Sampai dengan tadi malam (12/9/2012)pukul 21.00 WIB, update statistik perolehan medali Pekan Olahraga Nasional XVIII/2012 di Riau,tim dari DKI Jakarta menempati urutan teratas dengan mendulang 21 medali emas, 23 perak dan 14 perunggu. Posisi kedua diraih tim dari Jawa Barat dengan 20 emas, 18 perak, dan 21 perunggu.
Sementara dari wilayah Papua yang kita ketahui sebagai ‘gudang’ atlit nasional masih menempati urutan ke-9 dengan 3 emas, 3 perak dan 4 perunggu.
Apakah kendalanya?
Wakil Ketua Litbang KONI Papua, DR. Ferdinand Risamasu mengakui bahwa prestasi tim PON Papua dari PON ke PON terus menurun. Pada PON XIII Papua urutan 5, PON XIV Papua urutan 6, PON XV Papua urutan 7, PON XVI Papua urutan 7, PON XVII Papua urutan 11.
Litbang KONI Papua telah melakukan evaluasi total, salah satu kendala utamanya adalah soal sarana dan prasarana yang berarti pula terkait erat dengan persoalan anggaran.
Menurut Risamasu Papua tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang atlit ke arena PON. Memang ada Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih APO di Jayapura, namun belum dilengkapi fasilitas yang mumpuni.
Fasilitas Olahraga yang ada saat ini hampir semuanya peninggalan almarhum Acub Zainal semasa menjadi Gubernur Papua era 1970 an. Mulai dari GOR APO, fasilitas Angkat Besi, Bina Raga, tinju, renang dan lainnya.
Rupanya para pengganti Acub Zainal belum menaruh perhatian terhadap pembinaan oleh raga di daerahnya. Selama masa gubernur Barnabas Suebu, baru lapangan Mandala saat ini sudah dipugar menjadi stadion sepakbola yang bagus.Sementara fasilitas untuk cabang-cabang atletik belum didukung maksimal.
Padahal kita tahu, Olahraga Nasional sungguh memiliki tujuan sangat mulia: mengobarkan gelora olahraga nasional demi menjunjung tinggi martabat bangsa Indonesia di fora Internasional.
Sejarah PON dan Kedaulatan Indonesia
Terkait prestasi olahraga, Indonesia pernah ditolak untuk ikut dalam Olimpiade ke-14 di London pada masal awal-awal kemerdekaan Indonesia. Inggris yang merupakan sukutu Belanda tidak mau mengakui prestasi olahraga bangsa Indonesia. Sementara Indonesia sangat ingin ikut dalam olimpiade tersebut untuk menunjukan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia kepada dunia.
Berangkat dari ketersinggungan sebagai sebuah bangsa itulah, tahun 1948, PORI (Persatuan Olahraga Indonesia) menggelar konferensi daurat di Solo dan memutuskan untuk menggelar PON, sebagai penanda bahwa Indonesia itu ada.
Ruh kejuangan seperti itulah yang selalu menjadi daya hidup PON dari masa ke masa. Maka sangat disayangkan, jika pembinaan prestasi olahraga di Papua terkesan dipinggirkan. Padahal kita tahu, salah satu gejolak Papua disebabkan karena masalah kedaulatan yang terus dikompori pihak asing.
Barangkali tak salah kalau sedikit dari triliunan dana Otsus yang setiap tahun dikucurkan ke Papua disisihkan untuk membangun dan memperbaiki fasilitas olahraga, membina prestasi para atlit serta mengembangkan semua cabang olahraga di wilayah Papua. Supaya di tingkat Nasional orang Papua juga diberi kesempatan untuk naik panggung, yang selanjutnya jika prestasinya terus digembleng akan dapat mewakili bangsa Indonesia di pentas Olimpiade. Agar seluruh bangsa di dunia mengakui bahwa Papua memang Indonesia, bukan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H