Singkatnya, dapat kita katakan bahwa kompetensi lahir dari bakat yang diasah. Namun kompetensi juga dapat dibentuk meski sebenarnya seseorang tidak berbakat. Caranya sama, harus berlatih dan dimantapkan hingga mahir. Dari kemahiran itu, karya akan lahir dan diakui. Tapi bedanya, proses belajar seorang non-bakat bisa jadi membutuhkan waktu lebih lama atau energi lebih keras dibanding seorang berbakat. Kasus ini bisa dijelaskan.
Penafsiran Isoquant
Dalam ilmu ekonomi, dikenal istilah isoquant, yaitu kombinasi input-input untuk menghasilkan output pada tingkat yang sama. Kita andaikan bakat dan latihan sebagai kombinasi input, sehingga menghasilkan kompetensi sebagai output. Analogi tersebut saya gambarkan dalam kurva isoquant berikut.
Jika demikian, seseorang berbakat jelas lebih beruntung dari orang tak berbakat. Tapi perlu diingat, kenyataan ini berlaku hanya jika bakat dikelola (baca: dilatih hingga mahir). Karena mau orang itu berbakat ataupun tidak, hasilnya nol jika tidak dikelola sampai jadi karya. Kok nol?
Asumsi Nilai
Saya akan buat asumsi nilai masing-masing untuk bakat dan karya, seperti ini:
Bakat = +1; Non Bakat = -1; Karya = +1; Non Karya = -1
Jadi,
Bakat + Karya = +2; Bakat + Non Karya = 0; Non Bakat + Karya = 0; Non Bakat + Non Karya = -2
Jika punya bakat dan berkarya, nilainya plus dua. Jika punya bakat tapi tidak berkarya, maka tidak menghasilkan apa-apa alias nol.