Mohon tunggu...
gemogibran
gemogibran Mohon Tunggu... Penulis - Pendengar dan Penanya

Pecinta musik. Mencintai tulis-menulis. Mari bermain dengan imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gelap

9 September 2022   14:20 Diperbarui: 9 September 2022   14:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi/Gemo Gibran

Mungkinkah cahaya menembus kabut yang mengiringi gugurnya hujan dari kegelapan awan?

Dua belas siang yang gulita. Hanya terang lampu adanya.

Genangan air di mana-mana; jalanan licin.

Lumpur terlindas; kotoran menggempur.

Apakah senja telah tiba?

Kulihat setitik terang di ujung samudra.

Hari tanpa matahari.

Dunia bagai binasa.

.

Adalah harapan dari titik terdasar nurani.

Adalah air mata yang memancar dari kegelapan sanubari.

Tak mampu menyeruak gulita.

Salah bertindak; mencipta masalah.

Salah melangkah; terjerembap pada jurang.

Bayangan hitam yang mengejar, menyatu sejak tawa terkatup.

Apakah ajal telah tiba?

Kulihat sehelai kafan di atas sajadah.

Hari tanpa senyuman.

Nyawa bagai sirna.

***

(Gemo Gibran)

Yogyakarta, 8 September 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun