Lahir dan tumbuh besar di kota Madiun, kereta api telah menjadi bagian dalam hidup kami sehari-hari.Â
Banyak cerita dan kegiatan kami sehari-hari yang tidak lepas dengan Kereta Api.
Bagaimana tidak, jalan-jalan utama dan strategis yang kami lewati semasa kecil dulu, semua dilalui juga oleh kereta api dan ada rel sepur-nya, begitu istilah kami.
Sebut saja, jalan Haji Agus Salim, dimana ada SMPN 2 dan Pasar Kawak (Pasar Lama).
Kemudian, jalan Trunojoyo, dimana ada Pasar Sleko dan tembus ke arah luar kota.
Sepur, atau Kereta seperti foto diataslah yang dulu sering kami lihat.
Kebetulan juga Nenek saya tinggal tepat di seberang Pasar Sleko, sehingga, saya hampir tiap hari dapat melihat kereta api yang lewat tiap hari. Paling senang kalau ada kereta yang akan membawa tebu lewat, wah...senang sekali.Â
Bapak-bapak dan anak-anak laki-laki akan bersiap-siap untuk mencabuti batang tebu-tebu yang panjangnya hampir dua meter dan akan dibawa ke pabrik-pabrik gula yang ada di daerah Karesidenan Madiun. Barang tebu yang berhasil dicabut, akan disambut dengan sorak sorai dan itu untuk dinikmati bersama-sama.
Rumah Nenek kebetulan hanya terpisah dengan gang, yang namanya Gang Stasiun. Dulu di depan ada kantor stasiun Sleko, Pak Sep nama kepala stasiunnya, begitu kami memanggilnya. Beliau sangat baik dan ramah kepada semua orang, juga kepada keluarga Nenek saya.
Di Madiun juga ada INKA, Industri Kereta Api, dulu kami menyebutnya, pabrik sepur.
Cerita tentang kereta api yang ada di keluarga kami, juga adalah kereta api Mutiara Selatan, yang akan membawa kami sekeluarga pergi ke Bandung setiap kali kami menengok Nenek dari pihak Ibu.Â