Ketiga, komunikasi yang baik dengan unit subordinate seperti klub, asosiasi atlet, sekolah olahraga, dan lain-lain mutlak dijalin dan dijaga oleh mereka.
Berbekal tiga prinsip itu, maka fungsi koordinasi yang melekat pada ketua umum dapat berjalan dengan baik.
Hal itu bisa sedari awal meminimalisasi munculnya permasalahan-permasalahan terkait tata kelola federasi olahraga seperti ketidakharmonisan hubungan dengan klub, kebijakan-kebijakan yang merugikan atlet dan lain-lain.
Hal itu karena federasi olahraga butuh tokoh yang bisa berperan sebagai patron. Tokoh itu diharapkan mampu membantu federasi olahraga untuk 'hidup' dengan suntikan dana dari sektor non-pemerintah.
Tak bisa dipungkiri bahwa pendanaan ke federasi olahraga adalah hal yang krusial bagi keberlangsungan pembinaan atlet, peningkatan mutu perangkat pertandingan, penyelenggaraan event, pemberian bonus prestasi  dan lain-lain. Dana yang dikucurkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak cukup.
Oleh karena itu mereka butuh dana ekstra agar ambisi untuk berprestasi di kancah internasional dapat terpenuhi.Â
Usaha federasi olahraga untuk menggaet dukungan para sponsor diyakini semakin kuat dengan bantuan lobi-lobi yang akan dilaksanakan oleh para pejabat di ranah eksekutif dan legislatif sebagai ketua umum. Mereka juga punya jaringan yang luas dengan para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bos-bos perusahaan swasta nasional dan multinasional dan para filantropis yang punya perhatian pada dunia olahraga.
Posisi ketua umum juga bisa menaikkan profil para pejabat itu, apalagi jika nanti mereka sukses menelurkan prestasi bersama federasi tersebut. Simbiosis mutualisme antara federasi olahraga dengan para pejabat itu yang membuat status rangkap jabatan di dunia olahraga Indonesia sudah menjadi hal biasa.
Sepertinya akan sulit dan bisa menuai banyak penolakan bila pemerintah nantinya membuat suatu peraturan yang melarang pejabat negara menjadi ketua umum suatu federasi olahraga.