Setiap hari harus COD (Cek On Delivery) barang dagangan yang kami punya saat itu, karena kami mengikuti prinsip waktu orang barat The Time is Money. Kami harus mengoptimalkan usaha agar kami tidak rugi dan rugi. Lima puluh ribu untung paling banyak yang kami dapat, terkadang cuma dapat untung dua puluh ribu rupiah saja. Alhamdulillah Qiqi selalu menyebutnya
Kalau sahabat-sahabat yang sudah menikmati nyamanya hidup mengetahui hal ini, pasti (saya yakin) mereka akan mencibir dan menjadikannya bahan intrikan, lihat itu Fulan sedang COD sang aktifis yang anti mainstream, lihat dia aktifis yang terkutuk karena ulahnya. Kalau orang tua saya tahu nasib anaknya saat ini mungkin beliau-beliau akan menangisinya. Seandainya mertua saya tahu mungkin dia akan menyalahkan anaknya dan mengatakan “makane dadi anak melu omongane wong tuo, golek bojo seng bener”.
Tetapi kalian semua tidak tahu betapa nikmatnya hidup yang penuh perjuangan, hidup dengan keringat sendiri dengan pendapatannya tidak pasti. Terus terang selama ini saya banyak bergantung pada istri, Sosok yang selama ini menemani suka dan duka, sosok yang saya marahin, sosok yang telah melahirkan anak yang sampai detik ini masih dititipkan pada orang tua saya. Rasa bahagia saat ini tidaklah cukup sebagai modal, terus berjuang untuk mencari posisi disisa-sisa ruang dibumi manusia ini harus berkobar.
COD hanyalah sumbu pendek, hanyalah instrumental sementara. Untuk merubah Indonesia harus dari dalam, dari cara berpikir, dari sudut pandang. Sudahlah saya hanya bisa singkat cerita tidak mungkin semuanya saya ceritakan, ada aib, ada rahasia, ada kode etik yang harus saya jaga.
Semoga kalian sadar, jangan menghamba pada hamba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H