi rapuh usang yang tergeletak di tempatnya tadi berdiri. Merinding.
Seketika ku kayuh laju. Meninggalkan tempat itu
Dan tanpa kusadari. Sesosok wanita tergeletak merintih menahan sakit di bawah bukit tadi. Dia tergelincir.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H