Mohon tunggu...
George ErnestChristian
George ErnestChristian Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

Seorang anak yang gemar berbicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasib Kurikulum Merdeka di Tangan Menteri Baru

10 November 2024   20:14 Diperbarui: 10 November 2024   20:34 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelantikan Presiden Republik Indonesia yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2024 lalu telah memberikan perhatian mendalam tentang susunan kabinet yang akan dibentuk oleh presiden dan wakil presiden, yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Salah satu sektor yang mendapatkan perhatian khusus adalah sektor pendidikan, yang memiliki potensi besar bagi perkembangan intelektual anak Indonesia. Pemilihan menteri baru, yang menggantikan menteri sebelumnya yakni Nadiem Makarim, menimbulkan banyak pertanyaan tentang kelanjutan kebijakan pendidikan yang akan dibuat oleh menteri baru.

Pada tanggal 21 Oktober 2024, Presiden Prabowo telah melantik susunan Kabinet Merah Putih yang berisi 48 menteri, 56 wakil menteri, dan 5 kepala badan. Terdapat perubahan pada sektor pendidikan, di mana Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengalami pemecahan menjadi tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; dan Kementrian Kebudayaan. Posisi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, yang diisi oleh bapak Abdul Mu'ti

Pergantian menteri telah menimbulkan banyak pertanyaan mengenai nasib program kurikulum merdeka yang telah dilaksanakan sejak tahun 2022. Publik bertanya-tanya apakah menteri baru akan melanjutkan program kurikulum merdeka atau akan mengubah kurikulum yang ada. Wajar saja apabila pertanyaan itu terus terlintas, mengingat program kurikulum merdeka yang telah berjalan di sekolah-sekolah di hampir seluruh daerah di Indonesia. 

Keputusan untuk mengubah kurikulum merupakan hal yang sangat sering terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia. Tercatat sejak tahun 2004, kurikulum pendidikan Indonesia telah berubah sebanyak empat kali. Dimulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), Kurikulum 2013 (2013), dan Kurikulum Merdeka Belajar (2022). Pergantian kurikulum yang dilakukan terus-menerus disebabkan oleh pergantian menteri yang dilakukan di setiap masa jabatan presiden. Setiap menteri baru yang ditunjuk selalu menerapkan kebijakan baru dengan mengubah kurikulum yang ada. 

Kurikulum merdeka, kurikulum terbaru yang diterapkan ini dirancang dengan tujuan meningkatkan kemampuan dalam memahami konsep bacaan dan mengaplikasikan konsep matematika. Tujuan peningkatan itu didasari oleh rendahnya skor dari PISA (Program for International Students Assessment) pada periode tahun 2022, yang didasari atas tiga aspek, yaitu matematika, sains, dan membaca. Hasil dari asesmen tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-66 dari 81 negara dan memberi perhatian lebih pada kemampuan literasi pelajar yang rendah. 

Meskipun memiliki tujuan yang mulia dan visioner, dalam pelaksanaannya kurikulum ini menerima banyak kritik dari berbagai pihak. Kebebasan sekolah dalam menerapkan metode belajar kepada muridnya justru dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Hilangnya standarisasi pendidikan secara nasional, karena setiap sekolah memiliki standar yang berbeda-beda membuat kemampuan kognitif murid menurun. Kurikulum ini juga membuat tenaga pengajar cenderung kesulitan untuk mendorong partisipasi murid dalam pelajaran. Hilangnya motivasi belajar, karena jaminan lulus dan naik kelas yang diterima murid juga menjadi penyebab sulitnya implementasi kurikulum merdeka di masyarakat. 

Kesulitan dalam penerapan kurikulumnya merdeka merupakan hal yang wajar, mengingat dibutuhkannya waktu untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum yang baru. Guru di setiap sekolah pun membutuhkan waktu agar dapat menemukan metode pembelajaran yang efektif. Di mana, akan sulit dinilai di masa awal pemberlakuan kurikulum merdeka ini. 

Menurut Andhyta Utami  dalam seminar Policy Forum On Education, menyatakan bahwa kurikulum merdeka memberikan ruang kebebasan untuk guru menerapkan sistem belajar yang sesuai dengan muridnya. Baginya, seorang guru memerlukan waktu sekitar tujuh tahun untuk dapat menjadi mahir untuk menerapkan sebuah kurikulum agar berjalan dengan efektif. Guru juga memerlukan waktu untuk mempelajari kurikulum dan mengaplikasikannya di dalam kelas. Namun, hal tersebut tidak didapatkan akibat perubahan kurikulum secara terus-menerus.

Perubahan kurikulum yang dilakukan berulang kali terbukti tidak dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Tenaga pengajar di setiap sekolah yang harus selalu mengikuti perubahan kurikulum baru, yang pada akhirnya akan sulit menerapkan metode pembelajaran yang maksimal bagi murid-muridnya karena disibukan pada penyesuaian dengan kurikulum baru. 

Perubahan kurikulum adalah bukti dari ketidakpahaman pemangku jabatan dalam menerapkan sistem pendidikan yang tepat bagi pendidikan Indonesia. Setiap menteri baru yang ditunjuk selalu berusaha menunjukan diri sebagai sosok yang dapat merubah wajah pendidikan Indonesia lewat kurikulum baru yang diterapkan. Akan tetapi mereka lupa terhadap kenyataan yang terjadi di lapangan, bahwa untuk mengubah kurikulum, banyak penyesuaian yang perlu dilakukan, yang akan menghambat guru dan murid dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun