Obrolan di kursi panjang warung kopi terkadang lebih asyik daripada obrolan di kursi empuk yang bisa diduduki oleh orang-orang berplat mobil merah. Memperbincangkan segala hal mulai dari susahnya mencari pekerjaan sampai gadis mana lagi yang harus dinikahi.Â
Mengkritisi kinerja pemerintah pasti selalu ada dalam setiap seruputan kopi yang diminum, tanpa harus takut salah mengucap kata-kata yang memang seharusnya dikatakan. Rokok dan kopi yang sudah menjadi "starter pack" untuk mengeluarkan segala kata-kata bijak dan segala pemikiran yang tidak bisa disampaikan karena takut dilempar ke bui.
Saya tidak tahu jimat apa yang dipakai oleh pemilik warung kopi itu, mulai dari pengunjung  yang memakai baju kucal dan bersendal jepit, aparat berseragam yang penuh debu dan keringat di wajahnya, mahasiswa dan ke-idealisme-an mereka sampai  orang-orang berkemeja yang berintelektual bisa datang kesitu dan mencurahkan segala isi hati dan pikirannya tanpa harus takut salah kata dan salah perbuatan.Â
Tetapi yang pasti pemerintah harus bertanya kepada pemilik warung kopi, jimat apa yang dipakai agar bisa seperti itu. Pemerintah harus memakai jimat itu kepada seluruh rakyatnya, biar pemerintah bisa mendengar curahan hati rakyat terhadap kinerjanya agar lebih baik, tanpa suatu kebohongan pun dari mulut orang-orang. Malah terkadang aku berpikir, seharusnya pak presiden blusukannya ke warkop saja, tidak perlu repot-repot menyambangi rumah satu-satu. Karena orang-orang di warkop menurutku sudah mewakili segala aspek golongan masyarakat.
Terkadang yang kudengar dan kubaca dari sorotan-sorotan media semakin menjadi panas ketika dijadikan suatu topik bahasan di warung kopi. Begitu hebatnya kinerja pemerintah yang ku lihat di media terkadang  mendapat respon yang seru dari peserta forum diskusi berbagai golongan yang ada di warkop tersebut. Semua kudengar dimulai dari suara radio yang menyorot tentang BPJS dan Kartu Indonesia Sehat.Â
Orang-orang berseragam dan orang yang berkemeja juga berpomade itu mulai menyanjung kinerja pemerintah tentang BPJS. Lalu munculah celetukan dari kursi sebrangyang ternyata keluar dari mulut seorang yang memakai baju seragam pabrik, dengan nada medoknya beliau berkata, "Ya sampean wuenak sudah jadi pegawai tetap, malahan dibayarin pemerintah semuanya, boro-boro BPJS aku aja pusing mikirin besok masih bisa kerja atau udah digeser sama orang-orang freelance baru".Â
Dari situ mulailah diskusi-diskusi panas dari orang golongan menengah keatas dengan orang-orang golongan bawah. Suatu perdebatan yang mungkin tidak didebatkan oleh para petinggi diatas ketika ingin meluncurkan program BPJS atau KIS itu. Yang pasti obrolan itu ujung-ujungnya mengkritik pemerintah lagi.
 Dalam pertarungan dalam diskusi itu tiba-tiba masuk perkataan dari depan warkop itu yang ternyata adalah seorang yang lagi duduk dengan sapu di sampingnya. "Yaelaah.. ngeluh terus, kritik terus, ngape sih orang endonesa bisanye ngritik terus, saran terus, banyak kali selain itu kinerja pemerintah yang sip sip". Â
Namun yang menarik ketika forum diskusi tersebut hening karena perkataan orang yang sedang ngopi diluar, tiba-tiba munculah bantahan yang memantik api diskusi untuk menjadi pencerahan dalam forum ini dari sekumpulan mahasiswa yang sedang bermain ML (Mobile Legend). Dengan pemikiran idealis dan bekal dialektika, retorika yang ia kantongi maka berkatalah dia setelah menghisap rokok kretek temannya, "Maaf ya nih pak, tapi saya emang lebih setuju sama bapak-bapak yang lagi mengkritik pemerintah ini.Â
Memang banyak menurut saya kinerja pemerintah yang bagus dalam membuat program. Tapi itu kan memang sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah toh? Kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia menurut saya belum terpenuhi, jadi wajarlah kalo bapak-bapak ini lagi mengeluh karena merasa dibohongi oleh janji-janji pemerintah.".Â
Semua mata tertuju kepada seorang mahasiswa itu. Orang berkemeja dan berparfum 15ribuan yang tadi menyanjung pemerintah itu pun merespon, "iya ya dek, kadang-kadang media yang kita denger ini suka lebay menyanjung pemerintah. Biar kita lupa sama tugasnya mereka, belum tentu orang yang denger berita ini bisa denger juga keluh kesah dari bapak yang kerja di pabrik ini.".