Mohon tunggu...
Gerry Junus
Gerry Junus Mohon Tunggu... Jurnalis - Analis Amatir

Menjadi semuanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyapa Leluhur di Kete "Kesu"

10 Juni 2019   23:22 Diperbarui: 10 Juni 2019   23:54 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah Tongkonan dengan tanduk-tanduk kerbau menandakan bahwa ini adalah Tongkonan bangsawan.

Vita menyambutku dengan hangat, "Bagaimana mas? Tersesat?" katanya. Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum. Kali ini aku memenuhi janji untuk singgah ke rumahnya, di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Setelah berangkat dari Semarang dengan pesawat, lalu mendarat di Makassar dan meneruskan perjalanan selama 8 jam menggunakan bis. Akhirnya aku sampai juga di Toraja.

Kami meneruskan langkah untuk ke rumahnya. Melalui sebuah pasar yang riuh. Tidak terlalu berbeda seperti pasar tradisional di Jawa dengan hiruk-pikuknya dan lalu lalang orang-orang membawa banyak barang untuk dijualbelikan.

"Destinasi kita pertama ke mana mas?" ujar Vita segera setelah kita sampai di rumahnya. "Duh, aku belum ada gambaran. Terserah kamu saja, aku ngikut," aku menyeka keringat karena hari mulai siang dan panas. Vita tersenyum penuh rahasia. Aku hanya mengerutkan dahi. Ia pergi ke rumah sebelah. Rupanya Vita meminjam sepeda motor. "Ayo, kita ke Kete' Kesu'," katanya penuh semangat. Sayangnya, semangat itu ku patahkan karena aku kebingungan untuk mengulangi nama tempat yang disebutkan. "Keseketu?" celetuk ku. Vita terkekeh, "Ketek, Kesuk. Begitu mas bacanya." Kami bergegas pergi ke destinasi pertama kami.

Sesampainya di sana, Vita mengajaku untuk eksplorasi makam. Wah, ini adalah tempat yang bagus untuk orang yang sok-sokan belajar arkeologi dan antropologi seperti aku. 

Sebuah makam dapat berisi lebih dari lima orang. Toraja sangat dikenal dengan silsilah keluarga mereka. Kasta-kasta tergambar dari makam nenek moyang mereka. dokpri
Sebuah makam dapat berisi lebih dari lima orang. Toraja sangat dikenal dengan silsilah keluarga mereka. Kasta-kasta tergambar dari makam nenek moyang mereka. dokpri
Selain makam yang sudah dipugar, di Kete' Kesu' terdapat sebuah kubur tua yang sangat menyita perhatianku. Tengkorak di mana-mana, bahkan sangat lazim untuk dipertontonkan. Barangsiapa yang menyentuhnya, apalagi memindahkannya tanpa rasa hormat, akan terkena kutukan. Urban legend tersebut ku dengar dari Vita saat aku memotret tengkorak dari dekat.

"Konon ada yang meninggal karena memindahkannya. Sebelum kejadian tragis itu, orang yang memindahkan sempat bermimpi buruk dan didatangi oleh yang punya tengkorak," ucap Vita sambil sedikit berbisik. Aku tidak takut, cerita semacam ini sudah lazim ku dengar. 

Makam ini diletakan pada sebuah tebing batu yang besar. dokpri
Makam ini diletakan pada sebuah tebing batu yang besar. dokpri

Beberapa peti telah jatuh dan tulang belulang berserakan. dokpri
Beberapa peti telah jatuh dan tulang belulang berserakan. dokpri
Beberapa peti telah jatuh dan tulang belulang berserakan. dokpri
Beberapa peti telah jatuh dan tulang belulang berserakan. dokpri

dokpri
dokpri
"Kenapa banyak makam kuno Vit di sini?" tanyaku. Vita menjawab, "Ini termasuk tempat tertua di Toraja mas. Dulu yang tinggal di sini adalah keturunan bangsawan dan punya keluarga yang banyak." Aku meletakan tanganku dipinggang dan menatap gunung batu yang tinggi sambil berdecak kagum. Setelah menghabiskan waktu di sana, kami kembali turun ke Tongkonan. 

"Semakin banyak tanduknya, berarti keluarganya semakin kaya," Vita menunjuk sebuah Tongkonan yang besar dengan banyak tanduk kerbau. Di samping-sampingnya, terdapat rahang kerbau yang ditata berjejer. Dulu, kasta orang-orang dibedakan berdasarkan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak. Era penjajahan nusantara oleh Belanda menyebabkan hilangnya kasta budak karena kebijakan kolonial pada masa itu. Zaman sekarang, banyak orang-orang non bangsawan yang memiliki kekayaan seperti bangsawan. 

Sebuah Tongkonan dengan tanduk-tanduk kerbau menandakan bahwa ini adalah Tongkonan bangsawan.
Sebuah Tongkonan dengan tanduk-tanduk kerbau menandakan bahwa ini adalah Tongkonan bangsawan.

Bagi masyarakat Toraja, kerbau merupakan "alat" yang multifungsi. Kerbau dapat digunakan sebagai alat tukar dalam ekonomi, emas kawin, pembajak sawah, dan persembahan bagi dewa-dewa. Meskipun sudah jarang penganut Aluk Todolo, atau ajaran kepercayaan nenek moyang, tradisi dan budaya di sini masih sangat kental.

Ukiran Pa'Tedong atau ukiran kerbau menandakan kesakralan binatang ini bagi masyarakat Toraja.
Ukiran Pa'Tedong atau ukiran kerbau menandakan kesakralan binatang ini bagi masyarakat Toraja.
Langit mulai gelap, tanda kami harus kembali ke rumah. Kata Vita, jalanan akan ramai apalagi menjelang tahun baru seperti ini. Aku berpamitan kepada leluhur di Kete' Kesu'. Sepanjang jalan adalah sawah dan kerbau. Kemacetan menghadang kami selama 30 menit. "Mas, kalau suatu saat macetnya tambah parah, jangan kapok ke Toraja ya?" Aku tertawa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun