[caption caption="banner-karena-kompasiana"][/caption]
Â
Awal bulan September 2015 lalu, kompasiana merilis sebuah blog competition dengan judul Karena Kompasiana, Saya…. Blog competition ini memang dalam rangka menyambut Kompasianival 2015 yang nanti katanya akan dilaksanakan di Gandaria City. Kompasianival tahun ini menandakan usia kompasiana yang ke 7. Mungkin itu sebabnya kompasiana mengusung hashtag #kompasiana7.
Saya pun jadi mengingat-ngingat kembali awal-awal bersentuhan dengan Kompasiana. Iya, saya bersentuhan dengan Kompasiana karena ketika itu saya sedang dirundung kegundahan dan kegalauan. Ketika itu antara tahun 2010 dan 2011 saya terlibat dalam sebuah project yang kusut. Saya sebut project tersebut kusut lantaran saya dan tim gagal menyelesaikan project tersebut. Pada saat menjalani project tersebut, saya benar-benar mengalami ketidaktenangan hidup. Hari-hari saya sungguh membosankan, berangkat, ngoding, testing, pulang.
Malamnya saya mengisi jiwa yang bolong ini dengan berselancar maya. Perkenalan dengan kompasiana pun dimulai di sini. Saya sering nyangkut pada artikel-artikel yang menurut saya keren dan berbobot. Setelah sering melancong ke kompasiana, saya akhirnya mendaftarkan diri pertanggal 27 November 2010. Banyak profile yang saya add agar tulisan-tulisan mereka mampir di dashboard saya, sehingga tulisan mereka bisa segera saya baca.
Mengenal Fiksi dan Berfiksi
Tulisan awal saya baru muncul nyaris satu tahun setelahnya pada tanggal 8 Juni 2011. Saking aktifnya baca-baca kompasiana pada saat itu, hampir setiap link yang nangkring pada tulisan selalu saya klik. Hingga saya nyangkut pada sebuah Facebook Group Fiksiana Community. Sampai akhirnya saya didapuk untuk menjadi salah satu admin di sana karena saking aktifnya. Kisahnya bisa dibaca pada tulisan saya berjudul Saya dan Fiksiana Community.
Â
[caption caption="fiksiana-community"]
Â
Aktif sebagai admin FC tentu saja menggali hasrat saya untuk menulis dan belajar fiksi. Awal saya aktif, saya ditantang menulis puisi oleh Sekar Mayang sebelum berkolaborasi. Ada puisi-puisi kolaborasi saya dengan 4 kompasianer wanita yang ca’em dalam memenuhi tantangan Festival Puisi Kolaborasi. Sungguh serius ternyata pembuatan puisi kolaborasi ini. Pasangan pertama, saya bersama Desi Dian Yustisia menelurkan Balada Sarimin dan Secangkir Hangat untuk Gerimis. Pasangan kedua, saya bersama Sekar Mayang menghasilkan satu puisi berjudul Lautku Canduku. Selanjutnya yang ketiga saya berpasangan dengan Ni Ketut Tini Sri yang berhasil berkolaborasi menghasilkan Gelora Rindu dan Peluh Senyum Penjual Serabi. Yang terakhir bersama Syair Senja menghasilkan puisi berjudul Pijar Ikrar.