Mohon tunggu...
Djendoel Gesti
Djendoel Gesti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang gadis yang selalu haus dan lapar tentang ilmu kehidupan..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memoar tentang Mamak

2 September 2012   18:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mengangguk. “ Tiga hari lagi mas.”

Mas Karjo berlalu, bersama motor bututnya yang menderu bersamaan dengan gema adzan maghrib. Aku bergegas mengambil kopiah dan sarung, kemudian melangkahkan kaki menuju masjid dengan perasaan bimbang.

***

Sepertiga malam mengantar kegelisahanku padaNya. Ya Allah, berikanlah hambaMu ini sedikit saja penawar kegelisahan yang tak berujung. Hanya padaMu, ya Allah, hamba berserah diri, hanya padaMu ya Allah, hamba meminta. Haruskah hamba mengikuti jejak Mamak, pergi merantau ke Riyadh, seperti halnya Marni, Kardi, Parjo dan Lastri? Bagaimana jika hamba bernasib seperti mereka, yang kemudian hilang tak tentu rimbanya? Ya Allah, hanya Engkaulah yang Maha mengerti segala kebimbangan hambaMu ini. Aku menghela nafas panjang, hatiku belum siap menghadapi segala kemungkinan yang ada. Namun sebagian diriku menggelegak dan memanas saat mengingat Bapak.

“Aku harus mencari Bapak, dia bertanggung jawab atas Mamak dan hidupku selama ini. Aku bahkan rela dipanggil si Arab, aku rela di hina anak haram, aku rela dikeluarkan dari sekolah karena tak punya akte dan tak bisa menunjukkan surat nikah Mamak, ini semua karena tidak adanya Bapak di samping Mamak.”

“Aku tidak harus ke Riyadh, buat apa? Bahasa Arab pun aku tak bisa. Nanti kalau di sana malah jadi gelandangan dan diperjualbelikan seperti yang sedang marak akhir-akhir ini, bagaimana?”

“Bukankah Mas Karjo telah menjanjikan bahwa aku pastilah akan sukses di sana. Akan kubuktikan pada Bapak kalau aku bisa tanpanya, aku akan muncul di depan Bapak dan membuatnya menyesal karena ia telah menyia-nyiakan Mamak.”

“Belum tentu Bapak ingat padaku, malah bisa jadi Bapak sama sekali tak pernah memikirkan aku. Untuk apa aku repot-repot mencarinya?.”

***

Ini hari ketiga, aku telah bersiap dan menyiapkan baju terbaikku. Senyumku mengembang. Aku akan menyusul Bapak, Mak. Aku akan cari orang yang telah menyia-nyiakan tanggung jawabnya padamu. Aku tidak takut Mak.

“Alif! Alif! Alif Arab!.” Terdengar suara riuh di luar rumahku, dari keriuhannya, bukan satu dua orang yang memanggilku di sana. Ada apa gerangan? Tidak seperti biasanya, lagipula hari masih sore, apa itu rombongan orang yang akan berangkat bersamaku ke Riyadh? Entahlah. Aku berlari menuju keriuhan itu. Benar dugaanku, bukan satu dua orang saja yang memanggilku, ada puluhan orang berdiri di depan rumahku. Salah satu dari mereka adalah Mamat, sahabat karibku saat duduk di bangku SMP setahun yang lalu. Mamat menepuk pundakku sambil tersenyum lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun