Mohon tunggu...
Ges Saleh
Ges Saleh Mohon Tunggu... Buruh - Menulis supaya tetap waras

Bercerita untuk menasihati diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Pengakuan Seorang Pembunuh

8 Oktober 2020   20:17 Diperbarui: 11 Oktober 2020   12:36 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

"Rangga Codet orang jahat, Pak. Dia selalu meminta uang pada saya dan para pedagang lain di pasar. Kalau kami tidak bayar, dia tidak segan-segan menghancurkan dagangan kami. Kadang-kadang, tanpa alasan juga, Rangga Codet memukuli orang-orang di pasar. Tidak ada yang berani padanya. Saya berpikir, mungkin jika Rangga Codet mati, hidup kami akan lebih tenang. Saat itulah saya menyumpahinya supaya mati. Besoknya saya mendengar kabar kalau Rangga Codet benar-benar mati."

Petugas Suseno membuat kepulan asap berbentuk cincin yang melesat menembus langit-langit. "Kenapa kamu menyerahkan diri?"

"Saya merasa bersalah, Pak. Makanya, saya menyerahkan diri untuk menebus kesalahan saya ini, Pak."

"Hmm, kalau begitu saya akan langsung memutuskan hukuman buatmu." Petugas Suseno menegakkan badannya dan memasang wajah serius. Rokoknya diletakkan di pinggiran meja. "Satu, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Dua, menjatuhkan pidana pada terdakwa oleh karena itu dengan penjara selama seumur hidup." Petugas Suseno memukul meja dengan tangannya beberapa kali. Rokoknya jatuh.

Pemuda itu menangis. Sudah terbayang olehnya hidup di dalam penjara, jauh dari keluarga dan orang-orang yang dikenalnya. Baru keluar nanti, saat punggungnya membungkuk dan dirinya tidak dikenali lagi.

"Kamu bisa pulang sekarang," kata petugas Suseno, sambil membersihkan ujung rokok yang akan disumpal di bibirnya.

Pemuda itu memasang mimik bingung pada wajahnya. "Pulang, Pak?" tanyanya.

"Iya."

"Bukankah saya dipenjara seumur hidup?"

"Ya. Kamu membunuh dalam hatimu, maka kau juga dipenjara dalam hatimu."

"Maaf, Pak, saya tidak mengerti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun