Mohon tunggu...
Gene W Widjaja
Gene W Widjaja Mohon Tunggu... Konsultan - Property Marketing Development | Green, Ecology and healthy Lifestyle

Profesional properti konsultan dengan pengalaman lebih dari 25 tahun dalam perencanaan, pengembangan/pengelolaan kawasan baik resort dan residensial, serta pemasaran properti. Juga aktif dalam edukasi, dunia kesehatan, komunitas olahraga, pola hidup sehat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena Sosial Hidup dengan Flexing, Salahkah?

22 Maret 2022   16:45 Diperbarui: 27 Maret 2022   14:13 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Gambar: pikist.com

Saat ini, hidup dengan gaya hidup sosial, sangat beraneka-ragam, berusaha saling menonjolkan kelebihan diri, kemampuan, hingga harga yang dimiliki (atau bahkan seolah-olah dimiliki), ya pertanyaannya apakah ini salah?

Saya coba mengamati dari berbagai sudut pandang, usia, generasi bahkan tipe orang. Dan hampir semua orang ingin menunjukkan kredibilitas, eksistensi dan "persona tempting-nya", ya tujuannya ingin agar semua orang sekitarnya tahu bahwa dirinya mampu membuktikan secara social value berada pada grade tertentu. Tujuannya apa? Macam-macam pastinya..

Dulu, sekitar 20-30 tahun lalu, saya ingat benar kalau orang sering kali sungkan untuk menjawab bila ditanya "berapa gajimu", "bisnismu untung banyak ya?", "wah kamu sudah punya harta apa?", "sudah punya mobil apa sekarang", dan lain sebagainya. 

Ragam alasannya pun beragam, misalnya takut dibilang nilai pamer, takut menyinggung orang lain yang derajatnya di bawahnya, atau takut dikatakan sombong, atau takut sampai dipinjami uang, atau apalagi sampai diminta bantuan, hehe benarkah? 

Saat itu, memamerkan sesuatu terasa tidak elok, tidak etis, dan terasa diasingkan, secara sosial rekan-rekan sejawat menganggap orang itu sudah ada di kelas sosial  yang berbeda. 

Dan untuk harga kekayaan yang dimilik adalah sangat sensitif, hingga bahkan ada suatu jawaban praktis yang sering kita dengar adalah "wah untuk toko  saya cukup-cukup saja buat makan lah", "wah, mobil ini dipinjami kakak saya", "wah enggak kok, jam ini dapat dari hadiah acara kantor", dan sebagainya.  Salah satu alasannya pun, "ssst.... supaya tidak terdeteksi pajak", hahaha.

Tapi sekarang bagaimana? Sungguh drastis berbeda. Dengan kemajuan teknologi, IT, fintech, smartphone, digital media, sosial-media, dan apapun mediannya, sangatlah dimungkinkan untuk dipamerkan, tujuannya satu bahwa agar bisa mengekspose diri. 

Sejak teknologi aplikasi sosial dalam berkomunikasi yang meningkat, tidak sungkan seseorang untuk membuat picture profile dan status dirinya sehingga dirinya mudah dicari dan menjadi pembeda dari 2 daftar nama kontak yang bernama mirip misalnya.

Seiring dengan gaya hidup dan sosial yang berubah, inilah yang menjadikan ini sebagai inspirasi untuk mendapatkan social value yang lebih tinggi, meyakinkan orang lain, hingga untuk mendatangkan uang! 

Apalagi hampir bisa dibilang ciri khas kita secara ketimuran adalah penasaran dengan suatu hal yang baru, syirik dengan konotasi negatif, gampang ikut-ikutan yang sedang trending, dan satu hal lagi, rasa kepo (rasa ingin tahu dan lebih tau lagi).

Saya ingat juga kalau beberapa waktu lalu keponakan saya, yang baru di sekolah di tingkat dasar sudah bisa berprinsip dan mengatakan, "Kalau aku nanti besar mau cari uang yang  sedetik dapat 1 milyar."

Saya hanya tersenyum namun saya melihat tersirat dari pemikirannya kalau apa-apa sekarang jika mau enak, ya punya uang, agar misal bisa jalan-jalan ke mal, punya gadget baru, atau bahkan jalan-jalan ke luar negeri. 

Sebenarnya flexing, berkata dasar 'flex' yang berarti lentur, dan kalau di dunia fitness kita mengenal juga 'musscle flexor' pertemuan antar tulang, otot, untuk kelenturan gerak tubuh, tapi saat ini sudah terjadi pergeseran arti baru.

Istilah slangnya atas kata flexing ini ialah menunjukan lebih, show-off, menunjukan secara derajat sosial yang lebih dari orang lain. 

Menurut salah satu dari beberapa pendapat di urbandictionary.com, 'flexing is to show off all of your shit to people or to act out for attention'.  

Nah, sebenarnya, kalau digunakan sebagai rasa bangga atas kinerja, hasil karya, bentuk tubuh ideal setelah selesai program diet, karier yang menanjak dengan jabatan baru, lulus cum-laude, manfaat sosial baik yang telah dilakukan, dan lain sebagainya adalah sangat baik tentunya, selain memicu diri sendiri untuk ke depan lebih maju, penghargaan sosial atas prestasi diri, atau motivasi untuk orang lain. 

Namun, bila digunakan dengan memanipulasi dengan tujuan orang lain tergiur dan diuntungkan/dimanfaatkan tentunya sangat tidak elok. 

Bisnis saat ini banyak mengutamakan database, referensi dan testimoni, dan flexing dalam dimungkinkan sebagai kunci, tapi tentunya, jangan sampai reputasi diri dikorbankan untuk hasil yang tidak seyogyakan didapatkan kan? kembali nilai karakter diri kita diuji untuk ini.

Ayo kita maju dengan sukses bersama dengan berkolaborasi, tanpa harus menjatuhkan orang lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun