Setelah dipanen, padi akan disimpan di sebuah lumbung yang berbentuk rumah yang disebut leuit. Hampir seluruh kepala keluarga di Ciptagelar memiliki leuit masing-masing.
Tradisi dan Budaya
Dalam ritual tersebut, setidaknya terdapat 32 rangkaian kegiatan adat selama satu siklus masa tanam padi. Pada puncak ritual, yakni Seren Taun akan ada berbagai hiburan kesenian tradisional yang ditampilkan yaitu Angklung Dogdog Lojor, Laisan, Topeng Kolot, Tari Jipeng, dan Wayang. Fakta unik dari pertunjukkan wayang yaitu dilakukan sehari semalam suntuk tanpa istirahat.
Tidak Menolak Modernisasi, Justru Menjadi Berkembang dengan Teknologi
Tidak berhenti hanya pada ketersediaan listrik, terdapat stasiun TV komunitas dengan nama CIGA TV dibuat dengan frekuensi VHF 162 MHz yang dapat dinikmati oleh masyarakat Ciptagelar. CIPTAGELAR FM pun diciptakan dan mengudara dari Kasepuhan Ciptagelar.Â
Selain itu karena atas peran Abah Ugi pula akhirnya masyarakat Ciptagelar bisa merasakan kecanggihan telepon seluler dan akses internet  dengan mengizinkan dibangunnya satu provider seluler untuk mendirikan pemancar di kawasan Ciptagelar. Hal ini menjadi angin segar bagi stereotipe bahwa kampung adat pasti hidup jauh dari sentuhan teknologi.
Kampung Ciptagelar menjadi bukti bahwa modernisasi dan tradisi dapat berjalan beriringan. Semoga kelestarian tradisi yang dimiliki Indonesia selalu terjaga dan mencontek dari Kasepuhan Ciptagelar, bahwa teknologi hadir bukan untuk memudarkan budaya tapi membantu memperkenalkan pada dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H