Pada tahun 2005, pemerintah telah mulai menerapkan konsep PPP dengan mengadakan Indonesia Infrastructure Summit I yang menghasilkan 90 proyek kerjasama. Program ini dilanjutkan pada tahun 2006 dengan Indonesia Infrastructure Summit II atau Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2006, menawarkan 111 proyek kerjasama dengan sektor swasta.Â
Kesadaran untuk memperbaiki beberapa aspek demi meningkatkan potensi kerjasama PPP muncul setelah kedua acara ini. Tiga masalah utama yang perlu diatasi adalah pembentukan lembaga baru untuk program PPP, harmonisasi aturan yang bertentangan dengan investasi asing, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) pada tahun 2005 yang kini menjadi KPPIP.Â
Selain itu, institusi pendukung lainnya juga dibentuk, seperti Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (Risk Management Unit) di Departemen Keuangan, Badan Investasi Pemerintah, dan Simpul PPP (PPP Node) oleh Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum, serta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.Â
Peningkatan komitmen pemerintah dalam bidang PPP menunjukkan bahwa implementasi PPP dapat membawa dampak positif dan menciptakan iklim yang kondusif jika didukung oleh faktor-faktor seperti peraturan yang mendukung, prosedur yang jelas dan rinci, budaya kompetisi yang sehat, transparansi dalam transaksi, pasar modal yang baik, dan pengetahuan pemerintah tentang skema PPP.
Referensi:
Dzakky, F. (2021). Public Private Partnership: Alternatif Pembangunan Infrastruktur dalam Negri. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 8(2), 573-584.Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H