Minggu Pagi tadi menjemput teman yang tinggal di kompleks sebelah...
Dia cerita kemarin acara 17 an di kompleksnya meriah sekali rasanya.
Saya jawab, ooo pantes umbul-umbulnya banyak sekali, menarik. Ini saya foto.
Lhooo....kok itu yang difoto, begitu komentarnya.
Lha terus yang mana, kata saya.
Yang itu dong...sembari telunjuknya menunjuk tenda acara dan panggung...
Oooo....saya menengok ke kiri, wah...bagus banget memang...mewah kalau menurut saya.Â
Sontak saya berpikir, wah pasti perlu anggaran yang lumayan.
Bagus banget, itu harus diakui. Istilah yang dia pakai, bukan ecek-ecek.
Sekali lagi keluar...Ooooo dari saya....
Sepanjang hari kepikiran dan akhirnya saya memilih untuk menuangkannya dalam tulisan ini.
Kenapa sampai kepikiran sih, orang cuman dekorasi saja...
Yaaaa...setelah melewati dua tahun pandemi, banyak hal yang telah berubah, dan mengubah cara berpikir saya.
Apalagi percakapan singkat dengan pengemudi taksi online yang mengantar saya kemarin pagi-pagi, dari Stasiun Tanah Abang ke salah satu sekolah di Jakarta Utara, sangat menggelitik pikiran saya.
Beliau seorang Bapak berusia 60 tahun, pensiunan dari Dinas. Menjadi pengemudi taksi online hanya untuk mengisi waktu dan memiliki kegiatan, dan melatih otak dan fisiknya supaya tetap aktif, dan tidak mengkerut volumenya, begitu beliau bercerita.
Si Bapak berkata, saya bingung dengan generasi ini, meskipun tidak semua, namun menurut saya sebagian telah menjadi generasi cengeng.Â
Waduh...saya kaget bukan main mendengarnya. Sedikit-sedikit healing, apa sih yang di hilingin.
Saya setiap hari tetap berusaha aktif, meskipun anak-anak saya melarang, 'Ayah di rumah saja'. Saya tidak mau, karena saya tetap mau aktif dan memberikan manfaat. Nah...ini ada yang masih muda, sehat, nggak mau kerja kalau gaji nggak gede dan nggak nyaman lingkungan kerja dan pekerjaannya, mending santai di rumah.
Saya dulu waktu masih Dinas, jam 06.30 wib sudah tiba di kantor. Begitu kisahnya.
Wah...hebat, kata saya.
Saya menyimak dan berpikir.
Ada benarnya juga.
Namun karena kesibukan, pemikiran itu tiba-tiba menghilang entah kemana dan baru muncul lagi saat melihat umbul-umbul ini tadi pagi.
Teringat percakapan berikutnya dengan pengemudi taksi online yang berbeda, yang jauh lebih muda, yang pada siang hari menjelang sore yang mengantar saya dan tim kerja kembali ke Stasiun Tanah Abang.Â
Mengeluh sepanjang jalan, bilang taksi online sekarang 'anyep' dan sebagainya, dan saya tidak bisa menahan diri untuk menceritakan percakapan saya dengan Bapak pensiunan tadi pagi dan menambahkan sedikit  petuah...ha haha... Bahwa kita hari-hari ini perlu bersyukur, atas semua kebaikan dan kemurahan Tuhan.
Saya bersyukur memilih berbagi cerita tadi pagi, karena akhirnya cerita itu menjadi motivasi untuknya.
Kembali ke Acara 17 Agustus an...
Saya cenderung menyukai acara model jadul yang biasa... seperti yang ada di kompleks adik saya dan di acara Sekolah Minggu kami, yang biasaaaa itu lhooo.
Bawah kelereng ama sendok, pindahin bola, makan krupuk. Dengan hadiah sederhana yang seru-seruan atau tanpa hadiah tapi tetap asik.
Dengan pemasangan umbul-umbul yang dilakukan bukan dengan vendor, tapi secara gotong royong oleh warga. Semangat  gotong royongnya itu lhoooo....buat saya tuh yang bikin asikkk... Apalagi di jaman seperti sekarang, kita perlu saling dukung, supaya Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat!
Dirgahayu Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H