Bagi banyak orang di Indonesia, kolaborasi antara orkestra dengan gamelan dan angklung mungkin tidak lagi asing karena sudah banyak terjadi, baik di dalam negeri maupun di negara lain. Tapi bagaimana bila dengan alat musik tradisional dari Indonesia Timur?
Hal itulah yang terjadi saat kelompok orkestra bernama Orquesta de Camara de Siero (OCAS) dari kota Asturias, Spanyol menampilkan kolaborasi harmonis bersama dengan 70 musisi paduan alat musik kerang khas Maluku yang disebut tahuri. Kelompok tahuri yang dipimpin oleh Carolis Elias Horhoruw itu berasal dari Negeri Hutumuri, Leitimur Selatan, Pulau Ambon.
Kolaborasi keduanya terjadi sebanyak dua kali di hari Sabtu, tanggal 4 Agustus 2018. Konser pertama diselenggarakan pada pagi hari di Taman Budaya Ambon dan dihadiri oleh para pelajar, mahasiswa, guru, dosen dan praktisi seni musik. Kemudian petang harinya, konser kedua berlangsung secara luar-ruang di Lapangan Merdeka Kota Ambon dan terbuka untuk masyarakat umum. Salah satu video singkat penampilan mereka dapat dilihat di sini.
Kolaborasi orkestra dengan tahuri berhasil memukau seluruh hadirin. Mereka menyajikan tiga lagu khas Maluku; Ayo Mama, Huhate dan Goro-Gorone dengan sangat apik. Manuel Vasquez yang berperan sebagai konduktor dan pimpinan rombongan mengakui bahwa kolaborasi ini sebenarnya tidaklah mudah karena alat musik orkestra dan alat musik kerang tahuri memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam berbagai hal.
Namun karena tekad kuat dari kedua kelompok untuk mampu mempersembahkan harmoni dari dua kebudayaan yang berbeda, maka proses perancangan kolaborasi pun berjalan dengan lancar dan penuh suasana keakraban. Musisi-musisi OCAS juga sangat takjub dengan tahuri karena mereka tak menyangka kerang dapat menjadi alat musik untuk memainkan lagu.
Dalam konser ini, OCAS turut pula menampilkan sejumlah komposisi klasik Spanyol dan Amerika Latin. Ada beberapa lagu bernuansa jazzy flamengo dengan pengaruh musik Gypsy dari Andalusia yang digubah oleh 2 bersaudara anggota OCAS; Javier Carmona dan Pablo Carmona. Komposisi tersebut antara lain berjudul Fuente de las Lagrimas, Itimad dan Malaguerias.Â
Kehadiran OCAS di Ambon memang mendapat sambutan yang hangat. Hal itu karena sejak hari pertama tiba di Ambon, orkestra yang sudah melanglang buana ke berbagai negara di Amerika Selatan, Karibia, Eropa dan Afrika Utara ini langsung dekat dengan masyarakat. Bahkan kemudian mereka menjadi magnet yang mencuri perhatian publik kemana pun mereka pergi.Â
OCAS mengadakan dua kali konser didaktif berupa pelatihan bermusik di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Institut Agama Kristen Negeri (IAKN). Selain diikuti oleh para mahasiswa jurusan musik, kegiatan itu juga melibatkan para pelajar SMP, SMA, SMK dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Meskipun memiliki keterbatasan bahasa karena tidak semua peserta menguasai Bahasa Inggris atau Bahasa Spanyol, namun acara tetap berlangsung seru dan membuktikan bahwa musik adalah 'bahasa' yang universal.
Saat kunjungan budaya ke Negeri Hila untuk melihat Benteng Amsterdam, Masjid Tua Wapauwe dan Gereja Tua Immanuel, para musisi OCAS tak melewatkan kesempatan mencoba permainan tradisional bambu gila. Mereka juga disambut oleh tarian cakalele dan tarian rakyat Maluku lainnya. Pengalaman budaya itu diakui mereka sebagai suatu yang istimewa dan akan selalu dikenang.