Mohon tunggu...
Gen Mancha Koesoema
Gen Mancha Koesoema Mohon Tunggu... Swasta -

Penulis bayang-bayang dan penikmat kepura-puraan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Airlangga atau Ade Komarudin

12 Maret 2016   13:00 Diperbarui: 12 Maret 2016   13:20 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Ade Komaruddin yang semalam (11 Maret 2016) mengikrarkan dan menyatakan siap memimpin Golkar. Dengan bermodalkan Panca Ikrar  Ade Komarudin, ingin menjadikan Golkar sebagai partai yang moderat, bersih dan berjiwa karya-kekaryaan.

Indikasi parpol modern adalah dengan mengghadirkan kongruensi antara platform partai politik dengan kebijak­an publik, mampu menjadi penyambung kepentingan massa pemilih dengan stakeholder pemerintah. Terlepas menang kalah dalam kontestasi politik, partai modern tetap berfungsi sebagai representasi massa. Partai modern sarat dengan apresiasi jika mampu menegakkan nilai demokrasi yang paling asasi; hak dipilih dan memilih, hak mengemukakan pendapat mendapat ruang yang selebar-lebarnya.

Panca Ikrar Ade Komaruddin tak layaknya sebagai Repetisi Kedua gagasan tokoh pendahulu, katakanlan seorang Akbar Tanjung. Yang menginginkan golkar menjelma menjadi partai yang Inklusif, menjadi tempat bernaung anak manusia lintas suku dan ras. Mimpi indah Akbar Tanjung yang menginginkan suasana demokrtis memang sudah terjawab dengan adanya, konvensi calon presiden, tradisi munas sebagai ajang untuk memilih calon ketua umum, untuk memilih masinis lokomotif Golkar. Semua kader yang merasa dirinya mampu berhak untuk mencalonkan diri dan untuk dipilih.

Pun demikian dengan Semangat Meritokrasi Ade Komarudin yang merujuk kepada bentuk sistem politik dengan memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan yang dapat dipakai untuk menentukan suatu jabatan tertentu. Akan sulit diwujudkan jika tradisi Politik Balas Budi masih mewarnai di Partai Beringin ini. Jika penempatan keturunan elit republik Indonesia khususnya elit Golkar pada posisi yang strategis tak bisa digerus jangan harap hal ini menjadi kenyataan.

Meritokrasi sedang menjadi virus yang menjangkiti para kandidat hari ini, katakanlah Airlangga Hartarto yang jika terpilih jadi ketua Golkar akan memperjuangkan nama Soerharto untuk menjadi Pahlawan Nasional. Pernyataan ini jika ditarik pada sejarah lalu akan melahirkan asumsi Politik Balas Budi. Airlangga adalah putra dari Ir. Hartarto yang pernah menjabat Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis) pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998).

Bukan usaha pemberian gelar Kepahlawanan pada Soeharto, gelar kepahlawanan akan dengan sendirinya didapat oleh Soeharto toh sekarang masih banyak orang yang rindu pada masa kepemimpinan pak Harto bukan? Lagian kenapa hal itu harus dilakukan bukankah Soeharto yang melakukan Deparpolisasi Tahun 1977 (yang hari ini sedang menjadi Trending Topic) bukan? Berdasarkan asumsi ini, penyederhanaan partai politik yang dilakukan Soeharto merupakan pelaksanaan dari maksud mempertahankan kekuasaan. Artinya, ketika kebebasan berpartisipasi dalam politik sebagai warga negara mampu dipersempit oleh penguasa, kekuasaan menjadi aman.

Golkar sebagai jangkar stabilitas politik nasional pun sudah tidak begitu menjadi daya tarik. toh Golkar sejak lahir 1964 sampai sekarang tidak pernah menjadi Partai Oposisi. Selalu diikhtiarkan menjadi partai yang bertugas menjaga jangkar supaya kapal besar tidak hanyut dibawa derasanya arus bukan?

7 Visi Misi Airlangga Hartarto Yang Tak Terbantahkan.

Setelah membaca, menyimak dan merefleksikan Tujuh Visi Misi Airlangga Hartarto, saya sebagai kader yang bergabung secara alamiah dengan Golkar tidak bisa membantah lagi. Visi-Misi yang terlahir dari kebutuhan mendasar Golkar hari ini, hal yang terlahir dari fakta Empiris. Kenyataan yang harus segera dibenahi oleh Golkar setelah mengalami kekalahan beruntun sejak pemilu ada, Golkar tidak pernah memenanginya. Berbeda sejak masa Orde Baru, Pasca deparpolisasi Golkar sangat super power, diam-pun pasti menang. Hari ini  Golkar tidak lagi memuncaki Klasemen politik di Indonesia.

Sepertinya Airlangga benar-benar ingin mewujudkan partai modern ditubuh Golkar sampai-sampai ingin menyusun mekanisme yang lebih cepat, akuntabel dan transparan berbasiskan teknologi digital (e-government of politics). Memang betul dalam menyusun visi-misi harus berangkat dari ruang imajiner-idealis realisasi itu perkara lain. 

Hari ini, Partai politik dihadapkan pada persoalan Identifikasi Diri pada Partai (IDP) massa pemilih yang terus mengalami penurunan. IDP adalah Pernyataan seseorang bahwa pertai tertentu adalah identitas politiknya. Identifikasi ini merupakan komponen psikologis yang memberi sumbangan bagi stabilitas dukungan terhadap partai dan sistem kepartaian yang bisa memperkuat demokrasi itu sendiri (Kompas, 01 April 2011). Jika hasil penelitian LSI itu benar maka partai politik (manapun) tidak melakukan apapun dan kontribusinya terhadap terbentuknya Civil Society dipertanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun