Mohon tunggu...
Geok Mengwan
Geok Mengwan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Senang belajar hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasepuhan Ciptagelar: Tradisi dan Modernisasi Berjalan Beriringan

28 April 2020   14:15 Diperbarui: 28 April 2020   14:26 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jajaran Leuit Tempat Masyarakat Ciptagelar Menyimpan Padi. Sumber: pesona.travel

Setelah dipanen, padi akan disimpan di sebuah lumbung yang berbentuk rumah yang disebut leuit. Hampir seluruh kepala keluarga di Ciptagelar memiliki leuit masing-masing.

Tradisi dan Budaya

Dogdog Lojor. Sumber: Disparbud Jabar
Dogdog Lojor. Sumber: Disparbud Jabar
Seperti yang telah disebutkan bahwa begitu banyak ritual yang dilakukan oleh masyarakat Ciptagelar sebagai bentuk syukur atas hasil alam berupa padi. Hal ini telah dilakukan oleh masyarakat Ciptagelar sejak 644 tahun yang lalu (1368 M). 

Dalam ritual tersebut, setidaknya terdapat 32 rangkaian kegiatan adat selama satu siklus masa tanam padi. Pada puncak ritual, yakni Seren Taun akan ada berbagai hiburan kesenian tradisional yang ditampilkan yaitu Angklung Dogdog Lojor, Laisan, Topeng Kolot, Tari Jipeng, dan Wayang. Fakta unik dari pertunjukkan wayang yaitu dilakukan sehari semalam suntuk tanpa istirahat.

Tidak Menolak Modernisasi, Justru Menjadi Berkembang dengan Teknologi

Tempat mengudaranya CIGA TV dan RSC FM. Sumber: AyoBandung.com
Tempat mengudaranya CIGA TV dan RSC FM. Sumber: AyoBandung.com
Hal ini tidak terlepas dari peran sang pemimpin kasepuhan, Abah Ugi. Dengan latar belakang pernah berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung, Abah Ugi memberikan kontribusi nyata dari apa yang pernah ia pelajari – meski tidak sampai mendapat gelar sarjana. Ia yang telah membuat listrik mengalir ke rumah-rumah warga dengan bantuan pembangkit listrik tenaga air berbekal pengetahuannya tentang elektronika arus lemah.

Tidak berhenti hanya pada ketersediaan listrik, terdapat stasiun TV komunitas dengan nama CIGA TV dibuat dengan frekuensi VHF 162 MHz yang dapat dinikmati oleh masyarakat Ciptagelar. CIPTAGELAR FM pun diciptakan dan mengudara dari Kasepuhan Ciptagelar. 

Selain itu karena atas peran Abah Ugi pula akhirnya masyarakat Ciptagelar bisa merasakan kecanggihan telepon seluler dan akses internet  dengan mengizinkan dibangunnya satu provider seluler untuk mendirikan pemancar di kawasan Ciptagelar. Hal ini menjadi angin segar bagi stereotipe bahwa kampung adat pasti hidup jauh dari sentuhan teknologi.

Kampung Ciptagelar menjadi bukti bahwa modernisasi dan tradisi dapat berjalan beriringan. Semoga kelestarian tradisi yang dimiliki Indonesia selalu terjaga dan mencontek dari Kasepuhan Ciptagelar, bahwa teknologi hadir bukan untuk memudarkan budaya tapi membantu memperkenalkan pada dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun