Kewajiban pelestarian budaya tidak boleh hanya berhenti pada keberhasilan warisan budaya takbenda tersebut diakui secara nasional. Pemprov DKI perlu terus berkomitmen dalam menghidupkan masing-masing warisan budaya takbenda tersebut dengan menghadirkannya di kehidupan sehari-hari warga Jakarta.
Seni silat Betawi adalah salah satu contoh warisan budaya takbenda asal Jakarta yang asing di telinga kebanyakan masyarakat dan dapat ditampilkan di ruang ketiga Jakarta.
Banyak orang yang tidak tahu bahwa silat Betawi ternyata ada beragam macamnya yaitu silat sabeni, silat tiga berantai, silat cingkrik, silat mustika kwitang, silat pusaka, silat trotok dan silat silat monyet putih.Â
Selain itu, pertunjukan-pertunjukan seperti dolalak, samrah, topeng blantek, rebana hadroh, tari yapong, blenggo, rancag, cokek, dan lain-lain juga sudah saatnya kembali diangkat untuk diketahui secara luas.
Beberapa orang mungkin saja sudah pernah mengetahuinya dari internet, buku atau dari pelajaran muatan lokal di sekolah. Namun menyaksikan pertunjukannya langsung tentu memberikan pengalaman yang berbeda.
Keterampilan dan kemahiran tradisional seperti kuliner merupakan bagian dari warisan budaya takbenda yang juga dapat dipromosikan oleh pemprov DKI di ruang ketiga Jakarta. Orang-orang yang tinggal di Jakarta mungkin sudah hapal di luar kepala jika ditanya tentang bir pletok, kerak telor, kembang goyang atau roti buaya.Â
Padahal mereka semua termasuk dalam dalam daftar warisan budaya takbenda dari Jakarta yang sudah diakui secara nasional. Pemprov DKI dapat mengadakan acara festival jajanan Betawi atau demo masak  di ruang ketiga ibukota, dengan fokus pada kuliner yang sudah kurang populer.
Memang benar bahwa DKI Jakarta sudah memiliki pusat budaya Betawi seperti di Taman Benyamin Sueb, Perkampungan Budaya Setu Babakan, dan beberapa sanggar yang tersebar di berbagai wilayah. Di lokasi-lokasi tersebut secara rutin dipentaskan kesenian Betawi baik yang tradisional maupun kreasi baru.
Namun, strategi jemput bola sangatlah diperlukan untuk mendorong pelestarian budaya Betawi ke generasi muda. Upaya itu tidak bisa hanya mengandalkan inisiatif masyarakat untuk datang dan mempelajari budaya Betawi di tempat-tempat tersebut. Selain karena lokasinya yang dinilai jauh bagi sejumlah kalangan, akses transportasi umum ke tempat tersebut juga tidak mudah. Tidak heran jika mayoritas pengunjungnya hanya ramai pada saat libur panjang atau acara perayaan tertentu.