Mohon tunggu...
Germanus Loy Teku
Germanus Loy Teku Mohon Tunggu... Lainnya - Segala Sesuatu Ada Waktunya

Roger That

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Surat Peringatan Twitter Waktu Saya Mention Elon Musk

5 Mei 2022   16:47 Diperbarui: 5 Mei 2022   22:24 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi, hasil tangkapan layar

Saya mulai mengunakan Twitter dua belas tahun yang lalu. Setelah sekian lama aman-aman saja,  akhirnya Twitter menegurku. Menurut Twitter salah satu celotehanku sudah keluar dari ketentuan. Balasanku atas twit Elon Musk dimasukkan dalam  kategori abuse dan harrasment. Seketika saya merasa berdosa, hina, plus takut jadi viral. Bayangkan bagaimana netizen menyerangku. Tapi  twitku yang mana?

Sejak Kaka Elon berkicau mengenai sikapnya yang tidak mau didikte oleh bisisikan negara manapun soal Starlink, aku jadi kagum sekali. Lalu beliau membuat postingan lain soal kebebasan berpendapat saat  perseteruan antara Rusia dan Ukaraina sedang panas-panasnya. Meleleh aku jadinya.  Tiba-tiba saya jadi akrab dengannya secara virtual.  Jika dulu Elon Musk menjadi pemicu yang membuatku cemburu akan kekayaan dan kesuksesannya, kini semanya menguap ke angkasa. Cemburuku berubah menjadi cinta.

Secara singkat, kronologis peringatan dari Twitter adalah sebagai berikut:

Malam itu, tanggal 13 atau 12 April yang lalu saya dapat pemberitahuan pembatasan akun untuk 12 jam ke depan karena salah satu twit saya dianggap melanggar ketentuan. Saya diminta untuk menghapus twit termaksud. Setelah menyetujui saya terkejut ternyata twit balasanku untuk Elon Musk yang bermasalah. Saya membalas twitnya pada tanggal 10 atau 11 April 2022.

Delete the w in twitter? -Demikian Kaka Elon berkicau pada tanggal 10 April 2022.

Saya yang merasa sudah akrab secara virtual dengan Kaka Elon serta merta membayangkan hal paling kocak dalam pikiranku.  Jorok sih, tapi aku suka lelucon jorok.

Pikiranku membayangakan kata Twit (dalam Bahasa Indonesia), lupa kalau bahas Inggrisnya Tweet. 

Langsung saja saya membalas. Kumention user namenya dilanjutkan dengan twit yang tidak bisa kuulang di sini. 

Senang sekali bisa terlibat dalam percakapan dengan orang paling kaya sejagat. Orangnya kocak pula, jadi saya merasa senang  bisa berkontribusi dalam menciptakan kejenakaan global.

Nah, twit itu rupanya yang menjadi asal muasal notifikasi pembatasan akun. Tanpa pikir panjang saya langsung menghapus kicauan balasanku itu. Seram saja membayangkan Elon Musk membalas kicauanku lalu mengajak orang untuk mementionku. Saya belum siap jadi selebriti yang terkenal karena twit jorok. Belum sekarang.

Kini, beberapa minggu setelah insidenku ini, Elon benar-benar beli Twitter. Saya tergoda untuk memposting lagi tangkapan layar postinganku yang dihapus, tapi tidak jadi kulakukan. Saya takut akun Twitterku dihapus.

Saat ini saya lebih rela kehilangan akun Facebook, Instagram dan Whatsapp. Tiga media sosial terakhir ini menciptakan lebih kecemasan dan masalah mental bagiku. Rasanya hidupku bisa lebih baik kalau tidak ada tiga serangkai media sosial ini. 

Saya sadar kicauanku tidak benar untuk alasan dan tujuan apapun. Kebijakan Twitter benar adanya.  Kita tidak boleh menggunakan kata-kata hinaan, maki-maki dan jorok-jorok, walaupun tujuan kita mungkin cuma bercanda.

Bahasa tulisan biasanya sangat rentan disalah-tafsirkan, karena kita tidak bisa melihat ekspresi penulisnya. Apalagi jika kita menggunakan kata-kata yang punya arti ganda. Bahkan dalam konteks tertentu, pemilihan kata tertentu yang sensitif bisa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. 

Kini setelah Twitter dibeli Elon Musk, saya cuma punya harapan kiranya nanti ada proses verifikasi identitas penggunanya. Tapi entahlah apakah proses ini nanti mudah atau malah sebaliknya susah.  Kita tahu regulasi penggunaan data pribadi tiap negara berbeda. Belum lagi  jumlah pengguna Twitter sampai ratusan juta.

Cuma saja, bukankah lebih nyaman jika kita tahu siapa di balik akun yang menggunggah sesuatu? Berbalas-balasan dengan akun yang jelas pemiliknya terasa lebih aman dan berguna.

Bayangkan jika kita bersoal jawab dengan akun yang tidak jelas siapa di baliknya. Rasanya seperti janji kencan di aplikasi mak comblang yang foto profilnya bukan manusia. Kata-katanya waktu chatting sangat meyakinkan, tapi saat bertemu jadi sakit hati. 

Penulis mendasarkannya dari pengalaman pribadi ya..bukan imajinasi. Setelah kencan yang aneh kami pulang dan mulai menggunakan jurus ampuh, ghosting... 

Thank you, it was nice....

Yes it was....

Good night

Good night

Lalu tidak lanjut chatnya sampai sekarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun