Kring - Kring Pos....
Tiba-tiba beberapa minggu ini, ingat banget dengan Pak Pos, setelah dengan tak sengaja, lagi-lagimendengar podcast Pak Rheinald Kasali dan beliau mengemukakan kembali bahwaa saatini sedang membenahi Pos Indonesia.Â
Juga dua hari yang lalu, pagi saat berkendara dalam perjalanan menuju  kantor, tiba-tiba melintas di depan saya sebuah mobil oren. Pasukan O-ranger,yang melintas adalah sebuah mobil penumpang dengan iklan layanan Pos.
Yaaa.... sekarang rupanya PT Pos Indonesia, sudah berubah sekali.... mulai dari tampilan, layanan maupun produk. Semua serba oren.
Sentuhan sang ahli dan perubahan strategi pemasaran tampak nyata... mulai dari berbagair armada O-ranger yang dimiliki, PosPay, Asuransi, layanan ekspor dan media sosial yang lengkap.
Ya... semua layanan pos telah berubah wujud, mulai pengiriman online, ataupun pembayaran online.
Jaman dulu belum ada pembayaran online yang begitu mudah dan semua dapat dilakukan melalui telpon genggam seperti saat ini. Kala itu wesel pos menjadi salah satu media andalan untuk pengiriman dana di berbagai daerah di Indonesia, bagi  yang tidak memiliki rekening bank.Â
Wesel pos kala itu sangat membantu dan memudahkan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di manca negara untuk mengirimkan dana ke daerah asal mereka, di berbagai pelosok Indonesia.
Saya tiba-tiba kangen dengan kring-kring pos...
Dulu... senang sekali kami kalau ada Pak Pos datang, dengan naik sepeda unto, begitu kami menyebutnya,dan tas ranselnya, membawakan surat ataupun kartu pos.
Semua, seisi rumah seperti mendapatkan hadiah, berita dan cerita yang ada di Surat itu dan juga prangkonya !
Prangko, ada yang belum pernah melihatnya? Mungkin sekali, karena jaman telah berubah.
Prangko, berasal dari bahasa Belanda, franco, yang artinya ongkos kirim dibayar oleh pengirim.
Prangko pertama kali digunakan oleh Sir Rowland Hill dari Inggris pada 6 Mei 1840. Prangko  kepala ratu Victoria, begitu biasa disebutnya, dicetak dalam warna hitam dan ada kata postage dan one penny.
Ayah kami suka filateli pada masa mudanya, dan saat saya beranjak remaja, saya mendapatkan satu album perangko.
Sekarang menjadi koleksi adik saya yang meneruskan hobi filateli ayah kami.
Teringat saat saya dulu masih hobi filateli, senang sekali mengumpulkan prangko untuk melengkapi koleksi album prangko kami. Setiap kali mendapatkan prangko dan melepaskan rekatan lem pada potongan kertas yang menempel dengan merendamnya terlebih dahulu dalam wadah berisi air, selalu memberikan kebahagiaan tersendiri.
Permukaan belakang  prangko dilapisi lem kering yang disebut dextrin, terbuat dari Bahan dasar tepung tapioka, tepung beras/ketan yang difermentasi dan mempunyai daya rekat yang baik bila terkena air.
Teringat juga juga akan seorang Sahabat Pena, teman saya bersurat semasa kecil, Cynthia namanya, tinggal di Surabaya,  kami berkesempatan bertemu, karena ayah mengambilÂ
kesempatan untuk membawa kami jalan-jalan dan berkunjung ke rumahnya di Surabaya.
Mengenang hal-hal yang sangat sederhana seperti ini, di tengah hiruk pikuk jaman ini, rasanya berbeda...
Jaman dahulu, belum ada media sosial. Semua manual... satu per satu, berproses, berjalan. Seperti juga mengirimkan kabar ataupun foto keluar kota  melalui surat, perlu waktu.
Kini... jaman telah berubah, semua serba cepat, instan, proses bukanlah sesuatu yang diminati untuk dijalani.
Prangko, sekarang bukan lagi menjadi pilihan alat bantu komunikasi dan pembayaran, namun lebih menjadi benda koleksi dan hobi. Namun Pos Indonesia saat ini sedang menata diri, dan mungkin akan mengambil kembali peran besar dalam kehidupan kita sehari-hari, dengan layanan-layanan baru.
Prangko dan hobi filateli mungkin juga akan saya tekuni kembali.
Selamat Hari Filateli Nasional, 27 Maret 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI