“cukup. Kita putus !” lanjut Nina.
“. . .” suasana hening, pikiranku pun juga begitu hening. Terdiam cukup lama karena aku sama sekali tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini dengan bunga sialan ini.
“Nina, ayolah. Ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan.” Meraih tangan Nina, menggenggam dengan eratnya namun dia melepas tanganku dengan acuh.
“jadi aku salah? Aku benar-benar salah dimata kamu ?” ucap Nina yang masih ingin berlari-lari dan aku pun ikut mengejar di belakangnya.
“bukan gitu, sebenarnya aku disuruh jagain bunga ini.” Seketika Nina yang tadinya hendak berlari tergesa-gesa, segera menghentikan langkahnya begitu saja.
“jadi kamu beneran ngak selingkuh ?” pandangan Nina seketika berubah, yang tadinya dia menghempas tiba-tiba kembali menggenggam, beralih pada pelukan layaknya dua Teletubbies.
Dengan berakhirnya perselisihan kami saat itu, kami kembali melanjutkan mengisi hari-hari bahagia kami dengan berkencan. Situasi saat itu memanglah terasa sangat canggung. Ketika untuk pertama kalinya aku harus membagi tangan-tangan ini secara adil disaat waktu yang bersamaan. Disatu sisi ketika aku harus memegang tangan Nina dan disisi satunya aku harus membaginya dengan memegang bagian yang lain, pot bunga pengganggu hubungan kecan orang lain. Dasar bunga sialan!
Semuanya berjalan lancar, tanpa adanya hambatan ataupun gangguan. Namun satu perkara tiba-tiba muncul disaat dengan bijaksananya aku harus menjaga keduanya. Persoalan ini datang ketika ceritanya aku ingin membelikan sesuatu yang manis kepadanya. Lalu secara spontan aku bertanya, “sayang kamu sukanya apa? Aku beli-in deh.” Sambil menggenggam tangan lembutnya. Lalu dia menjawab, “ih, kamu romantis deh. Jarang-jarang aku diperhati-in kayak gini.”
Dengan tanggapnya dia langsung menunjuk satu kedai es-krim disemberang jalan yang dia lihat sebelumnya. “sayang, aku ingin makan es-krim itu bareng sama kamu” ucap Nina dengan suara lembutnya.
Tanpa berpikir panjang aku hampiri kedai itu lalu aku beli es-krim yang dia suka dan kemudian kami makan bersama es-krim yang kami beli dengan wajah riang gembira, menghabiskan waktu dan saat-saat bersama. Hari pun tidak terasa semakin meredupkan cahayanya hingga malam benar-benar datang disaat kami sedang tidak ingin berpisah. Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang kurang dan aku menyadari keberadaan food truck yang sedari tadi terus bersama kami telah pergi. Pastas saja rasanya ada yang kurang dari pandanganku dan untung saja aku tidak meletakkan bunga sialan itu di dalam food truck bukan? Bodoh sekali jika aku melakukannya.
Disitu sekencang-kencangnya aku teriak, berlari dengan kecepatan penuh, mengejar food truck yang tidak tahu kemana mobil itu pergi namun aku tetap mengejar. Seperti orang gila aku berteriak di tengah jalan, tanpa alas kaki, rambut berantakan dan muka kusut, persis seperti gembel Satpol-PP bahkan keheranan dan hampir menagkapku akibat melihat orang aneh sepertiku mengejar food truck di tengah malam hari.