Tak ada yang lebih menyedihkan selain merasa sepi di tengah keramaian.
Menjadi diri sendiri pun tak bisa.
Betapa gelap.Â
Betapa hampa.
Betapa sendiri.
Hanya bisa mendengar suara keheningan.
Hanya bisa melihat hitam dan putih.
Tak ada warna-warni yang indah.
Lalu-lalang manusia bagaikan siluet.
Melihat tatapan seperti merendahkan
Melihat senyuman seperti hinaan.
Sinar lampu kota adalah hujan yang mengguyur.
Berpetualang dengan hati pincang.
"Apa kabar, kesepian, kawan setiaku?"
"Dengan siapa kau datang?"
"Oh! Hai, kelabu, milikku yang paling berharga"
"Terima kasih, sudah datang menemuiku"
Berbincang dengan dua kawan setia yang tak berwujud.
Menggema, mengisi seluruh telinga dan otak.
Begitu ribut di sana.
.
.
.
Ekspetasi yang terlau tinggi.
Obsesi yang berlebih.
Mengangkat diri sebegitu tinggi.
Diri sendiri pula yang menghempas dengan kencang.
Jatuh dalam peluk kegelapan.
.
.
.
Tak ada yang lebih menyedihkan selain merasa sepi di tengah keramaian.
Dengan ribuan tanda tanya tanpa jawab.
Dengan ribuan titik tanpa isi.
Yogyakarta, 6 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H