PSSI sendiri sebenarnya telah menggelar kompetisi sepak bola putri jauh lebih lama sebelum Thailand, Vietnam, ataupun Filipina. PSSI pernah menggelar Invitasi Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) pada tahun 1982, kendati hanya berlangsung 11 hari Galanita suksen menandai awal kompetisi resmi untuk tim putri.
Turnamen yang memperebutkan Piala Ibu Tien Soeharto itu menjadi wadah bertanding bagi sembilan kesebelasan tim putri yang telah terbentuk sejak 1970-an. Namun, kompetisi yang berlangsung dalam durasi singkat itu pun tergolong angin-anginan. Nasib sepak bola putri di Indonesia kian tidak jelas setelah Ketua Umum Galanita Dewi Wibowo membubarkan kepengurusannya pada 1993 dengan alasan Galanita dibiarkan berusaha dan berdiri sendiri, baik dari segi keuangan maupun pembinaan.
PSSI pada 2019 untuk pertama kalinya menggelar Liga 1 Putri yang mengantarkan Persib Bandung Putri sebagai juaranya, namun setelah kompetisi edisi 2019 berakhir tidak ada lagi kompetisi sepak bola putri berlangsung sebagai akibat dari pandemi. Bahkan, pada 2021 ketika Liga 1 Putra dan kompetisi kansta Liga 2 dan Liga 3 Putra telah digelar, kompetisi Liga 1 Putri belum menunjukkan tanda-tanda akan digelar.
Vivin Cahyani selaku Ketua Komite Sepak Bola Wanita PSSI menuturkan, negara-negara tetangga bisa dapat lebih berkembang pembinaan sepak bola putri karena telah memiliki platform sepak bola putri yang telah matang. Sementara itu, Indonesia masih belum memiliki platform pengembangan yang tepat.
Padahal, memiliki tim putri berbadan hukum merupakan salah satu syarat klub Liga 1 untuk memiliki lisensi AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia). Di Indonesia sendiri baru ada enam klub dengan lisensi tersebut, yakni Bali United, Borneo FC, Madura United, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, dan PSM Makassar.
Vivin juga menambahkan, PSSI akan memberi kesempatan kepada klub-klub peserta Liga 1 yang belum memiliki tim putri untuk membentuk tim putri hingga tahun depan.
Vivin juga menegaskan, PSSI bertekad membangun lagi kompetisi sepak bola putri yang kompetitif dan berjengjang. Hal itu ditunjukkan dengan menggandeng FIFA Women's Football Technical Expert Simon Antoine Toselli untuk menjadi partner mereka dalam menyiapkan roadmap kompetisi. Toselli juga akan membantu PSSI dalam menyusun masterplan sepak bola putri tanah air.
Sekretaris Jenderal ASBWI Souraiya Farina menyebutkan, menggulirkan kompetisi sepak bola putri profesional dan reguler di Indonesia memang bukan perkara mudah, tetapi juga bukan hal mustahil untuk diwujudkan. Untuk memulai kompetisi yang baik dan berjenjang, harus betul-betul dipikirkan mengenai area fundamentalnya, seperti regulasi dan format kompetisi dan berbagai aspek pendukung termasuk infrastruktur.
Souraiya juga menyarankan apabila PSSI terkendala minimnya peserta PSSI dapat membuka opsi keikutsertaan tim-tim di luar Liga 1, tetapi memiliki tim putri. Atau, membuka peluang klub homogen yang hanya memiliki tim sepak bola putri dengan struktur, akta, dan badan hukum yang jelas dan mendorong mereka untuk menjadi klub sepak bola putri yang profesional.
Lahirnya kompetisi sepak bola putri yang kompetitif diharapkan mampu mendorong prestasi tim nasional putri untuk dapat berbicara banyak di level International dan dapat sejajar dengan Thailand, Vietnam dan Filipina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H