Mohon tunggu...
Fahmi Idris
Fahmi Idris Mohon Tunggu... Professional IT - System Analyst -

Introvert, Kinestetik, Feeling Extrovert, System Analyst, Programmer, Gamers, Thinker, Humorous, Dreamer. Web : ghumi.id Instagram : fahmi_gemblonk

Selanjutnya

Tutup

Drama

[RAMEN] Titipan

7 Januari 2012   07:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:13 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tegap ia berjalan. Berjalan menapaki trotoar batako-batako berwarna abu bergaris cat hitam dan putih seperti zebra pada sisinya berpisah dengan aspal hitam. Tamparan pedas matahari tak membuatnya surut. Berjalan lurus searah motor berkaki empat dan dua. Bermandikan debu-debu knalpot. Ia terus berjalan. Lurus.

Tanpa alas kaki. Bertelanjang dada pula. Kulitnya hitam legam sepertinya bosan terbakar matahari. Tak ada ekspresi diwajahnya. Lurus. Wajahnya lonjong berpadu dengan tulang pipi yang menonjol pada kedua sisinya. Rambutnya hitam kepirang-pirangan. Gimbal. Bercelana panjang hitam bercak cokelat, merah, kuning dan abu. Compang-camping.

Ia menyebrang jalan. Berhenti tepat pada segitiga sebuah perempatan jalan. Berdiri tegap. Menghadap mentari di arah barat. Matanya tajam dan tegas. Ini adalah singgasana baginya. Sebuah segitiga di perempatan jalan di pinggiran kota dengan lalu lintas yang cukup padat pada siang dan sore hari.

Pukul 15.30. Anak-anak dengan bawahan biru tua dan abu-abu mulai ramai. Mereka berhamburan keluar dari sebuah gedung bimbingan belajar. Tepat di seberang segitiga. Di hadapan pria lusuh pada singgasana segitiganya. Ia menunjuk anak-anak tadi dan berceloteh.

Wahai kalian....

Kalian penerus bangsa...

...Muda, Energik, Penuh cita-cita dan harapan...

...Cantik, Gagah, Rupawan...

...Lihatlah!!!

Pria tadi menunjuk lurus. Tangannya bergerak sedikit ke atas. Cakrawala sudah berwarna oranye terang di sana. Dia tidak biru. Tidak pula cerah. Sekarang sudah berganti menjadi kusam. Samar-samar berubah bergaris menjadi oranye.

Hei kalian penerus bangsa...

Lihatlah....

...Di pundakmu terpikul do'a dan harapanku...

...Berjuanglah!!!

Biarlah aku yang berdoa...

...Biarlah kita semua yang berdoa!!!

Ia membuka lebar kedua tangannya. Menunjuk-nunjuk pria berjaket hitam dengan motor hitam jadulnya. Menunjuk-nunjuk supir angkot. Menunjuk-nunjuk mobil sedan hitam mengkilat. Semua yang bermotor ditunjuknya.

Aku capek!!!

Aku lelah!!!!

Biarlah semua pergi...

...Biarlah hanya aku disini...

...Berharap semoga semua segera berganti...

...Kalian yang masih hijau akan menggantikan orang-orang tolol di gedung sana...

...Kalian yang harus tetap menjaga kejujuran...

...Menjaga do'a...

...Menjaga harapan!!!

Aku lelah...

...Aku berdo'a...

...Aku memohon...

...Aku berharap...

...Maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok...

...Kepada kalian...

...Agar lebih baik!!!

Pria itu kemudian berlutut. Kemudian bersujud. Lima detik kemudian bangkit. Membalikkan badan. Dan berjalan lurus menjauh. Menjauhi singgasananya.

* * *

"Itu siapa?!?", Seorang gadis dengan rok mini berwarna abu-abu bertanya pada teman sebelahnya.

"Dia Ojin, kios majalahnya baru digusur 3 bulan lalu oleh tramtib. Satu-satunya mata pencahariannya hilang. Kawan senasibnya semua menghilang. Tinggal dia sekarang sering jongkok melamun dekat palang kereta api di ujung jalan sana", Temannya menjawab.

Kini mereka berdua naik angkutan umum. Pergi meninggalkan trotoar. Pergi bersama cakrawala yang kian gelap.

__________________
, pemanasan RAMEN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun