sepak bola putri yang dikelola secara profesional dan reguler telah terbukti mampu mendongrak prestasi tim nasional beberapa negara tetangga, diantaranya Vietnam, Thailand dan Filipina adalah sebuah contoh nyata yang dapat ditiru oleh Indonesia.
Kompetisi regular dan berjenjang merupakan tonggak dari tim nasional yang kuat dan dapat berbicara banyak di level international. Kehadiran kompetisiKeberhasilan pembinaan serta pengembangan sepak bola putri melalui kompetisi profesional, berjenjang dan berkelanjutan sukses mengantarkan mereka (Vietnam dan Filipina) menjadi wakil asia tenggara pada perhelatan Piala Dunia Putri 2023 yang diselenggrakan Juli-Agustus lalu. Bagi Vietnam dan Filipina ini merupakan debut mereka di pentas dunia dan merupakan sebuah keberhasilan yang cukup membanggakan.
Kendati Thailand gagal lolos ke Piala Dunia Putri 2023, Thailand adalah raja sepak bola putri di asia tenggara mengingat di dua edisi sebelumnya (2015 dan 2019), Thailand selalu menjadi peserta dan menjadi wakil asia tenggara di ajang bergengsi tersebut.
Tim sepak bola putri Thailand saat ini mengoleksi empat trofi Piala AFF Putri dan lima emas di ajang SEA Games cabang sepak bola putri. Prestasi ini sangat dominan jika dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya.
Rudy Eka Priyambada yang merupakan pelatih tim nasional sepak bola putri Indonesia bahkan pernah mengibaratkan Thailand sebagai anak yang sudah duduk di bangku sekolah, sementara Indonesia adalah bayi yang baru lahir dan belajar merangkak.
Thailand memang memiliki kompetisi sepak bola putri berjenjang yang dikelola secara profesional. Thai Women's League rutin digelar sejak 2008 silam. Kompetisi berformat liga semiprofesional ini bahkan terkonsep secara baik dengan terdiri atas dua tingkatan divisi, Thai Women League1 dan Thai Women League 2.
Sementara kendati tergolong baru Filipina telah menggelar kompetisi sepak bola putri bertajuk The PFF Women's League sejak 2016, sementara Vietnam menggulirkan VFF Women's League atau Thai Son Bac Cup sejak 1998.
PSSI sebenarnya berencana menggulirkan kembali liga putri yang kompetitif dan berjenjang secara konsisten. Namun belum dapat terwujud hingga saat ini.
Bak bumi dengan langit, kompetisi sepak bola putri di Indonesia tidak terlaksana di 3 tahun belakangan setelah terkendala Covid-19 dan jumlah peserta yang minim,Maaike Ira Puspita selaku Wakil Presiden Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) turut menjelaskan bahwa perkembangan sepak bola putri di Thailand, Vietnam, dan Filipina tidak lepas dari sisi kompetisi di dalam negeri mereka yang kompetitif dan konsisten terselenggara. Selain itu, keberhasilan itu juga berkat konsistensi mereka mengikuti kompetisi yang sudah digelar AFF secara berjenjang, mulai dari U-15 sampai level senior.
Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF), masih menurut Ira, sebenarnya telah berkomitmen untuk mengembangkan sepak bola putri diseluruh anggotanya. Kehadiran kompetisi sepak bola putri yang berjenjang merupakan salah satu wujud dari komitmen itu. Kendati demikian, negara-negara di Asia Tenggara juga perlu memiliki jiwa kompetitif dan keinginan yang tinggi untuk mendobrak, misalnya, dominasi peringkat empat teratas AFF, yakni Australia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Ira juga turut menambahkan, potensi sepak bola putri di Asia Tenggara sebenarnya besar dan luas. Mengingat, sudah ada dua negara baru perwakilan dari AFF yang bisa menembus Piala Dunia 2023 dan tidak hanya terpaku pada Thailand sebagai kiblat."Tidak tertutup kemungkinan di edisi 2027 semakin banyak perwakilan dari AFF untuk berlaga di Piala Dunia sepak bola putri. Namun, tentu kita harus punya jiwa kompetitif yang sangat kuat." ujar Ira.
Sepak Bola Putri Indonesia
PSSI sendiri sebenarnya telah menggelar kompetisi sepak bola putri jauh lebih lama sebelum Thailand, Vietnam, ataupun Filipina. PSSI pernah menggelar Invitasi Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) pada tahun 1982, kendati hanya berlangsung 11 hari Galanita suksen menandai awal kompetisi resmi untuk tim putri.
Turnamen yang memperebutkan Piala Ibu Tien Soeharto itu menjadi wadah bertanding bagi sembilan kesebelasan tim putri yang telah terbentuk sejak 1970-an. Namun, kompetisi yang berlangsung dalam durasi singkat itu pun tergolong angin-anginan. Nasib sepak bola putri di Indonesia kian tidak jelas setelah Ketua Umum Galanita Dewi Wibowo membubarkan kepengurusannya pada 1993 dengan alasan Galanita dibiarkan berusaha dan berdiri sendiri, baik dari segi keuangan maupun pembinaan.
PSSI pada 2019 untuk pertama kalinya menggelar Liga 1 Putri yang mengantarkan Persib Bandung Putri sebagai juaranya, namun setelah kompetisi edisi 2019 berakhir tidak ada lagi kompetisi sepak bola putri berlangsung sebagai akibat dari pandemi. Bahkan, pada 2021 ketika Liga 1 Putra dan kompetisi kansta Liga 2 dan Liga 3 Putra telah digelar, kompetisi Liga 1 Putri belum menunjukkan tanda-tanda akan digelar.
Vivin Cahyani selaku Ketua Komite Sepak Bola Wanita PSSI menuturkan, negara-negara tetangga bisa dapat lebih berkembang pembinaan sepak bola putri karena telah memiliki platform sepak bola putri yang telah matang. Sementara itu, Indonesia masih belum memiliki platform pengembangan yang tepat.
Padahal, memiliki tim putri berbadan hukum merupakan salah satu syarat klub Liga 1 untuk memiliki lisensi AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia). Di Indonesia sendiri baru ada enam klub dengan lisensi tersebut, yakni Bali United, Borneo FC, Madura United, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, dan PSM Makassar.
Vivin juga menambahkan, PSSI akan memberi kesempatan kepada klub-klub peserta Liga 1 yang belum memiliki tim putri untuk membentuk tim putri hingga tahun depan.
Vivin juga menegaskan, PSSI bertekad membangun lagi kompetisi sepak bola putri yang kompetitif dan berjengjang. Hal itu ditunjukkan dengan menggandeng FIFA Women's Football Technical Expert Simon Antoine Toselli untuk menjadi partner mereka dalam menyiapkan roadmap kompetisi. Toselli juga akan membantu PSSI dalam menyusun masterplan sepak bola putri tanah air.
Sekretaris Jenderal ASBWI Souraiya Farina menyebutkan, menggulirkan kompetisi sepak bola putri profesional dan reguler di Indonesia memang bukan perkara mudah, tetapi juga bukan hal mustahil untuk diwujudkan. Untuk memulai kompetisi yang baik dan berjenjang, harus betul-betul dipikirkan mengenai area fundamentalnya, seperti regulasi dan format kompetisi dan berbagai aspek pendukung termasuk infrastruktur.
Souraiya juga menyarankan apabila PSSI terkendala minimnya peserta PSSI dapat membuka opsi keikutsertaan tim-tim di luar Liga 1, tetapi memiliki tim putri. Atau, membuka peluang klub homogen yang hanya memiliki tim sepak bola putri dengan struktur, akta, dan badan hukum yang jelas dan mendorong mereka untuk menjadi klub sepak bola putri yang profesional.
Lahirnya kompetisi sepak bola putri yang kompetitif diharapkan mampu mendorong prestasi tim nasional putri untuk dapat berbicara banyak di level International dan dapat sejajar dengan Thailand, Vietnam dan Filipina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H