Mohon tunggu...
Alda Gemellia Munawwaroh
Alda Gemellia Munawwaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - member of Islamic Association of University Students

Math Education 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membentuk Pribadi Pemimpin Berdasarkan Psikologi Diri (Psychology of Self)

1 Desember 2022   00:00 Diperbarui: 1 Desember 2022   00:23 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muncul beberapa pertanyaan menilik kalimat pada judul tersebut. Apa saja yang perlu diperhatikan saat menjadi pemimpin? Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang pemimpin? dan lain sebagainya.

Menjadi pemimpin atau yang sering disebut sebagai ketua, adalah hal yang tidak mudah. Tidak semua orang mampu menjadi seorang pemimpin "yang baik". Meskipun demikian, semua orang dapat menjadi pemimpin. Baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi orang lain. Karena pada dasarnya (QS. Al-Baqarah: 30), manusia diciptakan oleh Allah swt tidak lain adalah untuk menjadi khalifah fil ardh (pemimpin di muka bumi).

Mengapa demikian? Karena manusia diciptakan memiliki hati, akal, dan nafsu. Manusia merupakan makhluk yang dapat menggunakan hati (merasa) dan (berfikir) secara bersamaan. Keistimewaan ini lah yang turut mendasari dipilihnya manusia sebagai khalifah "pengganti" di bumi.

Jika seseorang telah mengikhlaskan diri untuk menjadi pemimpin, maka sudah seharusnya ia dapat menerima konsekuensi seberat apapun yang akan menghampiri. Karena memilih menjadi pemimpin, berarti juga memilih untuk memikul tanggungjawab beserta konsekuensi yang besar. Hal-hal sederhana terkait psikologi diri yang perlu dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang baik diantaranya yaitu:

1. Kenali kemampuan/ kecakapan diri sendiri, apakah cenderung menguasai bidang eksternal, atau internal.

Eksternal adalah segala sesuatu yang kaitannya dengan lingkungan sekitar (termasuk orang lain). Sedangkan internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan diri. 

Mengapa hal ini penting? Karena tidak ada seorangpun dalam ilmu psikologi yang dapat menguasai dua bidang sekaligus secara bersamaan serta dengan hasil yang maksimal pada keduanya. Yang ada hanyalah sebuah kecenderungan. 

Adanya kecenderungan membuat seseorang dapat fokus mengasah dan menggali potensi pada ranah tertentu, tanpa mengesampingkan yang lainnya. Sehingga hasil yang tampak akan menunjukkan hasil maksimal pada ranah yang dikuasai, dengan tetap memberikan hasil yang cukup pada hal-hal yang tidak dikuasai.

2. Selalu berikan suntikan energi positif.

Jika sudah mengenali kemampuan diri, maka yang perlu diperhatikan adalah, seorang pemimpin sebaiknya tidak menampilkan/ menunjukkan citra negatif bagi yang dipimpinnya. 

Seberat apapun beban yang ditanggung, se kesal apapun perasaan yang dirasa, se letih apapun kondisi diri, simpanlah saja hal itu pada diri sendiri. Jika memang perlu untuk berbagi, bagilah dengan orang-orang yang dipercaya saja dan di luar lingkungan kepemimpinan. Karena kepemimpinan merupakan sebuah seni mempengaruhi, maka hal-hal sekecil apapun yang terpancar dari diri seorang pemimpin, akan dapat mempengaruhi yang dipimpinnya.

3. Tekan ego diri se rendah-rendahnya.

Untuk dapat melaksanakan poin dua dengan maksimal, seorang pemimpin perlu menurunkan egonya ketika menjalankan roda kepemimpinan. Hal ini merupakan langkah terberat bagi pemimpin (yang sejatinya adalah manusia). Mengapa? Manusia tidak hanya diciptakan memiliki akal, tetapi juga dilengkapi dengan nafsu. 

Adanya nafsu ini yang membuat menusia selalu merasa ingin diakui, baik oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain. Keinginan itulah yang disebut dengan ego diri. Menekan ego berarti berlatih untuk bisa menerima hal-hal yang diluar keinginan diri. 

Menurunkan ego dapat dilatih melalui hal-hal sederhana, seperti mencoba mendengarkan nasihat orang lain, mencoba memahami karakter orang lain, dan menilai sesuatu dari berbagai sudut pandang, serta berusaha tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ego akan selalu ada, tinggal bagaimana cara kita mengendalikannya.

4. Manajemen diri seorang pemimpin (Fokus pada pemecahan masalah, bukan kepada masalahnya).

Menjadi seorang pemimpin bukan tidak mungkin akan selalu menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan-permasalahan. Pada umumnya, jika seseorang dihadapkan dengan suatu masalah, maka ia akan langsung tertuju pada masalah tersebut. 

Hal ini merupakan reflek manusia sebagai langkah pertama untuk berdamai dengan masalah. Akan tetapi, manusia seringkali lalai dan terjebak dalam masalah karena terlanjur larut di dalamnya. 

Hal yang seperti itu lah yang seharusnya dihindari oleh seorang pemimpin. Belajarlah untuk dapat fokus pada solusi atau pemecahan masalahnya daripada berlarut dalam permasalahan tersebut.

5. Berikan kepercayaan kepada rekan kepemimpinan, untuk dapat bergerak bersama.

Dalam sistem sosial, kepemimpinan yang baik adalah yang pemimpinnya dapat bergerak bersama seluruh fungsionaris untuk dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. 

Bukan kepemimpinan yang hasilnya baik, tetapi hanya digerakkan oleh segelintir fungsionaris atau bahkan oleh pemimpinnya saja. Untuk dapat merangkul segenap rekan kepemimpinan, maka diperlukan adanya sebuah kepercayaan. Jika serangkaian poin di atas sudah dapat dikuasai oleh seorang pemimpin, maka mencoba untuk percaya pada kinerja rekan kepemimpinan bukanlah hal yang sulit. 

Mempercayai rekan untuk dapat mengembangkan diri dan bergerak sesuai tupoksinya, berarti berlatih memberikan amanah kepada mereka. Memberi amanah berarti menyuntikkan energi positif sedikit demi sedikit yang dalam hal ini ialah menularkan semangat militansi kepada seluruh anggota dalam lingkungan kepemimpinan (termasuk rekan fungsionaris).

Kelima poin tersebut merupakan satu kesatuan yang sistematis dan berurutan. Poin-poin tersebut hanyalah dalam sudut pandang psikologi diri. Sehingga hanya fokus pada pengembangan diri seorang pemimpin. Karena untuk bisa mengatur orang lain, harus dapat mengatur dirinya sendiri lebih dulu. 

Untuk dapat memimpin orang lain, maka harus dapat memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu. Serta untuk mempengaruhi orang lain agar bergerak mencapai tujuan bersama, maka harus mampu mempengaruhi diri sendiri untuk bergerak di ranah yang positif. Hal positif akan selalu melahirkan yang positif pula. InsyaAllah. Waallahu a'lam bi al-Shawwab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun