Mohon tunggu...
Gatot   "Jendral" Subroto
Gatot "Jendral" Subroto Mohon Tunggu... lainnya -

Asisten Sutradara 1, Penulis, Penggemar Foto, Aktor (Coboy Junior The Movie 1 dan 2, Slank Ga Ada Matinya, Tak Kemal Maka Tak Sayang, 7 Misi Rahasia Sophie, 3 DARA, SKAKMAT, BEST FRIEND FOREVER - tayang 2016, PETAK UMPET MINAKO - tayang 2016) yang terus belajar untuk menulis dan berkarya untuk sesama.\r\n\r\nFB : dream_catcher2015@yahoo.com\r\nBlog : http://takketik.blogspot.com/\r\nTwitter : @gatot_winner

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Kartini Paper: Surat Cinta untuk Kartini

14 April 2016   16:31 Diperbarui: 14 April 2016   16:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Surat Cinta Untuk Kartini bertumpu pada surat surat untuk Kartini juga surat surat dari Kartini sendiri. Demikian halnya dengan Panama Paper, kasus ini bertumpu pada informasi data yang didominasi aktivitas email perusahaan tersebut dimana ini adalah perwujudan surat dalam bentuk modern. Dari segi Kartini, surat mewakili pemikiran dan gagasan beliau, sedangkan dari segi Panama Paper, surat elektronik mewakili data atau informasi finansial yang sangat berharga dan rahasia.

Jadi bila boleh ditarik benang merahnya, pesan yang ingin disampaikan dari film Surat Cinta Untuk Kartini ini adalah menggugah kesadaran kita bahwasanya ada perang yang lebih besar dari sekedar perang secara fisik, yaitu peperangan untuk memperjuangkan gagasan atau pemikiran.

Dan pada Panama Paper, kita menemukan perang yang sama, tidak bertumpu pada perang fisik lagi, peperangan ini jauh lebih mengerikan, karena bisa menyeret banyak orang dari berbagai negara dalam hitungan detik, menit dan jam, yaitu perang data atau informasi.

Pertanyaannya, sudah siapkah Indonesia menghadapi perang seperti ini ? Atau bisa disebut era digital ini. Pada film Kartini, ia berjuang lewat pendidikan dan sekolah rakyatnya untuk dapat mempersiapkan anak anak didiknya menghadapi perang gagasan. Sedangkan di masa kini, pendidikan yang belum merata membuat masih banyaknya anak didik yang tidak tersentuh untuk menguasai kemampuan mencari dan mengolah data secara digital. Entah itu dikarenakan keterbatasan infrastruktur internet di wilayahnya, maupun dikarenakan tidak adanya fasilitas komputer yang memadai baik dari segi pengadaan secara fisik maupun kemampuan gurunya sendiri.

Film ini menjadi seruan suara batin Kartini untuk menggugah kita di masa kini untuk mulai mengambil sikap. Sebagaimana ia berjuang memerangi kemiskinan pendidikan pada jamannya, kitapun diperhadapkan hal yang sama. Pendidikan untuk “melek mata” terhadap dunia digital ini sudah sewajibnya diagendakan lebih intens, merata dan terpadu sehingga Indonesia tidak lagi tertinggal dalam meresponi perubahan dunia. Bila dahulu Kartini tidak menginginkan hal ini, tentunya kita juga di masa kini dan sudah selayaknya, perjuangan beliau kita teruskkan.

 

Terima kasih Ibu kita Kartini.

“Menulis adalah memahat peradaban.” ― Helvy Tiana Rosa

 

 

MASIH DENGAN KARTINI PAPER DAN PANAMA PAPER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun