Mohon tunggu...
Gusty Fahik
Gusty Fahik Mohon Tunggu... Administrasi - Ayah dan pekerja. Menulis untuk tetap melangkah.

I'm not who I am I'm who I am not (Sartre)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan featured

Menengok Korupsi di Daerah

13 Januari 2019   10:05 Diperbarui: 14 September 2021   00:37 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com

Data PIAR NTT pada akhir tahun 2012 menunjukkan ada 98 (73%) dari keseluruhan kasus korupsi di NTT terjadi dalam institusi-institusi pelayanan publik. Meski data PIAR ini menunjukkan apa yang terjadi di NTT tujuh tahun lalu, tetapi kecenderungan korupsi masih saja berlangsung di NTT.

Dalam kurun 2015-2017 Pusat Anti Korupsi Undana (PAKU) mencatat ada 23 kasus korupsi di NTT. Tercatat ada 48 pelaku korupsi dari dari 23 kasus yang mana 25 pelaku adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Total kerugian negara akibat perilaku koruptif ini mencapai Rp. 45.123.127.566.

Keterlibatan ASN dalam tindak pidana korupsi ini dipertegas oleh data yang dikeluarkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 2018. Ada 2.357 ASN tercatat sebagai pelaku korupsi di seluruh Indonesia, di mana NTT menyumbang 183 orang ASN korup yang semuanya masih aktif alias masih menerima gaji dari negara.

Melawan Pemiskinan

Jika korupsi memang berimbas pada kondisi minus kesejahteraan masyarakat, maka yang terjadi di NTT sebetulnya adalah pemiskinan yang dilakukan oleh kalangan elit yang tanpa malu-malu memangkas anggaran publik untuk kepentingan diri sendiri. 

Pemiskinan yang terus berlanjut ini hanya akan melahirkan litani panjang yang selalu diulang dari tahun ke tahun mengenai NTT sebagai daerah yang butuh anggaran lebih untuk meningkatkan kadar kesejahteraan masyarakatnya. 

Pada gilirannya anggaran ini akan kembali disunat untuk kepentingan elit semata. Kondisi masyarakat menjadi jualan yang laris manis untuk memperkaya pundi-pundi segelintir orang.

Upaya melawan korupsi sebagai tindak pemiskinan di daerah harus dilakukan dengan mendorong partisipasi publik untuk terlibat melihat masalah-malasah yang terkait langsung dengan kebutuhan publik. Kontrol publik hanya mungkin terjadi bila pemerintah konsisten pada konsep transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola anggaran publik.

Selain itu, motivasi pemerintah juga perlu dijernihkan. Jargon-jargon tentang kesejahteraan yang biasa didengungkan sebagai jualan politik perlu diganti dengan prinsip pembersihan birokrasi dari kehadiran oknum-oknum koruptor yang memangsa anggaran publik. 

Artinya, kesejahteraan rakyat sebagai sebuah tujuan bersama hanya mungkin dicapai bila saluran untuk mencapainya telah dibersihkan. Aparatur negara baik eksekutif maupun legislatif di daerah adalah juga saluran yang membantu rakyat mencapai kesejahteraan. Bila saluran ini kotor atau tersumbat maka jangan harap kesejahteraan bersama akan dicapai.

Lebih jauh, kontrol publik bisa juga dijalankan dengan memaksimalkan peran aktor-aktor demokrasi di daerah. Jejaring gerakan dan media yang pro rakyat harus berani bersuara di tengah maraknya bualan jargon-jargon kosong yang tidak berarti apa-apa bagi rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun