"Ayah, aku besok mau ikut berperang!", Banjo menghampiri ayahnya di ruang tengah.
"Heh! Jangan macam-macam! Ini bukan seperti yang sering kau lakukan bersama teman-temanmu. Cuma bermodal batang karti dan lari-lari di alun-alun istana", ayahnya melarang.
"Tapi ayah. Aku kan sudah besar".
"Apanya yang sudah besar? Menjulangkan telinga ke atas saja kamu belum sanggup. Tidur sana! Besok ketika perang, tugasmu adalah menjaga ibu dan adik-adikmu. Jangan sampai gagal!"
"Baik ayah."
* * *
Pagi ini harusnya sinar matahari yang terang mampu menyilaukan mata Banjo. Namun sejak dibangunkan oleh ayahnya untuk menuju tempat persembunyian, Banjo melihat matahai pagi ini tampak redup. Para prajurit penjaga dinding sejak dini hari tadi sudah mewarnai langit dengan membakar daun dari semak bakur. Asapnya yang pekat memendekkan jarak pandang.
"Tambah lagi semak bakurnya! Bakar yang banyak! Buat musuh tak sanggup melihat kita! Jangan sampai panah-panah mereka membunuh kita!", sayup terdengar teriakan seorang prajurit di atas dinding pertahanan.
Dong-dong-dong-dong
Suara lonceng kota diperdengarkan. Suaranya sungguh bising dan nyaring. Tiap-tiap orang yang tidak layak untuk berperang, mempercepat langkahnya. Mereka bergegas menuju tempat persembunyian. Mereka hendak bersembunyi pada bungker istana.
"Cepat. Cepat!", jendral perang kerajaan Lori, Gambus berteriak-teriak pada tiap-tiap pengungsi. Ia sudah siap tempur. Badannya dilapisi baju besi berwarna emas. Telinganya yang panjang menjulang ke atas pun dilapisi besi.
"Lapor Jendral! Panji musuh sudah terlihat di arah utara! Perang akan segera dimulai!", salah seorang prajurit melaporkan.
"Bagaimana bantuan dari kerajaan Tupi? Apakah mereka merespon permintaan kita?", Jendral bertanya pada sandi telik kerajaan.
"Mereka merespon positif jendral! Mereka mengirimkan pasukan berkudanya".
"Kalian berdua kawal dan lindungi mereka-mereka yang hendak berlindung! Sisanya ikut saya! Siapkan pertahanan di pintu gerbang utara!"
"Siap Jendral!"
* * *
Di utara kerajaan Lori terdapat padang rumput yang luas. Namun musim semi kali ini, padang rumput itu tak berwarna hijau. Kali ini berwarna hitam. Hitam karena pasukan dari kerajaan Kiore mendekat. Jumlah mereka tak terhitung banyaknya. Hampir seluruh padang rumput ini berwarna hitam karenanya.
"Ingat curut-curut perkasa. Kali ini kita akan musnahkan kerajaan Lori", Hussar pemimpin perang kerajaan Kiore meyakinkan anak buahnya.
"GRAAAHHHH."
"Kelinci-kelinci bodoh itu harus merasakan akibatnya karena tidak menerima kekuasaan Kiore atasnya. Mereka harus dimusnahkan!"
"GRAAAAHHHH"
* * *
Sementara itu, Jendral Gambus berkeliling dinding pertahanan utara  untuk memeriksa kesiapan prajuritnya. Tak hanya soal persenjataan yang jadi perhatiannya. Namun mental prajuritnya juga tak luput untuk dia bakar.
"Mereka semakin dekat Jendral!"
"Bersiap lah! Pemanah tunggu aba-aba dariku! Jangan dulu memanah!"
Sementara itu pasukan Kiore mulai bersiap.
"Lapor jendral Hussar! Pelontar batu sudah masuk jarak tembak. Siap menyerang."
"Pelontaaaar! Bakar batunya!"
"Siap Jendral!"
"LONTARKAAAAAN!"
Ada sepuluhan pelontar melontarkan batu api menyala-nyala bersamaan. Benar saja, pelontar itu sudah memasuki jarak tembak. Batu-batu api besar seukuran rumah melayang di udara menuju dinding pertahanan utara. Hanya satu dua saja yang tidak sampai. Sisanya masuk ke balik dinding pertahanan. Langit yang sudah gelap karena pembakaran semak bakur, kini semakin gelap karena asap dari batu-batu api yang menghantam rumah-rumah dan benteng pertahanan utara.
"SERAAAAAAAAANG"
Atas perintah jendral Hussar, sekejap mata pasukan Kiore berlari menyerang menuju kerajaan Lori. Mereka tampak seperti tikus-tikus penghaus darah. Mata mereka menyala-nyala penuh dendam.
Jendral Gambus mengangkat tangan kanannya, "TAHAAAAAAN! Pemanah TAHAAAAN!", Jendral Gambus memberi aba-aba untuk menahan tembakan. "Sekarang!"
Para pemanah melepaskan anak panahnya. Sejurus kemudian banyak tikus-tikus tergeletak mati terpanah. Beberapa diantaranya terluka tak bisa lagi bergerak.
"BATU APIIIII!"
BUMMM
Batu api dari pelontar Kiore menghantam dinding pertahanan utara. Tujuh prajurit kelinci Lori terhempas berhamburan karenanya. Mereka tak bangkit lagi.
"Tunggu sampai mereka dekat", Jendral Gambus kembali memberi perintah. "Sekarang! Tumpahkan minyaknya!"
Seitap dua prajurit kelinci menumpahkan satu ember besar minyak ke arah rombongan penyerang pasukan Kiore.
"Pemanah api! HEMPASKAN!!"
Pasukan tikus Kiore yang sebelumnya terkena minyak, sekarang menyala-nyala karena panah api menyambar. Mereka berteriak-teriak kesakitan minta pertolongan. Beberapa dari mereka justru menghunuskan pedang pada dadanya. Lebih memilih mati cepat ketimbang mati tersiksa api.
"Hancurkan PENDOBRAK! Hancurkan PENDOBRAK!", Jendral Gambus tampak panik melihat kendaraan pendobrak mendekati pintu gerbang utara.
Setelah disirami minyak, pemanah api lantas mengarahkan panah apinya pada pendobrak. Kendaraan pendobrak menyala-nyala. Namun masih tetap bergerak menuju pintu gerbang. Semakin dekat.
BUMMM - BUMMM - KRAK
Pintu utara retak. Setelah tumbukan terakhir, pintu utara berhasil didobrak. Pasukan Kiore merangsek masuk ke dalam. Pasukan Lori yang dari tadi sudah menunggu di dalam, kini saling berhadapan. Mereka-mereka mencabut senjata. Pertarungan jarak dekat dimulai. Kelinci-kelinci gagah melawan tikus-tikus perkasa.
* * *
Sementara itu di dalam bunker persembunyian, anak-anak banyak meringkuk ketakutan di pangkuan ibunya. Sisanya, para sepuh, Bersimpuh berdoa. Memohon pada sang pencipta untuk segera mengakhiri peperangan ini.
"Mak. Kata ayah bunker ini memiliki jalan rahasia untuk keluar dari daerah kerajaan mak.", Banjo mengingat perkataan ayahnya.
"Sudah lah nak. Itu cerita lampau. Ayahmu memang turut membangun kerajaan ini. Tapi jangan kau telan mentah-mentah semua bualannya itu."
"Tapi mak. Banjo percaya ucapan ayah itu. Banjo akan mencarinya. Mencari pintu yang pernah ayah ceritakan", Banjo kemudian pamit pada ibunya. Dia kemudian menyusur sambil meneliti di mana pintu keluar rahasia dari bunker ini.
* * *
Sementara itu di depan pintu istana.
"Kau sudah terkepung Gambus! Menyerah lah!", Hussar menekan.
"Tidak ada kata menyerah bagi kami! Pasukan kelinci dari kerajaan Lori! SERAAAAAANG!"
Pertarungan sengit antara pasukan elit dua kerajaan ini tak terelakan lagi. Jendral melawan jendral. Pengawal melawan pengawal. Prajurit melawan prajurit. Pasukan Kiore nyaris saja terpukul mundur oleh pasukan Lori. Namun jendral Gambus tampak kewalahan melawan jendral Hussar.
"Ajalmu sudah dekat Gambus!", Hussar meremehkan.
"Tidak secepat itu Hussar!", Gambus masih melawan.
Dari jauh terdengar suara sayup-sayup terompet cepat bertalu-talu.
"PASUKAN TUPI DATANG!", seorang prajurit dari pasukan Lori berteriak kencang. Teriakan ini disambut semangat pantang menyerah dari seluruh prajurit. Semua pasukan kerajaan Lori menjadi lebih bersemangat. Mereka berjuang melawan tirani.
* * *
Sementara itu pada bungker persembunyian.
"Maaaaak. Mamaaaaak. Banjo menemukan jalan keluarnya maaaak!"
[ B E R S A M B U N G ]
__________________________________________________
sumber gambar : kaskus, blogspot sumber backsound : Youtube - God of War III Nomor. 43: Ghumi
NB : Untuk membaca hasil karya event Fiksi Fantasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini :Â Hasil Karya Fiksi Fantasi.
__________________________________________________
Bergabunglah di group FB :Â Fiksiana Community
__________________________________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H