Banyak orang berpikir bahwa hawa diciptakan untuk melengkapi tulang rusuk sang adam, pemikiran "siapa duluan" inilah yang membuat seolah-olah perempuan diciptakan hanya  sebagai pelengkap dan laki-laki sebagai pemeran utama. Namun pada tidak dapat dipungkiri bahwa hawa diciptakan dari tulang rusuk adam yang dimana hawa adalah suatu kesatuan yang sama dengan adam. Mindset seperti ini yang harus diubah dari pemikiran-pemikiran manusia yang selalu menganggap perempuan hanya sebagai pelengkap.
Dari cerita adam dan hawa dapat kita lihat bahwa perempuan mempunyai peran besar dalam sejarah umat manusia. Kemudian pada era feodalisme kerajaan di Indonesia peran perempuan tidak boleh dipandang sebelah mata. Banyak perempuan yang menjadi pemimpin kerajaan dan berpengaruh pada perkembangan  Nusantara, contohnya pemimpin kerajaan Majapahit dari tahun 1328 sampai 1351 yaitu Tribhuwana Wijayatunggadewi yang berhasil menumpas pemberontakan daerah Sadeng dan Keta.Â
Pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa perluasan wilayah Majapahit sampai ke wilayah Sumatera. Â Dalam tokoh perwayangan karakter wanita yang terkenal adalah Srikandi. Tokoh yang dikenal mempesona, seksi dan sopan ini menjadi karakter pejuang wanita.
Tetapi permasalahan yang menjadi fokus dari zaman dahulu sampai sekarang dengan mindset dimana perempuan hanya sebagai pelengkap membuat perempuan banyak diremehkan, diperalat dan dikucilkan. Kekerasan terhadap wanita, pemerkosaan, dan prostitusi sudah menjadi permasalahan yang menjadi keresahan sampai saat ini. Kegiatan Prostitusi sudah menjadi suatu problematika yang dihadapi oleh manusia. Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan (KBBI), atau biasa kita sebut Pelacuran.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa Pelacuran adalah salah satu pekerjaan legenda. Prostitusi sudah ada dari sejak Sodom dan Gomora (Amora). Sejarah prostitusi di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak masa sebelum penjajahan bangsa Eropa. Pembelian budak seks dan hubungan seksual yang dilandasi hubungan semu lazim terjadi.Â
Pada masa tersebarnya agama Islam di Indonesia, prostitusi makin meningkat karena ketidaksetujuan Islam terhadap kawin kontrak. Dalam sejarahnya raja-raja di Jawa memiliki banyak selir-selir dan raja di Bali bisa melacurkan para Janda yang tidak diterima lagi oleh keluarganya. Selama awal periode kolonial Belanda, para "kompeni" memperoleh kepuasan seksual dengan  mempekerjakan wanita lokal. Para permpuan lokal dengan senang hati menerimanya karena alasan finansial. P
ada awal tahun 1800-an praktik prostitusi semakin meluas, selir dipelihara oleh tentara Kerajaan Hindia Belanda. Perpindahan laki-laki pribumi meninggalkan istri dan anak untuk mencari pekerjaan ke daerah lain juga memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan praktik prostitusi pada masa itu. Dan salah satu pekerjaan tertua ini pun sampai sekarang masih menjamur dan banyak pula yang masih memakan jamur itu.
Banyak penyebab yang membuat kegiatan prostitusi ini semakin marak. Semakin berkembangnya zaman semakin banyak pula faktor- faktor yang menjadi penyebab kegiatan ini semakin menjadi. Kurangnya pendalaman terhadap iman, pendidikan, dan kurang dalam ekonomi adalah faktor-faktor pendukung terjadinya kegiatan prostitusi. Faktor pendukung itu tersebut tidak harus terpenuhi semua untuk membuat kegiatan porstitusi itu terjadi. Di era "milenial" sekarang ini kegiatan prostitusi bukan hanya untuk mencari uang semata namun untuk menaikan tingkat "sosial" dari para perempuan sekarang.
Banyak peran pemerintah Indonesia dalam upaya memberantas kegiatan pelacuran ini. Dimulai dengan lokalisasi hingga lama-lama diakhiri dengan penggusuran daerah yang terindikasi dengan kegiatan pelacuran. Bahkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mencegah terjadinya kegiatan tersebut.Â
Contoh tegas pemerintah pusat dalam menangani hal tersebut, mereka mengeluarkan Undang Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang ditulis dalam Pasal 1 ayat (7) yang berbunyi "Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi namun tidak terbatas pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan  atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.".Â
Dapat kita lihat juga contoh tegas dalam Pemerintah Daerah Ibukota kita DKI Jakarta yaitu dengan mengeluarkan Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 yang bisa bersama-sama kita lihat di Pasal 42 ayat (2) pada poin (b) dan (c) dimana melarang untuk menjadi penjaja seks komersial dan memakai penjaja seks komersial. Â Dari penjelasan diatas dapat kita lihat pemerintah pusat maupun daerah sudah bertindak tegas dalam pemberantasan pelacuran.
Namun selain peran pemerintah, peran masyarakat juga berpengaruh besar di dalam pemberantasan pelacuran yang ada di negri kita ini. Dimulai dari kita pribadi yang seharusnya mengurangi bahkan meninggalkan "kesenangan duniawi" dengan mengembalikan segala sesuatunya kepada Sang Pencipta. Jika kita sudah bisa mengendalikan diri kita untuk tidak terjun atau keluar dari dunia itu maka kita bisa mulai menyebarkan kabar gembira itu ke orang lain.Â
Dengan melakukan sosialisasi akan bahayanya PMS (Penyakit Menular Seksual) dan juga sosialisasi tentang pentingnya mendalami agama dalam hidup ini maka kita sudah berperan membantu pemerintah dalam memberantas atau mengurangi tindakan pelacuran tersebut. Banyak cara lain yang lebih "halal" untuk menghasilkan uang. Sosialisasi tidak harus dilaksanakan secara formal atau dengan acara-acara seminar, namun dengan cara non-formal pun kita bisa melakukannya. Contohnya obrolan di warung kopi, obrolan ibu-ibu di tukang sayur dan forum-forum masyarakat lainnya.Â
Apalagi fokus yang kita tekankan kepada para pemuda/i. Karena kaum muda adalah kaum yang paling rentan dalam tindak pelacuran. Walaupun tidak dapat kita pungkiri beberapa orang-orang yang sudah berumur masih tetap melakukan tindakan prostitusi. Namun jika kita melakukan sosialisasi dari para kaum muda niscaya beberapa tahun ke depan kita dapat mengurangi tingkat eksploitasi terhadap perempuan tersebut.
Jangan sampai apa yang diperjuangkan oleh pendahulu-pendahulu kita yang memperjuangkan hak-hak wanita itu sia-sia. Karena segala sesuatu harus kita mulai dari diri kita sendiri. Perempuan bukanlah barang atau pelengkap. Maka harus kita renungkan dengan seksama makna perempuan diciptakan dan peran-peran penting seorang perempuan dalam keluarga, bangsa dan negara.Â
Kita harus merubah segala pemikiran kita tentang perbedaan derajat antara laki-laki dan perempuan dan juga pemikiran zaman feodalisme dan imperialisme Indonesia dulu. Zaman sudah berkembang, informasi dapat dengan mudah kita terima. Sosialisasi formal maupun non-formal dapat kita lakukan dengan mudah, namun jika kita tidak memulai dari diri kita sendiri lalu siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H