Vita menyambutku dengan hangat, "Bagaimana mas? Tersesat?" katanya. Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum. Kali ini aku memenuhi janji untuk singgah ke rumahnya, di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Setelah berangkat dari Semarang dengan pesawat, lalu mendarat di Makassar dan meneruskan perjalanan selama 8 jam menggunakan bis. Akhirnya aku sampai juga di Toraja.
Kami meneruskan langkah untuk ke rumahnya. Melalui sebuah pasar yang riuh. Tidak terlalu berbeda seperti pasar tradisional di Jawa dengan hiruk-pikuknya dan lalu lalang orang-orang membawa banyak barang untuk dijualbelikan.
"Destinasi kita pertama ke mana mas?" ujar Vita segera setelah kita sampai di rumahnya. "Duh, aku belum ada gambaran. Terserah kamu saja, aku ngikut," aku menyeka keringat karena hari mulai siang dan panas. Vita tersenyum penuh rahasia. Aku hanya mengerutkan dahi. Ia pergi ke rumah sebelah. Rupanya Vita meminjam sepeda motor. "Ayo, kita ke Kete' Kesu'," katanya penuh semangat. Sayangnya, semangat itu ku patahkan karena aku kebingungan untuk mengulangi nama tempat yang disebutkan. "Keseketu?" celetuk ku. Vita terkekeh, "Ketek, Kesuk. Begitu mas bacanya." Kami bergegas pergi ke destinasi pertama kami.
Sesampainya di sana, Vita mengajaku untuk eksplorasi makam. Wah, ini adalah tempat yang bagus untuk orang yang sok-sokan belajar arkeologi dan antropologi seperti aku.Â
"Konon ada yang meninggal karena memindahkannya. Sebelum kejadian tragis itu, orang yang memindahkan sempat bermimpi buruk dan didatangi oleh yang punya tengkorak," ucap Vita sambil sedikit berbisik. Aku tidak takut, cerita semacam ini sudah lazim ku dengar.Â
"Semakin banyak tanduknya, berarti keluarganya semakin kaya," Vita menunjuk sebuah Tongkonan yang besar dengan banyak tanduk kerbau. Di samping-sampingnya, terdapat rahang kerbau yang ditata berjejer. Dulu, kasta orang-orang dibedakan berdasarkan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak. Era penjajahan nusantara oleh Belanda menyebabkan hilangnya kasta budak karena kebijakan kolonial pada masa itu. Zaman sekarang, banyak orang-orang non bangsawan yang memiliki kekayaan seperti bangsawan.Â
Bagi masyarakat Toraja, kerbau merupakan "alat" yang multifungsi. Kerbau dapat digunakan sebagai alat tukar dalam ekonomi, emas kawin, pembajak sawah, dan persembahan bagi dewa-dewa. Meskipun sudah jarang penganut Aluk Todolo, atau ajaran kepercayaan nenek moyang, tradisi dan budaya di sini masih sangat kental.
Langit mulai gelap, tanda kami harus kembali ke rumah. Kata Vita, jalanan akan ramai apalagi menjelang tahun baru seperti ini. Aku berpamitan kepada leluhur di Kete' Kesu'. Sepanjang jalan adalah sawah dan kerbau. Kemacetan menghadang kami selama 30 menit. "Mas, kalau suatu saat macetnya tambah parah, jangan kapok ke Toraja ya?" Aku tertawa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H